Dua puluh satu

3.7K 486 42
                                    

Setelah hampir setengah jam Sunghoon menunggu di ruang informasi. Akhirnya Sunghoon memutuskan untuk keluar. Sean tak kunjung datang. Yang Sunghoon khawatirkan adalah batrai Sean. Kalau Sean masih di dalam mall, mustahil ia tak dengar informasi itu. Dan Sean nggak mungkin keluar mall.

Jadi, satu-satunya kemungkinan yang masuk akal sekarang adalah batrai Sean udah hampir habis, dan Sean duduk di suatu tempat menunggu Sunghoon menjemputnya.

Sunghoon berdiri di depan pintu ruang informasi, melihat sekeliling. Jujur, Sunghoon lelah, kakinya udah sakit, kepalanya pun pusing. Tapi ia nggak boleh berhenti gitu aja. Dengan sisa tenaga yang sedikit itulah Sunghoon kembali menelusuri seluruh lantai 3, lalu naik ke lantai 4, lanjut ke lantai 5, dan berakhir di lantai 6. Sunghoon duduk sebentar, kakinya sakit sekali. Nafasnya sesak.

Sunghoon melihat toko sepatu, lalu ia memutuskan untuk membeli sandal, kalau ia terus berjalan pakai sepatu, kakinya bisa aja terluka. Setelah mengganti sepatu dengan sandal, lalu memasukkan sepatu ke dalam kantong. Sunghoon kembali turun ke lantai 5, lanjut lantai 4, terus ke lantai 3, dan berniat turun ke lantai 2. Saat ia sudah melangkah ke eskalator turun, mata Sunghoon menangkap sosok di lantai 3 yang sedang jalan tertatih-tatih sambil memegang pegangan di dinding pembatas. Sosok itu membelakanginya. Tapi dari bajunya Sunghoon yakin. Itu Sean.

Sunghoon menuruni eskalator dengan sedikit berlari, lalu naik lagi. Berlari lagi.

Semakin ke atas, semakin jelas sosok itu.

Nggak salah lagi, itu Sean.

Berjalan pincang sambil memegang dinding menuju... ruang informasi?

Jadi Sean memang mendengar pengumuman itu.

Setelah bebas dari eskalator, Sunghoon mengacuhkan sakit kakinya dan berlari sekencang yang ia bisa. Mendekati Sean.

"Sean?"

Sosok yang ia panggil itu berhenti lalu memutar tubuhnya.

"O..om Sunghoon."

Sunghoon segera menarik tubuh lemas Sean ke pelukannya. Menahan pinggang Sean agar tubuhnya tak merosot. Sean pucat. Bibirnya yang biasanya berwarna pink benar-benar sudah sewarna dengan kulit putihnya. Matanya merah. Bekas mengeluarkan air mata. Tubuhnya gemetaran.

Sean nggak bisa nahan nangis lagi. Ia menangis sejadi-jadinya dipelukan Sunghoon.

"Om."

"Iya, saya di sini."

Sunghoon mengelus punggung Sean. Membiarkan Sean menangis. Apa yang Sean rasakan juga ia rasakan saat ini.

Rasa lega luar biasa menghampiri keduanya.

"Ini salah saya, saya minta maaf."

Sean menggeleng lalu berusaha untuk mengehentikan tangisnya.

Bukan Sunghoon yang salah.

Sunghoon melepaskan pelukannya. Dengan pelan ia mengambil tangan kanan Sean lalu melihat batrainya.

8%

Nafas Sunghoon tercekat. Tubuh Sean mendingin.

"Udah tau 8% kenapa masih jalan?"

Sean hanya diam sesegukan.

Mereka saat ini ada di lantai 3, mustahil Sean bisa turun ke lantai satu dalam keadaan batrai segini.

Dan,

Sunghoon mengangkat tubuh Sean. Menggendongnya ala bridal. Lalu berjalan menuju lift.

Sean pasrah. Ia tau mereka lagi jadi pusat perhatian, tapi apa daya. Sean juga tau, kalau ia jalan, maka suatu yang buruk akan menimpanya.

My Barbie Doll | Sunsun's storyWhere stories live. Discover now