Tiga puluh lima

3.4K 440 53
                                    

Sean mengernyitkan keningnya. Kenapa Riki malah bertanya seperti itu?

"Emang apa hubungannya?"

Riki menatap dalam mata Sean. Beberapa saat setelah itu, mengalihkan pandangannya.

"Gue minta maaf atas nama orangtua gue."
"Ki, jawab pertanyaan gue!."
"Seharusnya lo nggak punya banyak kenangan tiga bulan ini."
"Ki lo ngomong apa sih?"

Riki tiba-tiba berdiri.
"Lo yakin pengen jadi manusia lagi?"

Riki menunjuk Sean dengan telunjuknya. Ia baru saja melihat sesuatu di mata Sean. Mungkin apa yang akan ia katakan ini bakalan membuat Sean ragu. Bahkan memikirkan dua kali keputusannya.

"Gue nggak akan di sini kalau nggak yakin."

Riki menghembuskan napasnya.

"Kayak yang gue bilang tadi, sihir itu kayak mimpi buruk buat manusia. Setelah lo kebangun lo bakalan lupa sama mimpi lo, tapi lo tetap ngerasain takutnya."

Sean ikutan berdiri, "Gue nggak paham."

Riki mengarahkan tubuhnya sepenuhnya ke arah Sean. Menatap mata Sean dalam.

"Lo masih bisa jadi manusia lagi, Sun,"

Sean tersenyum. Bahkan Lia yang tadi cuma diam membiarkan dua sahabat itu berbincang, ikutan berdiri lalu tersenyum lebar.

"Tapi, lo bakalan lupa kenangan lo selama tiga bulan ini, dari awal lo disihir, sampai sihir itu dicabut. Lo bahkan lupa sama gue, orangtua gue, dan juga kak Lia."

Detik itu juga, darah berhenti mengalir di tubuhnya.
——————————————————————-

Sean diantarkan oleh Lia sampai ke rumah Sunghoon. Dari awal mereka keluar rumah Riki sampai Sean turun dari motornya, Sean tak bicara satu kata pun. Lia tau, apa yang dibilang Riki tadi cukup membuat Sean terpukul. Sean pasti tak ingin melupakan masa-masa saat ini. Saat dimana ia sudah merasa nyaman dengan orang-orang di rumah ini.

"Kamu tau kan, kakak bakalan dukung apapun keputusan kamu. Tapi Sun, ingat, jangan kasih tau Sunghoon apapun tentang hari ini."

Sean cuma mengangguk.

"Kalau nanti Sunghoon tanya kenapa batrai kamu sampai habis begini, bilang aja kamu jalan-jalan atau senam atau apa gitu. Oke?"

Lagi, Sean mengangguk.

"Kakak berharap kamu bisa jadi manusia lagi, hubungi kakak kalau kamu udah bikin keputusan ya? Kakak bakal nemenin kamu."

Sean menatap Lia lalu tersenyum kecil.

"Makasih ya kak."

Lia mengangguk lalu melajukan motornya.

Sean memutar kunci dan membuka pintu. Ia berdiri beberapa saat di depan pintu. Ia...sudah begitu nyaman dengan rumah ini.

Di kursi ruang tamu ini, ia mengingat kenangannya bersama Sunghoon. Sunghoon yang memeluknya, menciumnya. Sean berjalan sedikit lalu menutup pintu. Ia berjalan lagi dan berhenti lagi. Dari sini, ia bisa melihat seluruh isi rumah. Di kursi keluarga itu, banyak hal yang sudah terjadi di sana. Kenangannya bersama Sunghoon dan juga Hana.

Lalu matanya mengarah ke lantai atas. Kamar Hana. Ia sudah menganggap kamar itu kamarnya sendiri.

Hah

Sean melihat tangan kanannya, batrainya 40%. Ia seharusnya tidur jika tidak mau dimarahi Hana ataupun Sunghoon, tapi... ia sendiri tidak ngantuk, dan perasaan sedih itu membuatnya tak nyaman sama sekali.

Haruskah ia memberi tahu Sunghoon?

Tapi Lia bilang untuk merahasiakan ini, dan pasti ada alasannya kenapa Lia bilang begitu.

My Barbie Doll | Sunsun's storyWhere stories live. Discover now