2.5 || Rindu dan Rasa Sayang

800 103 14
                                    

Cahaya kecil yang muncul dari sela-sela jendela itu membuat Gita sedikit terusik, dia baru saja terbangun dari tidurnya semalam, dia menatap sekeliling kamarnya yang ternyata sudah tak ada siapa pun. Eli dan Gracia mungkin sudah pergi bekerja, sementara Zee, Muthe dan Christy pastinya sudah pergi ke sekolah. Dia menatap jam dinding yang menempel pada tembok kamar, ini sudah pukul delapan pagi, dan Gita baru saja bangun.

Gita sedikit mengucek matanya, sejujurnya dia masih mengantuk karena begadang semalam hanya untuk memperlihatkan orang-orang yang tengah mengintai rumah mereka pada Eli. Dia bangun tanpa membereskan tempat tidurnya terlebih dahulu, di lihatnya juga tempat tidur yang lain belum di bereskan, hanya tempat tidur Shani yang rapih. Gita tersenyum, sudah lama tak melihat penghuni kasur tersebut, rasanya rindu.

Dia menatap foto Sang Kakak yang berada di atas nakas, itu fotonya yang sengaja Zee cetak sebagai pajangan di rumah. Gita mengambil fotonya, sudah cukup berdebu, jarang di bersihkan. Dia membersihkan foto itu dengan bajunya, Gita kembali duduk di kasur miliknya, mengelus foto mendiang Sang Kakak sambil tersenyum lalu perlahan memeluk foto kecil tersebut sambil tersenyum manis, Gita rindu, sangat rindu. "Kangen Kak.."

Dia kembali meletakkan foto tersebut di atas nakas, membuka pintu kamarnya lalu pergi menuju dapur. Ternyata Eli belum berangkat bekerja, dia tengah memasukkan nasi ke dalam kotak makan, berserta telur yang baru saja dia goreng. Gita menyempatkan diri untuk pergi ke kamar mandi, dia hanya menggosok gigi serta mencuci wajahnya.

Setelahnya dia kembali keluar dari kamar mandi, duduk di sofa ruang tengah bersama dengan Eli yang tengah memakai sepatunya dan memasukkan barang-barang yang harus ia bawa selama bekerja. "Lo, pulang kapan?" tanya Gita.

"Kenapa emang?" Bukannya menjawab Eli malah kembali bertanya.

Gita berdecak. "Pulang kapan?" tanya Gita sekali lagi.

"Siang nanti pulang. Kenapa?" Eli mengerutkan keningnya.

"Sana pergi. Nanti telat." Eli hanya memutar bola matanya malas, tak puas mendengar jawaban Gita yang bergitu tak sesuai dengan harapannya.

"Iya. Gue kerja dulu ya!" Gita hanya berdehem sambil menyalakan televisi, Eli sudah keluar rumah.

Cukup lama Gita menonton televisi, dia hanya menonton siaran berita yang sering di tayangkan di televisi setiap paginya. Gita menatap jam yang terpajang di dinding ruangan tengah, sudah menetapkan pukul sembilan lebih tiga puluh menit. Dia segera menuju kamar mandi, segera melaksanakan ritual mandinya.

Dia juga membereskan kamar.

Sudah selesai Gita menyeduh kopi, membawanya keluar lalu menyalakan rokoknya. Dia hendak kembali ke rumah sakit untuk bertanya pada petugas cctv tersebut. Gita rasa jika petugas cctv itu terus berbohong, dia harus menghajarnya. Begini-begini Gita cukup hebat dalam hal bela diri, dia pernah mengikuti ekskul karate di sekolahnya.

Setelah kopi dan dua batang rokoknya habis, Gita segera berjalan menuju rumah sakit. Dia akan menaiki angkutan umum lalu akan sedikit berjalan lagi untuk sampai di rumah sakit.

Gita kini kembali ke rumah sakit, kembali mencari rekaman yang ia inginkan. Dia tengah mengotak-ngatik komputer di depannya, sesekali dia berdecak karena masih tak menemukan rekaman yang ia inginkan.

Kali ini Gita sendirian, Eli tidak bisa ikut karena harus bekerja, sementara Gita menyempatkan waktunya untuk mencari rekaman yang hilang itu. Seharusnya ada rekaman tepat pukul empat sore, tetapi ini tidak ada sama sekali, terlebih rekaman yang di dapatkan Gita hanya lah tepat pukul empat sore lebih lima belas menit.

Gita terus mencari celah, sampai di mana dia mendapatkan rekaman yang hanya berdurasi tiga detik, di sana ada seseorang yang tengah berlari menuju pintu luar. Gita terdiam beberapa saat, seseorang itu memakai pakaian serba hitam, Gita memperlambat kecepatan rekaman tersebut. Setelahnya dia memasukkan rekaman itu pada ponselnya. Gita juga sudah mengecek cctv lainnya, tetapi seseorang dengan pakaian hitam itu tidak ada di rekaman lain, terlihat sudah ada yang sengaja menghapusnya.

Setelah selesai Gita keluar dari ruangan tersebut, namun tanpa sengaja Gita mendengar sesuatu.

"Gawat Pak. Dia menemukan sebuah rekaman kecil."

Gita menggeram, dia hendak masuk, namun tangannya di cekal oleh seseorang, dia Eli yang baru saja datang. Eli tau Gita akan kembali datang ke rumah sakit karena dia tak akan puas jika belum mendapatkan hasik yang dia inginya. Eli sengaja datang karena dia takut Gita kehilangan kendali di tempat umum seperti ini. Eli membawa Gita secara paksa keluar dari rumah sakit, Eli membawa Gita ke toko servise milik Gita dengan sedikit pemaksaan.

"Li! Lepasin!" kata Gita sambil sedikit memberontak.

"Diem."

Dan kini mereka sudah sampai di sana.

"Kenapa sih Li?!" Gita melepaskan cengkraman Eli dengan kasar. "Lo ganggu tau gak!" katanya dengan dada yang masih naik turun karena menahan amarah.

"Lo jangan aneh-aneh Git! Kalo lo serang penjaga tadi, lo bisa masuk penjara, bego!" Eli menoyor kepala Gita sedikit kencang.

"Dia yang hapus rekaman itu! Gue gak bisa diem aja!" Gita mengepalkan tangannya lebih kuat.

"Nggak pake kekerasan! Lo bisa masuk penjara!" Eli mendorong bahu Gita cukup kencang.

"Gue mau lakuin itu buat keluarga kita! Gue mau lakuin itu karena Kak Shani!" kata Gita dengan suara yang keras.

"Gue ngerti! Tapi gak pake kekerasan Gita, lo bisa masuk penjara nantinya!" kata Eli tak kalah keras juga.

"Lo ngerti perasaan gue gak sih?! Gue cuman pengen tau! Gue cuman pengen bales dendam sama siapa pun yang udah bunuh Kak Shani!" katanya dengan suara yang serak.

"Gue cuman pengen tau siapa yang bunuh Kak Shani.." Gita terisak, mata nya mengeluarkan air mata yang cukup banyak. "Gue cuman pengen itu Li! Gue cuman pengen tau itu.." Gita terduduk sambil menangis kencang.

Eli menundukkan kepalanya, lalu ikut terduduk di hadapan Gita. Mata Eli memanas rasanya. "Gue mau lakuin itu karena gue sayang," Dada Gita terasa lebih sesak. "Gue sayang, gue sayang Kak Shani Li." Eli memeluk Gita begitu erat, matanya juga mengeluarkan air mata.

"Maaf.."

Gita memeluk Eli tak kalah erat, dia menenggelamkan kepalanya di dada Eli sambil menangis hingga suaranya terdengar samar.

"Gue sayang sama kak Shani.." katanya dengan suara yang kurang terdengar karena menangis di dalam pelukan Eli.

Untuk kali ini, Gita kembali menangis.

Dia hanya bisa menangis di depan Shani, dan juga di depan Eli.



































































Tbc.

Gita kangen Shani tuh.

Pada libur gak? Pada kemana liburnya?

Aku sih diem di rumah aja, nyempetin dikit-dikit nulis walaupun lagi di kejar tugas akhir, wkwk.

Vote and Comment!

-pikaa

Kotak Harapan dan Kisahnya || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang