0.3 || Tulus

1.4K 139 2
                                    

Pagi hari terasa sejuk, ditemani dengan kabut-kabut dan berbagai macam suara kendaraan masuk ke dalam telinga Gita yang masih terlelap, hingga suara gedoran dari pintu ruko nya terdengar di telinga Gita, Gita merasa terusik lalu berdecak sebal setelah batin nya mengeluarkan berbagai macam umpatan untuk si pelaku pengetukan pintu di pagi hari seperti ini, Gita membuka pintu sambil menatap datar seseorang di hadapannya, itu Eli. Dia hanya tersenyum sambil menaik turunkan alisnya. Sebenarnya Gita sudah tau itu Eli, dari cara mengetuknya saja brutal.

Eli masuk ke dalam ruko Gita yang cukup berantakan, entah di mana tempat Kakak nya tidur semalam. Toko Service itu benar-benar terlihat seperti kapal pecah. "Lo ngapain sih semalem? Berantakan gini," celotehnya. "Beresin kek, emangnya lo nyaman apa tidur di tempat yang berantakan kayak gini?" Eli terus mengomentari keadaan Toko Service Gita.

"Benerin barang yang belum dibenerin doang," jawabnya simpel, memang benar, semalaman Gita mengerjakan pekerjaannya, sampai tak sadar dia tertidur karena mengantuk.

Eli menyimpan kantong kresek yang ia bawa di meja yang terdapat di sana. "Makan lo sini. Lagian lo, punya rumah malah tidur di ruko," katanya sambil memberikan satu nasi bungkus pada Gita.

Mereka menikmati makanan yang Eli bawa, kebetulan Gita memang tidak makan sejak semalam.

Gita tak mendengarkan celotehan Eli, dia hanya fokus pada makanannya. "Lo masih ngambek sama kedua Kakak lo? Dua hari lo ga tidur di rumah,"

"Gak, gue ga ngambek," jawab Gita cuek, sebenarnya ia masih merasa sakit hati dengan kejadian dua hari yang lalu. Gracia bahkan belum meminta maaf padanya, sementara Shani, sudah dua hari dia tidak bertemu dengannya.

Eli menoyor kepala Gita pelan. "Gengsian amat jadi orang,"

Gita menoyor kepala Eli juga, sebagai pembalasan. "Gak sopan lo! Gini-gini gue juga Kakak lo ya." katanya sambil menatap Eli tajam. "Lagian gue juga gak gengsi, emang gue gak ngambek kok. Gue cuman nenangin diri doang, kebetulan di sini juga ada banyak barang yang belum di benerin," Tak sepenuhnya Gita berbohong, memang benar ia sedang mengerjakan barang-barang yang belum ia service.

Tak membutuhkan waktu yang lama, makanan yang di bawa Eli habis di makan Gita. "Lahap amat lo makan, kaya marmut ga di kasih makan seharian," canda Eli, tapi candaannya benar-benar garing di mata Gita, dia hanya menatap Eli dengan tatapan heran. Heran, kenapa dia memiliki adik yang sangat freak seperti ini?

"Git," panggil Eli.

"Hum?"

"Gue baru ngeh kenapa lo dingin banget,"

Gita mengerutkan keningnya. "Temen lo aja mereka." lanjutnya sambil menatap kulkas-kulkas dengan berbagai merk yang ada di belakang Gita.

° ° °

Christy baru saja pulang sekolah, padahal sekarang sudah menunjukan pukul 17.00 WIB. Dia baru saja menyelesaikan rapat osisnya. Muthe dan Zee sudah pulang duluan sejak tadi, kebetulan ia yang menyuruh Muthe dan Zee pulang duluan, karena ia tau rapat ini akan lebih lama dari biasanya. Christy terus menyusuri jalanan, sambil bersenandung ria, terkadang juga dia menendang batu-batuan kecil yang berada di trotoar jalanan.

Tepukan seseorang di pundaknya membuat Christy terperanjat kaget. "Astaga kak! Bikin kaget aja," kesalnya, Christy langsung mengelus dadanya sambil berusaha menetralkan kembali detak jantungnya.

Eli hanya tertawa melihat wajah Christy yang terkejut tadi. "Malah ngetawain aku!" Christy melipat tangannya di depan dada sambil mengerucut bibir.

Eli menggaruk leher nya yang tak gatal, lalu terkekeh kecil. "Iya-iya maaf yaa," Eli berjalan mengikuti Christy, Eli merangkul bahu adik bungsunya ini.

"Kenapa baru pulang? Yang lain kemana?" tanya Eli sambil menatap jalanan sekitar.

"Mereka aku suruh pulang duluan, aku tadi ada rapat osis," jawab Christy. "Jadinya aku pulang sendiri kayak gini," lanjutnya sambil menghembuskan nafas pelan.

Mereka tak lagi berbicara selama perjalanan, hingga Christy tiba-tiba bertanya pada Eli. "Kak aku boleh nanya?" Eli tentunya mengangguk, memberi tanda izin pada adiknya untuk bertanya.

"Tanya apa? Tinggal tanya aja,"

"Tapi aku gak apa-apa kan kalo nanya hal ini?" tanya Christy sekali lagi, Eli menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

Christy sedikit ragu untuk bertanya tentang hal ini, semoga Sang Kakak tidak akan marah akan hal ini. "Apa yang kakak tau tentang Ayah?" Pertanyaan Christy tentu membuat Eli sedikit marah dan malas untuk menjawab, namun ia masih bisa mengontrol dirinya.

Eli menghembuskan nafasnya pelan. "Ga bisa ganti pertanyaan?" Christy menggeleng kuat, ia menatap Eli dengan wajah yang memelas. Christy benar-benar ingin tau mengenai Ayah nya. Ia selalu dimarahi Gracia jika bertanya hal ini pada orang-orang rumah, Shani dan Gita selalu menghindar ketika Christy bertanya akan hal ini, maka dari itu ia bertanya pada Eli saja, siapa tau Kakak ke-empatnya ini mau menjawab.

"Kalo kakak ga bisa jawab gimana?" tanya Eli lagi.

Christy berpikir sejenak. "Alasannya?"

Eli menghembuskan nafasnya lagi, sedikit kesal dengan Christy yang selalu menanyakan hal ini, ia menaruh tangannya di bahu Christy, menatap netra adiknya sambil tersenyum. "Kamu itu gak perlu tau tentang Ayah kamu Dek. Kita ga perlu Ayah lagi dalam keluarga ini. Sebaiknya kamu gak usah cari tau tentang Ayah, gakpenting. Yang terpenting sekarang itu kamu fokus sekolah, gak perlu pikirin Ayah. Keluarga kita udah lengkap tanpa ada hadirnya Ayah,"

"Tapi aku juga anak Ayah 'kan? Aku juga mau punya Ayah, aku juga mau punya orang tua, kalo Ibu memang udah jelas-jelas meninggal, tapi Ayah kan belum tentu Kak," Mata Christy mulai berkaca-kaca. "Aku juga sering di jadiin bahan bercandaan di sekolah karena aku gak punya orang tua kayak mereka,"

"Kakak tau pasti capek di jadikan bahan bercandaan sama orang yang kaya gitu, ga usah di denger, tutup telinga kamu dari omongan orang lain yang bikin hati kamu sakit," Eli menghembuskan nafasnya kasar. "Mereka gak akan tau yang bener itu kayak gimana, mereka gak akan pernah ngerti rasanya di jadikan bahan bercandaan kaya gitu itu gimana,"

"Gini deh sekarang, kalo kamu dengerin mereka perlahan mental kamu bakal hancur, mereka belum kenal kamu lebih jauh, terus tiba-tiba jadiin kamu bahan bercandaan gitu? Kak Eli tanya, apa perlu di dengerin yang kaya gitu?" Christy menggelengkan kepalanya beberapa kali.

"Telinga adek kakak yang paling cantik ini gak boleh kotor karena dengerin omongan mereka yang kaya sampah. Sekarang kita pulang, ya? Kemungkinan kamu udah di tungguin sama Muthe, mungkin Zee juga." Eli mengelus puncak kepala Christy.

Christy menatap Eli dengan matanya yang berkaca kaca, dengan sekuat tenaga ia memeluk Eli sambil menangis. "Maafin aku udah nanya kaya gitu. Aku harusnya bersyukur udah di kasih keluarga yang baik sama aku,"

"Utututuu.. Udah ah! Jangan nangis-nangis di pinggir jalan gini, malu tau!" hibur Eli, Christy pun hanya tertawa kecil. Ia mencium pipi sang kakak lalu kembali berjalan berdampingan dengan kakaknya. Digandenglah tangan Eli olehnya, ia tersenyum senang, ia bahagia mendapat keluarga sebaik ini, dia sangat beruntung memiliki keluarga yang menyayanginya dengan tulus.








































Tbc.

Maaf pendek

Vote and comment ya!

-pikaa

Kotak Harapan dan Kisahnya || ENDحيث تعيش القصص. اكتشف الآن