Kehidupan Juna

260 36 1
                                    

"Pa, uang Juna udah menipis. "

"Kan kamu udah kerja, masa minta ke papa. "

"Beda dong! Kerja buat kehidupan Juna. Kalau uang saku ya minta sama papa lah. "

Papanya‐Ari langsung mendelik mendengar perkataan anaknya.  Namun tak ayal ia tetap memberikan uang jajan dengan di transfer ke rekening Juna. Karena bagi Ari, Juna itu masih kecil meskipun sudah kerja.

Padahal papanya tidak pernah memaksa Juna untuk bekerja, justru lebih menekankan pada pendidikan. Jadi sekarang Juna itu sedang berkuliah tingkat tiga sekaligus kerja di kantor papanya. Juna punya orang dalam yang bukan main-main.

"Sekarang mau ke mana?"

"Kuliah lah, pake nanya lagi. Ini Juna udah siap dari tadi, udah pake jas ini juga karena ada kegiatan. "

Setelah sarapannya selesai, Juna selalu berpamitan kepada papanya dengan cara memeluknya sebentar. Pantas Juna langsung berangkat untuk ke kampus, karena jam delapan ada acara. Jadi, pagi-pagi harus segera di sana.

Ditambah lagi ia adalah panitia. Makannya tadi papanya nanya karena Juna berangkat sebelum papanya kerja. Biasanya Juna itu jadwal kuliahnya selalu siang atau sore.

Ke kampus Juna tidak pernah membawa mobil, ia lebih nyaman dengan motor agar bisa cepat sampai juga. Karena selalu macet, ditambah lagi kampusnya itu terletak di pusat kota, mau itu pagi, siang, sore, malam selalu aja macet.

"Definisi malamnya gue masih party, paginya harus kuliah. "

"Perih mata gue!" lanjutnya.

Tadi malam Juna dengan kawan-kawannya pergi ke suatu klub yang ada di daerah wisata tersebut sampai pukul dua belas malam. Dan jam satu paginya mereka pulang karena harus kuliah juga, sampai rumah pukul enam pagi.

Maka kentara sekali Juna kurang tidur, jam tujuhnya harus segera ke kampus. Dan Ari yang melihat itu hanya pasrah saja, sudah menjadi kebiasaannya jadi mau dilarang sekeras apapun akan tetap balik lagi.

Sebab jika tidak ada kesadaran dirinya maka tidak akan berubah. Yang jelas Ari sangat bersyukur karena Juna lebih memilih untuk hidup dengan dirinya dari pada mamanya.

Tiga puluh menit waktu yang ditempuh dengan terjebak macet. Juna sampai juga di kampus dan sudah banyak panitia yang datang. Kampusnya sedang mengadakan seminar nasional yang di mana Juna sebagai koordinator lapangan.

"Sorry banget ini mah, liat mata gue merah kurang tidur di tambah tadi banyak debu. Masih untung gue selamat di jalan. " jelasnya padahal tidak ada yang nanya, hanya saja menjadi pusat perhatian dan Juna merasakan hawa tidak enak.

Ia langsung pergi ke tempat acaranya, di mana masih dalam persiapan padahal tinggal dua puluh menit lagi menuju dimulainya acara.

Ketika di gedung itu, Juna bertemu dengan kedisiplinan yang menatap dirinya dengan penuh kesinisan. Bau-bau setelah selesai acara Juna akan mendapatkan hadiah luar biasa dari orang itu.

"Gak sengaja sumpah telatnya-"

"Entar aja pembelaannya. "

Ini acara kampus, bukan lagi acara jurusan atau fakultas jadi tentu jangkauannya lebih besar lagi. Maka Juna agak sedikit ketar-ketir bertemu dengan kakaknya tadi.

Dion, itu adalah kakak sepupunya Juna yang sama-sama sudah tingkat tiga namun lahirnya lebih dahulu Dion makannya Juna memanggilnya kakak. Dan keduanya sangat aktif di kampus jadi ketika ada acara-acara besar akan sering bertemu meskipun beda jurusan.

"Aduh, sumpah! Ini gue harus gimana? Ngantuk banget ..." gumamnya.

Setelah ia berkeliling untuk memantau dan memastikan keadaan, Juna menemui Dion yang sedang sibuk berbicara dengan divisi acara, karena tinggal beberapa menit lagi akan segera di mulai.

Setelah memastikan divisi acara tersebut pergi, Juna lebih mendekat ke arah Dion, "Kak, sumpah gue ngantuk bang-"

"Salah siapa baru pulang? Di suruh pulang cepet dari siang, gak dengerin gue. Tanggung sendiri, dan inget lo harus tanggung jawab sama posisi lo. "

"Dan satu lagi, selesai acara ini lo temui gue lagi ..."

"Bodo amat Dion! Gue akan tetep tidur sampai mampus!"

Juna meninggalkan gedung itu, ketika acara di mulai justru Juna menjauh dan ia mencari ruangan yang nyaman untuk bisa tidur.

"Sekre emang jadi pilihan terakhir. " Juna tidur di sekre jurusan yang tidak ada siapa-siapa. Ia aktif tingkat jurusan maupun univ sedangkan fakultas ia tidak.

"Biar dimarahin sama si Dion nya gak nanggung. "

***

Juna menggeliat dan mengubah posisinya, jadi menghadap ke sebelah kanan dan ketika ia membuka kelopak matanya perlahan, ada sosok lain di hadapannya.

"Anjing!!"

Ia langsung duduk dan melotot, rasanya gila pusing banget sampai Juna memejamkan matanya berusaha meredakan pusing di kepalanya.

"Gimana, masih ngantuk gak sekarang?"

"Udah jam dua ini. "

"Bentar nih, bentar ... waduh gila!"

Setelah rasa pusing itu reda, Juna kembali membuka matanya dan langsung kontak mata dengan Dion yang wajahnya seperti triplek, datar sekali ditambah lagi kedua alisnya yang sudah menukik tajam.

Juna berdiri dan merapikan pakaiannya, lantas ia keluar meninggalkan Dion yang sudah melotot matanya, "Mau ke mana lo! Gue belum selesai ngomong!"

"Ke gedung lah, kan acara belum selesai. " jawabnya yang semakin jauh meninggalkan sekre.

Rasanya enak sekali setelah tidur berjam-jam, dan kini Juna siap memgikuti segala sisa acara di kampus bahkan sampai malam pun akan Juna ikuti, karena ia harus tanggung jawab atas posisinya sebagai koordinator lapangan.

"Bang Dion, nyari lo anjir. Ke mana sih?" tanya Dewa.

"Barusan udah ketemu. Mau nge reog dia tapi gak jadi, " ucapnya sambil cengengesan.

Juna bisa dikatakan selamat jika di luar, mungkin akan beda cerita lagi jika sudah di rumah nanti. Apalagi rumah mereka berdekatan, jadi kalau mau kumpul keluarga tidak akan susah, bahkan setiap hari pun bisa.

***

Jam satu malam Juna baru pulang dari kampus setelah melewati banyak drama. Dan juga menjawab segala pertanyaan yang diajukan oleh Dion selaku kedisiplinan.

Kini ia sudah sampai rumah, disambut oleh papanya yang sedang menunggu kepulangan Juna.

"Udah makan belum?"

"Udah pa, Juna mau tidur papa juga tidur. "

Rumah ini memang sepi, dihuni oleh Juna, papa dan beberapa ART, supir serta satpam yang menjaga di gerbang depan dan beberapa lagi yang bertugas untuk merawat tanaman yang ada di rumah itu.

Makannya jika papanya keluar kota atau sedang sibuk sekali, Juna selalu main ke rumah Dion atau ke rumah kakek dan neneknya yang masih satu komplek.

Benar-benar keluarga besar satu perumahan di sana. Jadi, jika ada apa-apa untuk kumpul semuanya pun bisa. Dan setiap malam minggu itu wajib semuanya berkumpul di rumah sang nenek.

Sang papa mengikuti Juna masuk ke kamarnya dan ikut berbaring di sampingnya, ini adalah kebiasaan yang selalu dilakukan ketika sempat untuk dilakukan. Di mana Juna yang selalu ingin memeluk papanya sebelum tidur.

Hanya beberapa menit tapi momen ini yang Juna rindukan jika papanya sedang pergi ke luar kota atau sedang sibuk dengan pekerjaannya. Dan meskipun Juna sudah dewasa tapi hal ini tidak boleh terlewatkan.

Setelah beberapa menit berlalu, Juna tidur yang benar-benar nyenyak dan sang papa keluar dari kamar anaknya dengan perlahan.

"Selamat tidur, Juna kesayangan Papa. "

MISTERI LAUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang