Blacklist

86 11 15
                                    

Story 26

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Story 26

Semua orang berkemas. Termasuk Isa. Rasa-rasanya dia butuh istirahat. Tapi apa boleh buat. Tubuhnya remuk redam mengalami hal yang menakjubkan sekaligus horor. Sepertinya dia akan terlelap saat di pesawat nanti.

Ya. Bicara soal nanti ya nanti saja.

Isa selesai beres-beres. Dia keluar dari kamar, menyeret koper liburannya. Secara kebetulan Vatan melintas. Isa lantas menyapanya. Vatan menjawab dengan singkat. Sambil tersenyum.

Baru saja Vatan berlalu, Isa teringat sesuatu.

"Hei!" Seru Isa sembari membalikkan badan. Vatan ikut menoleh.

"Aku benar-benar lupa." Ujar Isa sembari merogoh kantong celana, lalu menyodorkan ponsel milik Vatan. "Kurasa ini saatnya mengembalikan barang pinjaman." Ujar Isa.

"Terima kasih banyak, ya."

Vatan menggeleng sambil tersenyum,

"Kurasa belum saatnya. Perjalanan masih panjang. Kamu masih butuh foto-foto."

"Oh. Tidak." Balas Isa, "Aku sudah selesai. Rasa-rasanya aku sudah terlalu lama memakai ini. Sekali lagi, terima kasih."

Vatan mengangkat kedua tangan, memberi gestur menolak.

"Tidak ..., kamu tetap bisa memakainya, sampai kita kembali ke kota."

Isa tersenyum canggung, "Hei. Kita akan naik helikopter. Bisa saja tanganku tergelincir, dan ponselmu terjun bebas ke laut. Kamu tidak ingin hal itu terjadi, bukan?"

"Entahlah ...," Vatan tampak berat untuk berbicara, "Tapi setelah dipikir-pikir, rasanya ponsel itu sangat cocok untukmu. Kau tidak keberatan menerima itu sebagai hadiah, kan?"

Isa terkesiap. Vatan tidak salah bicara, kan?

"Eh ...? Tidak, tidak. Aku tidak bisa menerimanya. Ini. Kukembalikan." Tangan Isa belum bergeser.

Vatan menggeleng,

"Tidak Isa. Untuk kali ini, aku bersikeras. Aku sudah memutuskan. Ponsel itu untukmu saja."

Isa terperangah. Barangkali kepala Vatan baru saja terbentur. Apa dia lupa harga ponsel itu?

Atau memang Vatan begitu kaya, dan Isa sepailit caleg kalah tarung, sehingga ponsel semacam itu terasa sangat mahal baginya?

Tapi tetap saja, Isa tidak bisa begitu saja bersedia menerimanya.

"Maaf, Vatan. Tapi ini terlalu besar. Maaf, aku tidak bisa menerimanya."

Wajah Vatan terlihat sedih. Dia menghembuskan napas,

"Kamu orang baik, Isa." Ujarnya, "Menurutku kau menolong orang tanpa pamrih. Dan ponsel itu sebagai rasa terima kasihku. Kau sudah banyak membantuku. Menurutku, orang seperti kamu berhak menerima hal-hal yang baik."

Urita : Isa & Samudra BijaksanaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora