32

1.4K 205 37
                                    

Happy reading



Langit berdeham beberapa kali. Duduk satu meja dengan orang yang mengaku sebagai kakek dari pihak mama membuat Langit gugup setengah mati. Apalagi orang yang ingin dipanggil sebagai opa itu terlihat sangat menyeramkan, sombong, dan kaya raya tentunya—terlihat dari mobil hitam mewah yang mereka tumpangi barusan.

Saat ini Langit sedang berada di restoran terkenal. Tadi, setelah perkenalan singkat di makam sang mama, pria tua yang ingin dipanggil opa itu mengajaknya untuk berbicara. Langit yang ingin menolak tak sempat, sebab tiba-tiba digiring masuk oleh orang-orang berkacamata hitam di sekitar mereka. Jadi, di sinilah mereka berdua, duduk berhadapan di satu meja.

Sudah lima menit berlalu, tetapi opanya itu tak kunjung berbicara. Sementara di luar, gerimis mulai turun membuat Langit menggosokkan tangan karena merasa kedinginan. Apalagi ia tak memakai pakaian tebal.

"Kau merasa dingin?"

Langit sedikit tersentak, kemudian mengangguk pelan.

"Ambilkan jaketku di mobil."

Langit mengernyitkan dahi. Ia pikir opa Harry berbicara dengannya. Namun, begitu orang yang selalu berdiri di samping opa Harry pergi, Langit baru mengerti.

"Kau ingin memesan sesuatu?" Opa Harry mengangkat tangan, menyuruh pelayan datang.

"E–Enggak usah O–Opa." Langit menggeleng, menggerakkan tangan.

"Tidak perlu malu, katakan saja. Kau ingin makanan paling mahal di sini?"

Langit meringis menatap pelayan yang sudah ada di dekat meja mereka, siap untuk mencatat pesanan.

"Tolong berikan makanan paling mahal dan enak yang ada di sini. Ini pertama kalinya aku bertemu dengan cucu ku, aku ingin menunjukkan bagaimana kehidupan ibunya dulu." Opa Harry memberikan buku menu itu kepada pelayan dengan angkuh, tatapannya masih terus mengarah kepada Langit sedari tadi membuat anak itu menelan ludah beberapa kali. Kemudian pelayan itu pergi.

Tak lama orang berkacamata hitam tadi datang kembali, membawa jaket berukuran besar. Berdiri di sampingnya.

"Berdirilah tuan muda, saya akan memakaikannya."

"Eh?" Langit menatap bingung. "Enggak usah, Om. Biar aku pakai sendiri saja, enggak perlu dipakaikan."

"Berdirilah, itu sudah tugasnya."

"Eh?"

Astaga, ini menyebalkan sekali. Berkali-kali Langit merasa terkejut dengan apa yang keluar dari mulut ayah dari ibunya ini. Sekarang Langit mengerti kenapa sang ayah menyuruhnya untuk menghindari pria tua itu.

Mengembuskan napas panjang, Langit menyesal karena tak mengikuti pesan sang ayah. Seharusnya tadi Langit langsung kabur begitu melihat mereka, bukannya bertanya siapa. Dengan berat hati, Langit berdiri dari duduknya. Membiarkan orang bertubuh kekar, memakai jas dan kacamata hitam itu memakaikan jaket ke tubuhnya.

Begitu jaket sudah dipakai, Langit kembali duduk. Menatap Opa Harry yang menyuruh pria berkacamata hitam itu sedikit menjauh.

Langit tidak tahu harus mengatakan apa, tetapi jika boleh jujur ia ingin segera pulang. Ia tidak suka berada di sini.

"O–Opa bilang mau bicara sama aku," kata Langit hati-hati.

Harry terkekeh pelan membuat Langit merinding seketika.

"Kau mirip seperti ayahmu, tidak pernah mau basa-basi."

Langit mengernyitkan dahi, tak mengerti.

"Kau pasti merasa heran kenapa aku baru mengunjungi mu, bukan? Kau juga mungkin bertanya-tanya kenapa aku tiba-tiba saja datang dan memperkenalkan diri sebagai kakekmu ...." Harry terdiam beberapa saat, sampai akhirnya kembali berkata, "Karena ibumu melakukan kesalahan, Nak."

Langit Bercerita (End)Where stories live. Discover now