Tiga puluh empat

3.2K 412 14
                                    

Lia menghentikan motornya di depan rumah bercat coklat dengan pagar berwarna hitam. Rumah yang tiga bulan lalu lumayan sering Sean datangi. Dari luar rumah itu tampak biasa saja. Siapa sangka, penghuninya tidak biasa-biasa saja.

Sean menelan ludahnya susah payah. Ia takut. Tubuhnya gemetaran, plus keringat dingin membanjiri dahinya.

"Yuk, Sun."

Sean mengangguk lalu berjalan di belakang Lia. Sean berharap, semoga orang tua Riki dan juga Riki sendiri mau memaafkannya.

Lia mengetuk pintu rumah itu.

Pintu terbuka dengan pelan. Sean menahan nafas. Jantungnya begitu ribut. Ini sungguh menegangkan dibanding dipanggil dosen maju ke depan mengerjakan soal.

"Halo selamat pagi."

Sean bisa mendengar suara Lia yang sedikit gemetar. Ia bersembunyi di belakang Lia, sehingga tidak tau siapa yang buka pintu.

"Kak...Lia ya?"

Sean membeku. Itu suara Riki. Meskipun ia sudah lama tak mendengarnya, tapi Sean yakin.

"Ada apa kak?"
"Ini, kakak bawa seseorang."

Lia sedikit menyingkir dari tempatnya. Sean otomatis mengangkat kepalanya. Di sana, Riki kaget bukan main. Ia berjalan mendekat.

"Sunoo?"
"Hai."

Sean mengangkat sebelah tangannya berniat menyapa Riki.

"Lo kemana aja?"

Riki langsung memeluk Sean dengan erat. Sean meringis. Tubuh Riki jauh lebih tinggi dibanding dirinya. Tenaga Riki juga jauh lebih kuat.

Sean balas memeluk Riki. Ia rasakan pelukan Riki makin erat.

"Gue kangen lo, Sun."

Sean tersenyum. Riki anak yang baik. Tapi orang tua Riki yang buat dia jadi ditakuti. Termasuk Sean sendiri.

Beberapa saat kemudian, Riki melepaskan pelukannya. Menatap Sean sebentar, lalu menatap Lia. Banyak pertanyaan yang ingin ditanyakannya. Tapi pertama, ia harus menyuruh tamunya untuk masuk dulu.

"Kita bicara di dalam aja yuk."

Lia mengangguk, lalu berjalan mengikuti Riki yang sudah menarik Sean masuk.

Sean duduk di samping Lia di sofa. Sedangkan Riki langsung menuju dapur yang sesaat kemudian sudah membawa 3 botol minuman kaleng.

"Ayo diminum dulu."

"Orang tua kamu mana, Ki?"
Lia bertanya setelah meminum beberapa tegukan.

"Mereka ke rumah sodara kak."
Lia mengangguk. Menolehkan kepalanya ke Sean. Sean meringis.

Perasaan Sean saat ini kacau. Antara lega dan kecewa. Lega karna nggak ketemu orang tua Riki dan kecewa karna mungkin ia tak akan mendapat jawabannya hari ini.

"Sebenarnya ada yang mau kami, khususnya Sunoo tanyain. Makanya kami ke sini."

Riki menatap Sean. Ia tau, dari awal tadi Sean seperti ketakutan. Bahkan sekarang pun, Sean duduk sejauh mungkin darinya.

Sunoo kenapa?

"Sebelum itu, gue boleh nanya sesuatu dulu?"

Lia terdiam. Melihat ke arah Sean yang cuma bisa tersenyum lemah.

Lia mengangguk.

"Kenapa kakak kenal sama Sunoo?"

Jari-jari tangan Sean meremas kaleng minuman di tangannya. Riki nggak pernah kasar padanya. Tapi kenapa aura Riki sekarang bikin dirinya takut.

My Barbie Doll | Sunsun's storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang