Juna dan Dion

211 28 0
                                    

Minggu pagi Juna sudah berada di kediaman Dion, yang hanya beberapa langkah saja dari rumahnya. Di mana sang pemilik rumahnya masih tidur di kamarnya.

"Yon, udah jam tujuh masih aja ngorok anjir ..."

"Katanya mau lari pagi! Ah elah ..."

"Ini mah lari siang jadinya!"

Telinga Dion langsung merah mendengar gerutuan dari Juna, terpaksa ia bangun karena harus menepati janji semalam, di mana keduanya akan lari pagi ini mengelilingi komplek saja.

Dion siap-siap, sementara Juna sedang ngemil makanan yang ada di kamar kakaknya itu. Di jamin jika nginep di sini tidak akan kelaparan sedikit pun, meskipun di rumah Juna juga disediakan banyak makanan dan minuman.

Beberapa menit kemudian, keduanya lari pagi mengelilingi komplek perumahan mereka sampai sepuluh kali, "Lanjut! Belum capek " seru Dion, padahal Juna sudah ngos-ngosan.

Tapi tetap melanjutkan sampai lima belas putaran, dan berakhir keduanya di rumah Juna dengan mengorek-ngorek kulkas untuk mencari minuman dingin, namun yang mereka temukan hanya air putih dingin saja.

"Minum aja air putih, gak usah nyari yang lain. " ucap Ari yang sedang menuruni tangga menghampiri keduanya di dapur.

Terpaksa, karena keduanya terlanjur haus juga jadi meminum air putih itu dan duduk di kursi meja makan.

"Juna mau mengundurkan diri dari perusahaan, Pa. "

Kerutan di dahi Ari muncul dan sedikit menggelitik mendengar ucapan putranya. Masuk perusahaan lewat orang dalam, sekarang ingin mengundurkan diri pun cuma ngomong gitu doang, tanpa ada surat apapun.

"Yaudah terserah kamu, terus nanti mau fokus kuliah aja?"

Juna menggeleng, "Juna sama Dion udah diskusi mau buka toko hoodie, iya gak?" menyenggol lengan Dion.

"Yes Pa, udah beberapa hari sih diskusinya dan keputusan udah bulat. " jawab Dion.

Ari hanya bisa melongo saja, ide dari dua orang ini memang tidak dapat ditebak olehnya bahkan keluarga besarnya. Dulu Juna dan Dion tiba-tiba nangis dan mau jualan kelinci, hanya saja langsung ditentang oleh keluarga besar.

Waktu itu diusianya yang empat belas tahun sudah terpikirkan hal itu, memang baik sejak remaja sudah mulai tertarik dengan bisnis, tapi tidak juga menjual kelinci. Dan sekarang secara tiba-tiba keduanya ingin jualan hoodie  yang entah dari mana idenya.

"Coba diskusi dulu sama keluarga yang lainnya, kalau diizinin Papa akan kasih modalnya. "

"Gak usah Pa! Juna sama bang Dion udah punya modal kok ..."

"Berapa punya modalnya?"

Alis Juna menyatu mendengar ucapan papanya yang terkesan meremehkan, "Biasa aja dong nadanya, gak usah ngeremehin gitu. "

"Lah? Papa cuma nanya doang sayang ..."

"50 juta, iya gak?" sambil menyenggol kembali lengan Dion, dan sang empu hanya mengangguk.

"Itu pas--"

Juna mengangkat jari telunjuknya di hadapan Papanya, "Jangan berprasangka buruk sama anak sendiri pa! Itu uang Juna sama Dion hasil kerja dikumpulin "

Ari tersenyum, putra tampannya itu sudah dewasa tapi ia selalu menepikan kenyataan dan menganggap Juna masih kecil.

"Yaudah, kalian minta izin dulu sama yang lainnya kalau dari papa udah diizinin. "

"Gampang itu mah, apalagi minta izin sama raja terakhir "

"Jangan salah, ada pengawal raja yang susah buat kalian tembus " timpal sang papa dengan sedikit tertawa.

Raja terakhir yang dimaksud itu adalah kakek mereka yang memang apapun yang Juna dan Dion inginkan akan dikabulkan, namun beda lagi ketika mereka menghadapi pengawal dari raja itu, ialah paman mereka yang sampai sekarang belum juga menikah, padahal usianya sudah sangat matang.

Ketika meminta izin apapun, pasti akan banyak sekali halangannya. Dan paman mereka akan melakukan segala cara agar kedua keponakannya itu tumbang.

"Alah gampang, sentil aja jantungnya ..." jawab Dion yang membuat Juna tersenyum bangga, meskipun pada akhirnya sudah tahu akan sulit.

***

"Tujuannya apa? "

"Cari pengalaman lah "

"Gak perlu kalian cari pengalaman-pengalaman, nanti juga perusahaan akan jatuh ke tangan kalian"

"Udah lah, paman tuh bawel banget!" geram Juna.

"Kalian kekurangan uang kah? Sampai mau jualan hoodie? Bilang aja butuh berapa uang?" tanya sang paman dengan beruntun.

Juna dan Dion malam ini ada di rumah kakek, di sana memang sedang kumpul keluarga dan kebetulan langsung aja keduanya minta izin sama kakek. Tapi, Paman mereka yang amat rese itu menyela dan tidak memberikan izin.

Padahal Juna dan Dion sudah memegang izin dari raja terakhir, tapi kenapa pengawal rajanya yang sewot. Maka terjadilah adu mulut dua lawan satu.

"Ah! Ribet banget udah sih gak akan ngerugiin paman juga " sahut Dion.

"Iya emang gak akan ngerugiin paman, tapi paman maunya kalian itu fokus aja belajar, bermain sama temen. Jangan mikirin jualan atau usaha apapun itu. "

"Kali ini paman gak akan biarin lagi kalian kerja, entah itu di perusahaan papa kalian ataupun berjualan!" tegasnya.

Waktu itu sang paman kalah dengan adiknya Ari yang memberikan izin Juna untuk bekerja di perusahaan, dan ia tidak ingin hal itu terulang lagi. Sebenarnya paman itu sayang sekali dengan kedua keponakannya itu.

Makannya melarang keras mereka untuk bekerja, dan jika kekurangan uang. Ia siap untuk memberikannya. Jadi, setelah mendengar kabar bahwa Juan mengundurkan diri, itulah kesempatan untuk ia melarang Juna dan Dion bekerja.

"Kek ..." bisik Juna.

Keduanya menempel pada sang kakek, berharap bisa meluluhkan anak pertamanya yang keras kepala dan egois itu.

"Bantuin dong, Kek ..." rengek Dion.

Sang Kakek menatap kedua cucunya, pantas ia tersenyum, "Kalian usaha dulu sendiri ya, coba bujuk lagi, rayu lagi, pasti luluh kok nanti. "

Mendengar itu, Juna dan Dion menjauh dari sang Kakek. Lantas menatap Paman yag sedang tersenyum mengejek.

"Nyebelin banget anjir, dasar bujang lapuk!" Ledek Juna dalam hati.

Mereka memutuskan untuk pergi ke kamar saja, sekaligus memikirkan bagaimana caranya agar usaha keduanya berjalan. Intinya bagaimana caranya bisa lolos perizinan dari paman mereka yang nyebelin.

"Anjir lah ini gimana?"

Juna membanting badannya di atas ranjang, disusul Dion disampingnya. Keduanya menatap langit-langit kamar sambil memikirkan cara yang paling jitu untuk menaklukan paman mereka.

"Dia sifatnya nurun dari siapa sih? Perasaan kakek sama nenek gak gitu deh "

"Gue tau Yon, mungkin dia anak pungut ..."

"Bisa jadi, " keduanya tertawa, dan akan sangat lucu jika pemikiran mereka itu benar-benar nyata, sebab tidak ada yang keras kepala melebihi paman mereka.

Mungkin, paman mereka sudah sampai melebihi matas maksimal untuk sifatnya yang keras kepala itu.

"Gue jadi penasaran, kerjanya dia gimana ya? Terus karyawannya pada betah gak sih?"

Sebenarnya pembicaraan mereka itu tidak ada gunanya, tapi untuk sekarang menjelek-jelekan paman mereka itu momennya pas sekali.

Memang faktanya Juna dan Dion itu tidak pernah akur dengan paman mereka, ketika bertemu pasti ada aja hal yang menjadi topik keributan.

"Gue tau solusi agar dia luluh. " Juna menjentikan jarinya.

Dion menunggu ucapan Juna selanjutnya.

"Cariin istri aja buat dia, udah tua juga kok demen banget nyendiri. "

Ucapan mereka pedas sekali dan memang cocok saja diberikan kepada pamannya itu.

***

MISTERI LAUTDonde viven las historias. Descúbrelo ahora