Father? I don't have any

241 34 1
                                    

Atla tersadar ketika merasakan elusan di kepalanya, dengan cepat menyingkirkan tangan itu dan ia menusukan pecahan kaca yang ada di genggamannya ke arah perut Tio.

Tio tidak bereaksi apapun, karena ia tidak merasa kesakitan. Baginya itu adalah luka kecil yang sering ia alami, justru sekarang yang menjadi luka besar yang paling menyakitkan bagi dirinya, yaitu ketika Atla tidak percaya.

"Apa yang om mau dari aku? Ginjal? Hati? Jantung? "

Ketiga orang dewasa itu langsung paham ucapan dari Atla. Bahwa ia menganggap mereka menculiknya hanya untuk diambil organ tubuhnya saja.

"Saya mau semuanya, termasuk mata kamu. " jawab Tio.

Mendengar hal itu, Atla tidak segan kembali melukai tangan Tio yang sebelahnya lagi. Kini ia sudah mendapatkan tiga luka akibat Atla di tubuhnya.

Atla menatap nyalang Tio, bahkan pecahan kaca itu ia arahkan ke pipi Tio dan entahlah ia tidak mengerti dengan orang yang ada di hadapannya, apakah tidak merasakan sakit, kenapa hanya diam saja dan tidak mencoba untuk mengambil pecahan kaca itu dari genggaman Atla.

"Om tidak berhak untuk mengambil segalanya yang ada di tubuh aku demi kepentingan om sendiri. "

"Tapi, jika semua organ tubuh aku nantinya akan om donorkan, maka aku bersedia menyerahkannya sekarang juga. "

Ekspresi Bass penuh tanda tanya dan saling menatap dengan Deo, keduanya bingung kenapa pembicarakannya menjadi jauh ke sana. Dan juga kenapa Atla justru berserah diri begitu saja.

Apakah ketiga orang dewasa ini memiliki tampang seorang penculik? Sampai bisa menduga hal itu.

"Putraku baik sekali ..." ucap Tio dalam hati. Ia justru tersentuh dengan ucapan putranya itu. Akan tetapi sangat konyol sekali dengan jalan pikirannya, yang menduga bahwa mereka adalah penculik.

"Kamu tidak percaya, saya adalah ayahmu?"

"Untuk apa aku harus percaya? Ayah aku itu udah meninggal om. "

Atla melemparkan pecahan kaca itu sembarang arah, dan ia duduk di bawah dekat pintu sambil menempelkan punggungnya ke dinding.

"Ayolah om, Atla mau pulang ..." rengeknya.

Mereka menduga sepertinya ada yang tidak beres dengan Atla, kenapa perubahan pada dirinya cepat sekali. Tadi ia sangat beringas dan sekarang terlihat lemas sekali.

Tio mendekati Atla dan berjongkok di hadapan anak itu, ketika tangannya ingin menyentuh kepala Atla namun anak itu langsung menepisnya.

Pada akhirnya Tio menggendong Atla untuk ditidurkan di ranjangnya, yang ternyata ia merasakan tubuh Atla itu sangat panas.

"Atla gak sakit! Gak usah panggil-panggil dokter, cukup pulangin aja Atla ke rumah" ucapnya ketika merasakan punggung dirinya hangat oleh telapak tangan Tio yang sedang mengusapnya.

Ia berusaha menyingkirkan tangan kekar itu, bahkan sampai mencubitnya berkali-kali dan tidak mempan juga, yang pada akhirnya kepalan tangan berhasil mendarat di rahang Tio.

"Baiklah, om akan pulangkan kamu. Tapi ..."

"Kamu harus sembuh dulu, maka istirahat dulu di sini. "

Atla mengubah posisinya menjadi duduk dan mengacungkan jari telunjuknya di hadapan Tio, "Denger ya om! Atla itu udah besar, gak bisa dibohongi. "

"Yang om ucapin itu omong kosong!"

"Om janji!" tegas Tio, bahkan menawarkan jari kelingkingnya.

"Oke, Atla akan percaya sama ucapan om. Tapi! Kalau om bohong kayak si pembohong itu, " tunjuknya pada Bass yang masih berdiri diambang pintu dengan Deo.

MISTERI LAUTWhere stories live. Discover now