2

3.6K 297 19
                                    

Happy reading

Jagad mengembuskan napas lelah setelah menghempaskan tubuhnya pada kursi yang berada di ruangan kantor. Ia baru saja kembali setelah meeting bersama beberapa investor perusahaan. Menatap kaca besar, memperlihatkan gedung-gedung tinggi ibu kota, perasaan khawatir tiba-tiba saja terbesit begitu melihat cerahnya sinar matahari siang.

Terkadang, ketika cuaca panas Jagad akan bertanya-tanya, apakah Langitnya baik-baik saja, apakah Langit tidak kelelahan? Apa Langit tidak kepanasan? Lalu jika cuaca mendung dan hujan, Jagad akan kembali memikirkan, apakah Langit kedinginan? Apakah Langit bermain hujan? Yah, semua yang ia pikirkan selalu tentang Langit—anak semata wayangnya.

Sejak kepergian istri tercinta, kehidupan jagad hanya berpusat pada sang anak. Ia tak pernah membuka hati lagi, bahkan ketika sang mama menawarkan agar dirinya menikah kembali, Jagad langsung menolak.

Untuk saat ini, belum ada seseorang yang bisa menggantikan posisi istrinya. Pun, belum ada yang pas di hatinya.

Menatap dua figura di atas meja, Jagad tersenyum tipis. Itu foto pernikahannya dengan Dita, sementara di sampingnya adalah foto Langit ketika berusia lima tahun, sedang memeluk bola basket.

Mengambil figura berisi foto Langit, Jagad tersenyum kecil. Langit menyukai olahraga bola besar, anaknya itu suka sekali bermain basket. Sehingga ketika memasuki sekolah dasar, Jagad membuatkan lapangan basket mini di halaman belakang rumah. Namun, karena kondisi Langit lapangan itu kini tak digunakan lagi. Sekarang jangankan bermain basket, Langit bahkan tidak bisa berlari seperti anak normal pada umumnya.

Merasakan sesuatu yang menghimpit dada secara tiba-tiba, Jagad menepuk-nepuk pelan, berusaha menghilangkan sesaknya. Hingga pintu ruangan dibuka, membuat Jagad terperanjat. Tak lama, terlihatlah seorang pria yang usianya tak jauh berbeda darinya.

"Kenapa, Gad?" Jefry—pria yang baru saja membuka pintu itu bertanya tanpa dosa, ketika melihat Jagad mengelus-elus dada.

"Lo! Ngagetin!"

Mendapat respon seperti itu, Jefry hanya tertawa. Berjalan santai, duduk di kursi yang berada di hadapan meja Jagad.

"Ngapain lo ke sini?" Jagad melirik Jefry yang mengambil rubik di atas meja. Rubik itu milik Langit, sengaja ditinggalkan agar ketika bosan menunggu Jagad, Langit bisa memainkannya.

"Mampir doang, ngga boleh?"

Jagad mendengus, meletakkan figura Langit ke tempat semula, kemudian memanggil sekretarisnya untuk mengambilkan minuman melalui tablephone.

"Gue kira lo ngga tertarik nikah lagi, ternyata oh ternyata sampe buat sayembara ...." Jefry berdecak tak percaya, menggelengkan kepala dengan fokus masih memutar-mutar rubik di tangan.

"Gue emang ngga mau nikah lagi, ya! Anak gue yang ngebet pengen punya mama baru ... omong-omong, tahu dari mana, lo?"

Jefry mendengus, mengambil ponsel di saku celana, mengotak-atik sebentar, kemudian menyerahkannya pada Jagad. "Anak gue up foto lo di akun Instagramnya!" Jefry menatap sinis. "Enak banget, lo! Gue aja yang orangtuanya ngga pernah muncul di akun Instagramnya!"

Jefry merasa dongkol sendiri mengingat kejadian beberapa menit lalu. Dirinya baru saja bertemu kolega di restoran dekat kantor Jagad, ketika hendak mengecek kegiatan anak kembarnya melalui akun sosial media mereka, ia justru diperlihatkan wajah Jagad nangkring di unggahan terakhir si sulung. Lantas tanpa berpikir lagi, ia menghentikan mobilnya di parkiran kantor ini, menemui teman lamanya itu untuk melampiaskan kekesalan.

Jefry dan Jagad adalah teman SMA, mereka juga kuliah di universitas yang sama. Hanya saja, mereka berpisah ketika Jagad memutuskan untuk melanjutkan S2 di Amerika. Semenjak itu, mereka tak saling berhubungan. Lalu bertemu kembali sekitar empat bulan lalu, ketika Jagad mengantar Langit ke sekolah. Pun, dengan Jefry yang mengantar si kembar.

Langit Bercerita (End)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें