37

1.5K 207 42
                                    

Happy reading


Setelah insiden bantal melayang tadi, suasana ruang rawat Jagad tampak canggung. Tidak, lebih tepatnya canggung bagi Jagad karena secara tidak langsung ia yang membuat wajah Dokter Megan terkena bantal. Sebab ketika opa Harry melempar bantal ke arahnya tadi, Jagad menghindar sehingga bantal tersebut malah mengenai Dokter Megan.

Sementara si pelaku pelemparan yang sesungguhnya sudah pulang tepat setelah Dokter Megan mengambil bantal tersebut dan menaruhnya di atas ranjang. Dalam hati Jagad menyumpah serapah pria tua itu jika saja ia membuang rasa hormatnya kepada orang tua.

Langit sendiri sudah sibuk memakan makanan yang Dokter Megan bawa. Tak memedulikan sang ayah yang sedari tadi mengaduk-aduk makanannya, melirik ke sana-kemari seolah ingin mengatakan sesuatu.

"Pelan-pelan makannya, Langit." Dokter Megan mengeluarkan tisu dari tas, meletakkannya di atas overtable yang berada di tengah ranjang pesakitan.

Anak itu duduk di ranjang yang sama dengan Jagad, ada overtable di tengah-tengah mereka, sementara Dokter Megan duduk di kursi tepat di samping Langit.

Langit hanya tersenyum, terus mengunyah makanan. Hingga terdengar helaan napas dari orang yang duduk di depannya diikuti suara sendok yang diletakkan begitu kasar di atas meja.

"Dengar ...."

Baik Langit maupun Dokter Megan menatap ke arah Jagad yang sedang menghela napas panjang.

"Aku minta maaf karena hal tadi. Tapi seharusnya kau mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk."

"Bukan aku yang membuka pintunya."

"Ah, benarkah?"

Jagad menggaruk kepalanya yang tak gatal, memandang Langit yang tak terganggu sama sekali. Anak itu bahkan sudah menghabiskan makanannya dan mulai beranjak untuk mencuci tangan.

"Biarkan saja, nanti aku yang membereskan," kata Dokter Megan tatkala melihat Langit yang hendak mengambil mangkuknya.

Langit mengangguk, mengucapkan terima kasih. Lantas pergi ke toilet. Dia tak akan mencuci tangan saja, tetapi juga sekalian membasuh wajahnya agar terasa lebih segar.

Melihat pintu toilet sudah tertutup, Jagad berdeham beberapa kali. Ini kesempatan untuk dirinya berbicara dengan Dokter Megan. Sebab jika anak itu ada di sana, Jagad tidak bisa mengatakan apa pun dengan leluasa.

"Dengar, aku benar-benar minta maaf. Tapi seharusnya kau menghindar."

"Apa kau selalu meminta maaf untuk menyalahkan orang lain?" Dokter Megan memandang jengah pria duda yang masih duduk di ranjang pesakitan.

Jagad terdiam, sepertinya ia salah bicara lagi. Aduh, ini benar-benar merepotkan. Jagad sudah lama sekali tak berhubungan dengan seorang wanita. Ia lupa bagaimana caranya memperlakukan wanita dengan baik, sepertinya.

"Tentu saja enggak. Tapi bisakah kau bersikap seperti biasanya?"

"Aku sudah bersikap biasa saja, Tuan Jagad." Dokter Megan mengambil mangkuk yang baru saja Langit gunakan, membawanya ke atas nakas untuk dicuci nanti. Itu bukan milik rumah sakit. Ia sengaja membawanya karena saat makan di apartemen kemarin Langit menyukai gambar kartun yang berada di mangkuknya.

"Tapi sedari tadi kau hanya diam ... aku pikir kau sedang marah." Jagad memelankan suaranya.

Dokter Megan menghela napas. "Lalu aku harus bagaimana? Berteriak-teriak begitu?"

"Bukan itu maksudku ...."

"Habiskan makanannya. Aku sudah menghabiskan waktu berharga ku untuk membuatnya." Dokter Megan memilih untuk duduk di ranjang yang berada di sampingnya—ranjang yang Langit tempati seraya memainkan ponsel.

Langit Bercerita (End)Where stories live. Discover now