Kakek Tua

127 26 0
                                    

"Anak muda ini, kenapa menangis?"

Setelah tertawa lepas tadi, Atla kembali murung karena teringat lagi tentang bunda.

"Boleh kenalan?"

Bass menyadari wajahnya langsung tegang, dan ia kelabakan. Lantas berdiri menatap tajam kakek tua itu, yang dibalas oleh senyuman maut.

Atla nampak berpikir, ia merasa tidak nyaman dan kenapa dirinya menjadi gelisah? Ataukah kakek ini memiliki aura yang berbeda?

"Atla"

"Abang Juna ..."

Situasi yang sangat kacau sekali, Bass menarik Atla untuk sejajar dengan dirinya. Ia harus melindungi tuan mudanya.

"Abang ngapain di sini?" Atla sungguh merindukan Juna, setelah sekian lama akhirnya mereka bertemu lagi.

"Abang kamu ketemu sama kamu, ini kakek abang. "

Mata Atla membola, ia sempat menaruh curiga tapi sekarang merasa bersalah karena tidak merespon kakek itu. Lain halnya dengan Bass yang sudah mengepalkan kedua tangannya, halus sekali dua orang ini berbicara dengan Atla.

"Atla, ayo kita pulang sekarang. Ayahmu menunggu di rumah. "

Meskipun Atla tahu sepertinya ada yang tidak beres dengan Bass sejak kedatangan kakek itu. Akan tetapi ia tidak ingin menanyakan hal itu, tapi juga Atla tetap mematuhi ucapan Bass.

Ia memang harus pulang, ditambah lagi gawainya terus-menerus berdering yang tertera nama sang ayah serta Om Deo.

"Abang, Atla pulang dulu ya. Semoga bisa ketemu lagi. " Atla melambaikan tangannya.

"Atla, sebentar lagi kita akan bertemu. Tenang saja. "

Bass dan Atla masuk mobil lantas meninggalkan tempat itu. Di dalam mobil pun Atla merasakan suasana yang berbeda, biasanya Bass akan mengajak Atla bercerita. Tapi sekarang tidak.

Sepertinya kecurigaan ini harus Atla tanyakan kepada sang ayah. Lantas kenapa pula ayah dan Om nya menelpon berbarengan, di saat ada Juna dan kakeknya pula.

Sesampainya di rumah, Atla berlari masuk dan sudah disambut oleh Tio juga Deo. Ia memeluk Tio erat tanpa berucap apapun.

"Mata, dan hidung mu merah Buddy ..." Deo mengusap lembut surainya, namun ditepis oleh sang empu. Deo lupa akan hal itu.

Sudah beberapa menit mereka berdiri, tapi Atla tidak melepaskan pelukannya. Tio pun merasakan hawa panas pada tubuhnya, lantas ia inisiatif menempelkan punggung tangannya ke dahi Atla.

Ternyata putranya demam, "Ayo Nak. Kamu harus istirahat. "

Atla tidak menolak, ini lah yang ia benci pada tubuhnya. Ketika sudah menangis dan banyak pikiran maka akan langsung sakit.

Mungkin untuk bertanya perihal kakek tua itu ia tahan dulu, karena sudah tidak kuat dengan rasa pusing yang melandanya.

Tio membantu Atla berbaring diranjang, tidak lupa pula ia kompres agar panasnya turun. Namun jika sampai malam belum turun juga maka Tio akan membawanya ke rumah sakit.

"Ayah ke bawah dulu, ya. "

Setelah memastikan Atla tertidur Tio menghampiri Deo dan Bass yang berada di halaman belakang.

"Tua bangka itu benar-benar nekad. " ucap Deo.

"Ada satu hal yang menggangu pikiran saya. "

Deo serta Bass menunggu kelanjutan ucapan Tio.

"Kenapa Atla tidak bandel seperti remaja pada umumnya ya?"

Plak!

"Pertanyaan bodoh sekali!" jawab Deo.

MISTERI LAUTWhere stories live. Discover now