0.4 || Mengingat Kembali

1.4K 142 3
                                    

Malam ini Shani sedang membantu Zee, Muthe, dan Christy mengerjakan pekerjaan rumah. Shani memang cukup sering membantu adik-adiknya mengerjakan pekerjaan rumah, terkadang juga Gracia yang membantu pekerjaan rumah mereka, namun hari ini, kebetulan Shani sedang ada di rumah, lebih tepatnya baru saja pulang ke rumah.

"Jadi kalo bilangan nya di kali, pangkatnya jadi di tambah. Nah, kalo bilangan nya di bagi baru di kurang. Nih liat contohnya," tunjuk Shani pada buku milik Zee, Shani selalu membantu menjelaskan mengenai beberapa pelajaran yang Zee, Muthe dan Christy tidak mengerti, mengingat bahwa dulu Shani murid berprestasi di sekolah.

Zee hanya menggaruk tengkuk nya yang tak gatal, mengapa harus ada soal seperti ini sih? Jika tentang chord atau sesuatu yang berbau dengan musik pasti nilai Zee selalu bagus, Zee memang malas untuk mengerjakan hal seperti ini, dia selalu malas dalam berhitung.

"Zee perhatiin dulu, jangan melamun," kata Shani, menatap Zee yang tengah melamun.

"Eh- Iya-iya Kak," Zee kembali menatap bukunya, mengerjakan beberapa soal dengan cara yang di jelaskan Shani tadi.

Eli menghampiri mereka yang sedang mengerjakan tugas, tepat saat itu juga Muthe menepuk kepalanya pelan. "Kak! Aku lupa ada tugas lukis!" katanya dengan sedikit berteriak, mampu membuat Eli terperanjat karena dia tipe orang yang sangat mudah terkejut.

"Loh? Kenapa ga ngomong dari tadi sih?" tanya Shani sambil berdecak sebal, kebiasaan memang Muthe ini, selalu lupa jika ada Pekerjaan Rumah.

"Lupa, hehe.." jawab Muthe lalu menggaruk kepalanya sambil cengengesan. Sekarang Shani bingung, ia harus mencari Kanvas di mana? Malam-malam seperti ini pula, belum lagi ia takut uang nya kurang.

"Yaudah nanti Kakak chat Kak Gita ya, semoga dia mau di suruh beliin Alat-alat lukis,"

Eli sampai tak jadi duduk kala Muthe berkata ia membutuhkan Kanvas, rasanya ia punya satu Kanvas lagi yang tersisa. Jangan salah, walaupun Eli terkadang freak, dia juga memiliki bakat, dia sedikit berbakat dalam hal melukis. Eli membuka laci di bawah kasurnya, dan benar! Kanvas itu ada di sana, beserta kuas-kuas yang sudah sedikit berdebu karena sudah lama tak di pakai, di sana juga ada cat yang masih tersisa sangatlah banyak. Eli segera membawa semua alat lukis itu pada hadapan Muthe.

"Dari mana Li? Kok kamu punya alat lukis gini? Lumayan banyak lagi," Shani sedikit bingung melihat alat lukis Eli.

"Lupa Kak? Aku emang suka lukis kok," Nah! Shani baru ingat, saat Eli masih kecil memang senang melukis, menggambar dan hal lainya yang berbau seni.

Ingatan Shani seolah-olah menyetel berbagai kaset di masa lalu, kala itu dia masih menjadi anak kecil yang senang bermain, kala itu adik bungsunya belum lahir, baru ada dirinya, Gracia, Gita, Eli, Zee, dan terakhir Muthe yang masih bayi.

"Kak Shani! Gambal ku bagus kan?"

"Kak Shani! Gita habis pasang batre di lemot TV, kelen enggak?"

"Kak, coba baca deh! Aku baca buku cerita baru!"

Teringat jelas di kepala Shani kala itu ia masih berumur delapan tahun dirinya senang sekali belajar kala itu, Gracia masih kelas Satu SD kala itu tepat berumur enam tahun, hobinya membaca buku, setelah umur nya mulai menginjak dua belas tahun Gracia jadi hobi menulis.

Gita juga masih berumur empat Tahun, dia senang dengan hal yang berbau dengan peralatan elektronik, Eli yang masih berumur tiga tahun dia sangat suka menggambar, Zee yang berumur satu tahun masih belum jelas dalam berbicara, tetapi dia senang bersenandung dengan Ibu, dan Muthe yang masih bayi masih sering di pangku oleh Ibu dan Shani. Lucu jika di ingat-ingat, mereka semua masih polos, bicara pun masih sedikit cadel, Eli dan Gita juga masih sering bertengkar. Lucu sekali rasanya, Shani jadi senyum-senyum sendiri.

Sekarang Shani menatap Eli yang sedang membantu Muthe membuat lukisan, kata nya mereka akan membuat lukisan matahari yang sedang terbenam. Eli menggambarkan sketsa nya terlebih dahulu, setelahnya ia membiarkan Muthe mengerjakannya sendiri. Dia hanya menatap Muthe sambil sesekali memberitahu atau sedikit membantu.

Pintu yang terbuka mengalihkan atensi mereka, di sana ada Gita yang tengah kembali menutup pintu, lalu mulai mendekati mereka yang tengah berkumpul. Muthe yang melihatnya segera berlari menghampiri Gita untuk memeluknya. "Kemana aja sih. Gak pulang-pulang, kangen tau!" rengek Muthe sambil mengerucutkan bibirnya, membiarkan wajahnya itu mengenai dada Gita dan memeluknya erat.

Gita tersenyum tipis melihat Muthe yang tengah merengek padanya, dia melepaskan pelukan itu secara perlahan lalu tersenyum pada Muthe yang tengah mengerucutkan bibirnya. "Kerjain dulu Pr nya, kakak mau mandi," Gita mengelus kepala Muthe lembut lalu pergi meninggalkan Muthe yang berdiri sambil melipat tangannya di depan dada. Dia kembali menuju tempat ia mengerjakan Pr dan mengerjakan beberapa soal lagi yang belum ia selesaikan. Shani hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil terkekeh kecil kala melihat Muthe yang cemberut karena Gita yang terlalu cuek padanya.

Gita berjalan menuju kamar mandi, tak lupa ia mengambil handuk nya terlebih dahulu. Namun ternyata, ada orang di dalam kamar mandi itu. Pasti Gracia, siapa lagi kan? Tak membutuhkan waktu yang lama Gracia keluar dengan keadaan rambut nya yang basah. "Baru pulang? Baru inget rumah?" katanya saat melihat Gita yang berdiri di ambang pintu sambil menatap Gita tajam.

Gita tak menjawab ucapan Gracia, dia langsung menyingkirkan tubuh Gracia dari sana lalu masuk ke dalam kamar mandi dan melakukan ritual mandinya dengan tenang, sejujurnya ia sedang malas bertengkar dengan Gracia.

Muthe semakin fokus melukis, pipinya yang menggembung membuat Eli yang melihatnya pun tersenyum gemas, lucu katanya. Tak tahan gemas Eli mencubit pipi Muthe sedikit kencang. "Kak! Diem ah," kesalnya, memutar bola matanya malas setelah melihat Eli tertawa.

Sekali lagi Eli mencubit pipi Muthe karena gemas lalu tertawa melihat wajah Muthe yang kesal padanya. Mau bagaimana pun ini Eli, dia tetap usil. Kali ini dia sedang mencolek-colek pipi chubby Muthe. "Udah Li, jangan di ganggu ah," tangan Shani mengambil tangan Eli yang seenak jidat mencolek-colek pipi Muthe.

Eli menggaruk tengkuk nya yang tak gatal, sedikit cengengesan. "Hehe, iyaaa.."

Muthe bisa menyelesaikan lukisannya dengan cepat karena Eli sudah tak menganggunya lagi. Lukisan milik Muthe begitu indah walaupun masih sedikit berantakan. "Minimal makasih," sindir Eli.

"Iya-iya, makasih ya Kak Eli.." Muthe memeluk Eli kencang, hendak mencium pipinya namun Eli menahan kepala Muthe dengan cepat. "Ga cium-cium juga ya The!"

"Pelit!"

"Biarin!"

"Udah-udah, semua udah selesai kan tugasnya? Sekarang kalian tidur, besok kalian harus sekolah," kata Shani sambil membantu Zee dan Christy membereskan alas tulisnya. Muthe pun juga membereskan alat lukis yang tadi di pakai, Eli pergi keluar rumah, mungkin akan bersantai-santai di teras rumah, yang tersisa di sana pun masuk ke dalam kamar, Muthe, Zee dan Christy mulai beranjak untuk tidur. Shani berjalan menghampiri mereka untuk mengecup kening mereka satu persatu, lalu mematikan lampu kamar.

Shani sekarang duduk di sofa lusuh di ruang tengah. Menatap televisi yang menyala tanpa niat, matanya memang menatap ke arah televisi, tapi otaknya memikirkan hal lain, seolah-olah televisi itu yang menontonnya melamun, bukan Shani yang menonton televisi.

Dia mengingat jika spp ketiga adiknya belum di bayar, bukan apa-apa, sekolah juga tak menuntut, tapi Shani takut adiknya di bully oleh teman lainya, mengingat dulu dia juga diperlakukan seperti itu, dia hanya terkekeh kecil sambil mengingat kembali bagaimana dirinya dahulu di perlakukan secara tidak baik di sekolah, dia tak ingin apa yang terjadi pada dirinya dulu akan terjadi juga pada adik-adiknya.




































































Tbc.

Jangan lupa vote and comment!
Nantikan part selanjutnya.
Draft terakhir, selanjutnya bakal jarang up

-pikaa

Kotak Harapan dan Kisahnya || ENDWhere stories live. Discover now