Malam Minggu

170 25 0
                                    

Seperti yang sudah direncanakan beberapa hari sebelumnya, Atla malam ini akan menonton balapan yang tempatnya dekat pembuangan sampah daerah tersebut.

Jaraknya dari rumah Atla cukup jauh, sekitar satu jam setengah. Dan beberapa hari terakhir ia banyak berpikir, apakah harus menonton atau tidak. Tapi, ia sangat ingin. Maka pagi tadi ketika bangun tidur, ia memutuskan untuk pergi ke sana dengan sepeda!

Semoga saja tidak terjadi apa-apa, karena Atla itu ingin lebih luas mengenal dunia. Tidak hanya laut saja yang ia kenal baik.

"Kok gue deg-degan ya, "

Padahal masih sore hari tapi pikirannya sudah jauh melayang bagaimana serunya melihat balapan motor.

Ia tidak takut, maka untuk pergi sendiri ke mana pun berani. Mungkin karena sejak dulu sering di suruh oleh nenek untuk membeli segala sesuatu sendiri, entah itu jauh atau dekat. Maka rasa takut dalam dirinya lenyap.

Terkadang ada namun dirinya dapat mengontrol, sehingga rasa takut itu tidak menguasainya.

"Gue baru inget!"

Atla berlari ke kamar neneknya dan mengambil uang di dalam lemarinya, ia menghitung semua uang yang ada termasuk sisa yang ia miliki.

"Yah ... tinggal sedikit lagi, kalau habis gimana? Apa gue kerja aja ya?"

Uang menipis karena di pakai untuk biaya sekolah dan juga makan tiap harinya. Ditambah lagi sekarang Atla sudah sekolah, pasti banyak pengeluaran.

Ia merebahkan tubuhnya di kasur sang nenek, dan menatap langit-langit kamar. Merenung memikirkan masa depannya dan bagaimana jika uang yang ia miliki habis?

Dua puluh menit berlalu hanya untuk merenungkan hal itu-itu saja. Atla bangkit dan pergi ke luar, tujuannya ia akan ke warung yang sering dikunjungi.

Ketika sampai di sana, ia bingung apakah harus melanjutkan atau urungkan saja. Pasalnya di warung tersebut sedang ramai, dan sebenarnya warung itu tidak pernah sepi karena melihat posisinya itu dekat pesisir dan juga lumayan gede warungnya, sehingga cocok untuk nongkrong juga.

"Aduh gimana ya ..."

Atla menyenderkan stang sepedanya ke pohon dan ia pun menahan dengan tangannya ke pohon agar tidak jatuh dari sepeda.

"Gue tungguin aja kali ya, sampai jam enam. Kalau gak bubar ..."

"Terpaksa gue balik lagi. "

Memang benar, Atla menunggu sudah dua puluh menit ia diam di sana dengan tatapan melihat ke segala arah, dengan posisi duduk yang berubah pula. Sampai pada tiga puluh menit kemudian, orang-orang yang sedang nongkrong itu pada bubar.

Dan ini kesempatan, langsung saja Atla sedikit berlari. Karena takutnya ada lagi orang-orang yang nongkrong, "Ibu ..." dengan napas terengah-engah.

"Atla, kenapa? "

"Hehe ... olahraga bu. "

Atla duduk, percayalah dalam pikirannya sekarang ia sedang memikirkan harus mulai dari mana ia bicaranya.

"Mau beli susu?"

"Enggak bu. "

Diam sejenak, "Bu ..."

"Iya, kenapa? Ngomong aja gak usah takut, siapa tau ibu bisa bantu. "

Rasanya agak tenang sekarang, "Boleh gak kalau Atla kerja di warung ibu?"

Pemilik warung itu menatap bocah di hadapannya, "Tapi kan kamu sekolah, gimana kerjanya?"

Atla sudah memikirkan hal ini, "Sore juga gak papa bu kerjanya. Soalnya uang Atla sudah menipis ..." senyumnya merekah, yang justru itu memotek hati ibu warung.

MISTERI LAUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang