7

2.8K 265 44
                                    

Happy reading


Seperti pagi biasanya, Jagad akan selalu bangun lebih awal. Menyiapkan sarapan untuk Langit serta dirinya. Melihat tombol pada rice cooker berubah, menandakan nasi sudah matang. Jagad jadi teringat perkataan Langit semalam. Ia mulai berpikir, apakah ia harus mencari mama baru untuk Langit?

Jefry memang benar, Langit membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Walaupun tidak mengatakannya secara langsung, tetapi Jagad tahu bahwa Langit menginginkannya. Akan tetapi, bisakah ia membuka hatinya kembali? Bisakah ia mulai mencintai wanita lain? Sementara hatinya saat ini masih tertuju pada mendiang sang istri.

Mengembuskan napas perlahan, Jagad mulai membuka rice cooker, memasukkan nasi merah serta beberapa sayur hijau pada kotak makan. Menaruhnya di atas meja dengan kondisi terbuka, sengaja didinginkan sebentar.

Ia juga mengambil beberapa buah beri untuk camilan. Memotong strawberry dan memasukkannya ke dalam Tupperware bundar berukuran kecil, meletakkannya di samping kotak bekal.

Memasukkan dua buah roti pada toaster, mengambil gelas—memasukkan susu serta air panas, Jagad mengaduknya perlahan. Sebenarnya, dulu Jagad tidak terlalu suka meminum susu di pagi hari, ia lebih suka kopi. Namun, mendengar omelan Dita—mendiang sang istri pada pagi hari itu membuat Jagad perlahan mengubah kebiasaannya.

Istrinya itu berkata jika tidak mau menjadi janda muda hanya karena Jagad meminum kopi terus-menerus di pagi hari yang bisa menyebabkan masalah kesehatan, karena itulah Jagad menggantinya dengan susu. Mengingat itu, Jagad jadi terkekeh sendiri. Lihatlah sekarang, bukan Dita yang menjadi janda muda, tetapi dirinyalah yang menjadi duda ditinggal meninggal.

Mengembuskan napas perlahan, Jagad melepaskan apron yang dipakai. Melihat roti pada toaster sudah matang, Jagad segera mengambil dan meletakkannya di atas piring, mengolesi dengan selai strawberry.

Tak lama, terdengar suara kursi berderit membuat Jagad seketika menoleh, mendapati sang anak yang sudah terduduk menenggelamkan kepala di atas lipatan tangan.

Selesai mengolesi roti, Jagad segera meletakkannya di atas meja. Ia juga meletakkan segelas susu dan semangkuk oatmeal untuk sarapan Langit di hadapan anak itu.

Melihat tak ada pergerakan dari sang anak, Jagad hendak menyentuhnya. Namun, urung ketika Langit tiba-tiba saja mengangkat kepala, menampilkan wajah pucatnya. Seketika Jagad tersentak dan langsung berjalan menghampiri agar lebih dekat.

"Kamu sakit, Langit?" Jagad berjongkok di samping kursi sang anak, menyentuh dahinya.

Langit menggeleng pelan sebagai jawaban. "Hanya sedikit pusing, Ayah. Selain itu ngga pa-pa."

"Wajah kamu pucat, kita ke rumah sakit, ya?"

Lagi-lagi Langit menggeleng membuat Jagad mengembuskan napas panjang. "Ya, sudah kalau ngga mau ke rumah sakit, tapi kamu istirahat saja di rumah. Ngga perlu ke sekolah."

Langit kembali menggeleng. "Hari ini Langit ada ulangan, Ayah. Langit ngga mau ketinggalan."

"Kan bisa ikut susulan. Ayah ngga mau kamu kenapa-kenapa di sekolah."

Dan lagi, Langit menggeleng membuat Jagad mengembuskan napasnya kembali. Kenapa anaknya ini keras kepala sekali? Ia hanya menyuruh agar Langit tetap di rumah dan istirahat, bukan menyuruhnya untuk mengerjakan proyek besar di kantor. Sementara Langit mengeluh dalam hati, kenapa ayahnya ini begitu keras kepala? Langit tidak mau ketinggalan, Langit juga tidak mau kalau harus ikut ulangan susulan. Sebab jika ia ikut susulan, yang ada Langit tidak bisa menyontek kepada teman-temannya.

Melihat Langit yang masih kekeh pada pendiriannya untuk berangkat sekolah, lagi-lagi Jagad mengalah dengan menganggukkan kepala.

"Ya, sudah. Boleh sekolah ... tapi kalo ada sesuatu langsung hubungi Ayah atau minta tolong sama Raihan, oke?"

Langit Bercerita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang