36

1.5K 215 47
                                    

Happy reading



Langit tak membual saat berencana tak akan menyia-nyiakan harta milik sang opa, terbukti sudah tiga pasang sepatu dengan harga mahal kini menjadi miliknya. Sepatu-sepatu itu sudah Langit incar sejak dulu. Namun, mengingat sang ayah akan mengomel tentang ini itu, Langit langsung mengurungkan niatnya. Ayah tak pernah suka jika Langit menghambur-hamburkan uang, karena itu Langit menahan keinginannya.

Akan tetapi, karena yang sedang bersamanya adalah seorang George Harry —pebisnis terkenal yang sangat kaya raya—begitu orang-orang mengatakan, Langit tak mau menahan keinginannya lagi.

Sudah sekitar dua jam Langit berputar-putar di mal, mencoba beberapa permainan yang bisa dimainkan. Tentu saja tidak sendirian, Langit mengajak orang kepercayaan opa Harry untuk menemani, sebab opanya itu tak mau ikut dan hanya melihat dari kejauhan sedari tadi.

Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul setengah satu siang. Opa Harry langsung menyuruh Langit untuk berhenti bermain dan mengajaknya ke salah satu restoran. Langit mengangguk cepat, berjalan lebih dulu.

Begitu sampai, Langit segera duduk di salah satu meja yang posisinya di pojok bersama dengan sang opa, memilih menu makanan.

Langit mengeluh dalam hati, bingung harus memesan apa. Langit jarang memakan makanan dari luar, bahkan hampir tidak pernah karena sang ayah selalu membuatkan bekal. Namun, karena pagi ini ayah sakit, tidak ada yang memasak di rumah dan Dokter Megan hanya menyiapkan makanan untuk sarapan saja.

Cukup lama Langit memilih, mencari menu yang sekiranya bisa ia makan siang ini. Opa Harry bahkan sudah selesai memesan, hanya tinggal menunggu pesanan Langit.

"Kenapa? Kau tidak suka menunya?"

Langit bergumam, masih berpikir. Ia tidak tahu harus makan apa sekarang.

"Kalau kau tidak suka kita bisa pindah ke restoran lain."

Langit menggeleng cepat, ia menunjuk gambar olahan ikan yang ada di buku. "Apa ikan ini dipanggang menggunakan sedikit minyak zaitun?" tanyanya kepada pelayan yang sedari tadi berdiri di samping meja.

Pelayan itu mengatakan iya.

"Aku mau yang ini, minumnya air putih saja."

Pelayan itu mengangguk, mengatakan untuk menunggu lalu meninggalkan mereka.

Langit mengusap peluh di pelipis, melihat ke meja samping—di mana orang-orang opa Harry sedang duduk, ikut memesan makanan. Tak mengindahkan sang opa yang sedari tadi memandangnya heran.

"Apa Opa akan lama di sini?" Langit memutuskan untuk bertanya. Wajahnya terlihat kelelahan.

"Seharusnya Opa kembali ke Chicago setelah tahun baru. Tapi karena Opa baru bertemu denganmu, Opa memutuskan untuk tinggal lebih lama."

"Itu bagus sekali." Langit tersenyum.

"Kenapa?"

"Tahun baru kami akan mengadakan pesta. Opa harus datang ke rumah."

"Kalau kau yang meminta tentu Opa akan datang."

Langit semakin mengembangkan senyumnya.

Beberapa menit berlalu, pesanan mereka sampai. Tanpa menunggu apa pun lagi Langit segera memakan pesanannya. Sesekali bertanya satu dua hal kepada sang opa tentang Chicago—tanah kelahiran sang mama. Langit belum pernah ke sana, ia hanya tahu dari internet saja.

Paling jauh, Langit hanya berlibur ke negara tetangga sebab Jagad tak pernah memiliki banyak waktu luang untuk berlibur, begitu juga dengan dirinya yang lebih banyak menghabiskan waktu liburan di rumah sakit daripada ke tempat-tempat wisata.

Langit Bercerita (End)Where stories live. Discover now