0.5 || Biar Gak Kayak Kakak

1.4K 141 4
                                    

Matahari terasa sejuk pagi ini, hembusan angin kecil masuk ke dalam jendela, meniup pelan rambut Gracia yang sedang mengelap kaca-kaca rumah. Dari arah samping Gracia begitu terlihat cantik, tak heran lagi, dia memang memiliki wajah samping yang indah, sangat indah. Bahkan walaupun hanya bayangan saja itu sudah terlihat cantik, rambutnya lurus tergerai, matanya berwarna coklat tua, hidung nya mancung bergaya roman, bulu matanya yang lentik serta bibirnya yang tipis.

Kini Gracia sedang membereskan rumah, kebetulan ia sedang sendirian di rumah. Shani pergi bekerja, entah bekerja dimana, Gita berada di Toko Service miliknya, Eli bekerja di Cafe karena ia sedang mendapatkan jadwal bekerja pagi, dan ketiga anak terakhir tentu sudah pergi menuju sekolah.

Setelah selesai mengelap kaca rumah, ia pergi ke meja makan. Duduk di sana sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang, sudah dua hari ini Gracia tak bekerja sama sekali, terkadang dia minder dengan kedua adiknya yang memiliki pekerjaan tetap, sementara dirinya hanya diam di rumah. Gracia pernah bekerja di Cafe sebelumnya, ia menjadi pelayan di sana, namun ia merasa tak cocok bekerja di Cafe. Gracia terlalu ceroboh, tak sedikit gelas atau piring yang sudah ia pecahkan di sana.

Gracia menghembuskan nafasnya pelan. "Gue kerja jadi apa ya," gumam Gracia, dia menopang dagunya dengan kedua tangan. Suara pintu yang dibuka pun terdengar, Gracia mengalihkan pandangannya, di sana ada Gita yang memakai topi hitam kesayangannya.

Tak menghiraukan Gracia yang sedang duduk di meja makan, Gita langsung masuk ke kamar mandi. Mungkin panggilan alam. Gracia kembali menopang dagunya dengan kedua tangan, kembali memikirkan ia harus bekerja menjadi apa, hobi nya memang menulis tetapi Gracia hanya menjadi penulis itu tak menghasilkan banyak uang. Gracia hanya mengandalkan aplikasi berwarna orange sebagai pelepasan hobi nya, tak menghasilkan uang karena memang aplikasi itu tak bisa menghasil uang. Memang sesulit itu baginya untuk menjadi penulis terkenal, hebat dan menghasilkan uang yang banyak.

Gita keluar dari kamar mandi, dia duduk di sofa sambil memainkan ponsel miliknya. "Git," panggil Gracia begitu pelan, namun pendengaran Gita memang tajam, ia menatap kakak keduanya sambil menaikan satu alis.

"Lo ga ada kenalan yang lagi butuh apa gitu?"

Gita mengerutkan keningnya, berusaha mencerna ucapan Gracia yang begitu membingungkan. "Maksudnya?"

"Gini lho. Gue pengen kerja, lo ga ada kenalan orang yang lagi butuh apa gitu. Yang lagi butuh orang kerja di rumahnya, atau apalah, gue mau kok jadi apa aja," Gracia menjelaskannya. Walaupun Gita masih bingung, tipis-tipis ia bisa mencerna apa yang di bicarakan oleh Gracia.

"Mau kerja apa emang?"

"Apa aja deh yang penting gue kerja,"

Gita mengangguk paham. "Ada kok, bisa kendarain motor?"

"Bisa, emang kerja apa?"

° ° °

Sore ini Zee belum pulang ke rumah, ia masih memakai seragam sekolah kebanggaannya. Dia menutupi terlebih dahulu seragamnya menggunakan hoodie lalu mulai memetik Gitar yang ia pegang sekarang. "Semangat Zee!" katanya menyemangati diri sendiri.

Dia mulai berjalan sambil memainkan gitarnya, terkadang berhenti di warung-warung pinggir jalan untuk menyanyikan sebuah lagu, terkadang juga ia akan bernyanyi di lampu merah, sudah tau kan Zee sedang apa? Iya, dia mengamen lagi, dia memang keras kepala.

Kotak Harapan dan Kisahnya || ENDDonde viven las historias. Descúbrelo ahora