2.1 || Target

954 97 4
                                    

"Ge!" Gracia sedikit terperanjat kaget, dia memukul bahu Sean cukup kencang sebagai pembalasan. "Ngelamun mulu lo ah." Sean duduk di samping Gracia, membuka botol minuman kemasan lalu di berikan pada Gracia.

Setelah Sean meminum beberapa teguk minuman itu, dirinya menatap Gracia heran. "Lo kenapa sih Ge? Diem mulu dari tadi, biasanya juga cerewet banget, bawel, gak bisa berhenti ngomong, kerjaannya marah-marah mu-"

"Lo mau nanya gue kenapa atau mau jelek-jelekin gue?" Gracia menatap Sean sinis, kini Sean hanya menggaruk lehernya yang tak gatal lalu terkekeh kecil.

"Ini beneran nanya deh, lo kenapa coba? Lagi ada masalah ya?" Sean menebak jawaban Gracia. Gracia hanya mengangguk ringan lalu menghembuskan nafasnya kasar.

"Gue kemarin ngelakuin hal fatal. Gue nuduh adik gue sendiri main sama om-om, gue juga bilang dia sama aja kaya Perempuan Liar," Gracia menghembuskan nafasnya, lagi. Dia meneguk minuman yang ia genggam.

Gracia menatap Sean yang tengah membulatkan matanya. "Lo serius Ge? Ini adik lo yang mana juga nih, Ajiji Ajiji itu?"

"Bukan Zee. Tapi Muthe. Gue bilang gitu kemarin, gue juga bentak dia abis-abisan, ujungnya sekarang dia takut kalo ketemu gue. Dia juga tadi pagi menghindar mulu, adik gue yang lain juga kaya gitu. Dia natap gue dengan tatapan benci," jelas Gracia.

"Adik lo ngga mungkin benci sama lo. Mereka pasti cuman masih kesel aja sama lo, lo udah minta maaf sama Muthe?" Gracia menggelengkan kepalanya. "Gue harap lo segera minta maaf, biar masalahnya juga cepet selesai,"

"Thanks." Gracia tersenyum manis pada Sean. Entahlah mengapa tangan Sean bergerak mengelus puncak kepala Gracia sambil tersenyum. Gracia juga malah terdiam kikuk, dirinya merasa ada yang berbeda. Setelah Sean sadar dengan apa yang dirinya lakukan, dia segera melepaskan tangannya dari kepala Gracia.

Rasanya menjadi canggung.

° ° °

Christy berjalan sendirian di trotoar jalan, Zee pergi untuk ekskul musik, sementara Muthe mengatakan dia ada urusan yang sangat penting. Jadilah Christy pulang seorang diri. Dia menghembuskan nafasnya pelan, kebetulan hari ini tak terlalu panas walaupun di siang bolong seperti ini.

Christy masih memikirkan bentakan Gracia pada Muthe beberapa hari yang lalu, dia sama sekali tak menyangka jika Gracia akan berbicara seperti itu pada Muthe. Perempuan Liar? Rasanya Christy tak menyangka Gracia bisa mengatakan itu pada Muthe, kakak ke-enamnya.

Sepulang sekolah, Christy berniat menuju pemakaman umum, di mana itu tempat Kakak pertamanya, Shani. Tak lupa dia juga membeli satu tangkai bunga mawar untuk di taruh pada makam Shani. Ini ketiga kalinya Christy datang ke tempat peristirahatan sang kakak, yang pertama kala Shani di kuburkan, kedua saat Zee memenangkan perlombaan, dan ketiga sekarang.

Christy mengelus nisan sang kakak sambil tersenyum tipis. Dia merindukan kakak pertamanya, sekarang tak ada lagi Shani yang memanjakannya, Shani yang selalu mengecup keningnya setiap tidur, dan Shani yang selalu memberikan semangat padanya setiap hari. Sekarang keadaan rumah tanpa Shani rasanya sangat sepi, semua kakaknya terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Gracia, Eli, dan Gita sibuk bekerja, begitu pula dengan Zee dan Muthe, mereka sibuk dengan dunianya masing-masing. Lalu Christy? Dia merasa kesepian di sini.

Dunianya terasa hambar. Mata Christy mengeluarkan tetesan air mata, sambil tangannya yang terus mengelus nisan Shani dia menangis sambil tersenyum, air matanya tak berhenti menetes. "Aku kesepian kak..."

Suara petir menyambar, di lihatnya langit sekarang sudah di penuhi awan berwarna kelabu. Melihat langit yang sudah gelap, Christy segera mengusap air matanya, mengecup nisan sang kakak beberapa kali lalu menaruh bunga yang ia bawa tadi di atas makam sang kakak. Christy segera keluar dari pemakaman itu, tapi sayangnya hujan turun sangat deras, Christy tak membawa payung atau pun jas hujan. Dirinya memutuskan untuk diam di halte bus agar seragamnya tak basah.

Bosan sudah rasanya Christy berdiam diri di halte bus ini, hujan belum reda sampai sekarang, dia hanya mampu berdecak sambil memainkan air yang menetes di depannya.

Sebuah mobil hitam berhenti di depan Christy, awalnya Christy tak menghiraukan mobil itu, tetapi setelah sang pemilik mobil itu keluar Christy tersenyum. Sang pemilik mobil itu menghampiri Christy sambil sedikit berlari karena hujan masih belum reda.

"Ngapain kamu di sini Christy?"

"Aku mau pulang Pak Ares, tapi masih hujan," Pria dengan nama Ares itu menghembuskan nafasnya pelan. Dia adalah laki-laki yang sempat bertemu dengan Christy di toko buku saat itu,

"Ayok saya antar." Ares membuka pintu mobilnya agar Christy masuk ke dalam, mau tak mau dia ikut pada Ares, dari pada dia terus terjebak di halte dan tidak bisa pulang bukan? Lebih baik dia menumpang pada Ares.

Mobil Ares melaju dengan kecepatan sedang setelah Christy memberitahu alamatnya. "Kenapa kamu diam di halte bus yang sepi itu Christy?" Ares membuka topik pembicaraan.

"Aku abis ke rumah kakak aku Pak. Tadi abis cerita aja, Bapak kok bisa di sini?"  Christy bertanya kembali.

"Tadi jalan yang biasa saya lewati banjir, jadi saya jalan sini aja. Kebetulan juga daerah ini sepi," Christy mengangguk tanda paham.

"Kamu tadi habis dari rumah kakak kamu 'kan? Rumah nya di sebelah mana, saya lihat di sini gak ada rumah yang kelihatan," Sepanjang perjalanan memang tak ada rumah sama sekali, hanya pepohonan rindang dan jalanan lurus.

"Aku habis ziarah, rumah kakak ada di sana Pak," Ares menghembuskan nafasnya pelan.

"Kamu tinggal dengan siapa kalau kakak mu sudah meninggal?"

"Kakak aku kan gak cuman satu, aku punya enam kakak, perempuan semuanya. Satu sudah meninggal, tiga masih bekerja, dan dua lagi masih sekolah," Ares hanya ber-oh ria, dia mengangguk beberapa kali.

"Maaf Christy, tapi orang tua kamu. Mereka kemana?" Ares bertanya dengan ragu. "Kalau kamu tidak mau menjawab juga tidak apa-apa,"

Christy menghembuskan nafasnya pelan. "Ibu udah ngga ada sejak aku lahir ke dunia, jadi Ibu meninggal waktu ngelahirin aku. Kalo Ayah, aku gatau dia kemana. Aku gak pernah liat dia selama aku hidup ini, foto pun ngga ada. Aku juga sebenernya penasaran sama Ayah aku."

Ares menganggukan kepalanya beberapa kali, mereka sebentar lagi sampai di tempat. "Eh Pak. Saya turun di sini saja."

"Loh? Kenapa? Ini belum sampai," Ares menghentikan mobilnya di pinggir jalan.

"Eh, ini. Rumah aku masuk gang Pak, mobil Bapak gausah masuk," Christy tak sepenuhnya berbohong karena rumahnya memang masuk ke dalam gang. Tetapi mobil masih bisa masuk kesana.

"Beneran?" Christy mengangguk cepat.

"Makasih ya Pak sudah anterin saya," Christy mencium tangan Ares lalu keluar dari dalam mobil, dia melambaikan tangannya pada Ares sambil tersenyum dan berlari kecil.

Di dalam mobil Ares mengangkat salah satu ujung bibirnya, menempelkan handphone di telinganya. "Dugaan lo gak pernah salah. Ini bener-bener target gue."























































Tbc.

Wahduhhh..
Siapa sih si Ares Ares itu

Lama tidak up ya saya.
Mending kalian follow tiktok sayaa.
tt : @pikapeyypika

Vote and Comment!
Dadaah babayyy!

-pikaa

Kotak Harapan dan Kisahnya || ENDDonde viven las historias. Descúbrelo ahora