31

1.5K 201 37
                                    

Happy reading



Sekitar pukul enam pagi, begitu yang Jagad lihat dari jam di dinding kamar. Melebarkan mata tatkala mengingat jika dirinya kesiangan, Jagad melompat dari kasur, menyambar handuk dan memasuki kamar mandi.

Kurang dari sepuluh menit berlalu, Jagad segera memakai pakaian kantornya. Menyampirkan dasi di leher dan jas di lengan tanpa memakainya, Jagad mengambil tas lalu pergi keluar kamar. Langkah kakinya dibawa menuju dapur, mengingat ia harus membuat sarapan untuk Langit sebelum pukul tujuh.

Begitu langkahnya semakin dekat, sayup-sayup Jagad mendengar tawa Langit yang menggelegar memenuhi rumah. Hingga kakinya tiba tepat di depan dapur, Jagad mengembuskan napas lega melihat Langit yang sudah duduk di kursi, memakan sarapan pagi.

"Oh, kau sudah bangun?"

Suara lembut itu menyapa, membuat Jagad yang sedang memerhatikan Langit sedikit tersentak, mengalihkan pandangannya kepada Dokter Megan yang tengah berdiri di depan meja dapur, memakai apron yang biasa ia gunakan.

"Oh? Y–Ya."

"Duduklah, aku sudah membuatkan sarapan. Enggak perlu sungkan, anggap saja sebagai bentuk terima kasih ku untuk semalam."

Jagad hampir tersedak mendengar ucapan Dokter Megan, sementara Langit menatap keduanya bingung. Namun, tak ayal dirinya menepuk-nepuk kursi di samping, menyuruh Jagad untuk duduk.

"Apa Ayah melakukan sesuatu semalam?" Langit berbisik begitu Jagad duduk di sampingnya.

Jagad tak menjawab, ia hanya menggeleng. Fokus memperhatikan Dokter Megan yang membelakangi mereka, sedang memasak. Hari ini Dokter Megan terlihat berbeda. Pakaian yang dipakai sama seperti ketika Jagad menemukannya, hanya saja rambut yang biasa digerai atau dikuncir bawah—hari ini dicepol sedikit ke atas, memperlihatkan leher jenjangnya.

"Ayah, aku menyukai Dokter Mama, tapi aku enggak mau punya adik dalam waktu dekat," bisik Langit kembali. Jagad hanya melirik, kesal karena pemikiran sang anak yang semakin aneh setiap harinya.

"Hey, enggak boleh bisik-bisik di depan makanan, Langit. Apa kamu enggak tahu?" Dokter Megan mendekat, meletakkan sepiring nasi goreng di hadapan Jagad. "Makanlah, masakanku cukup enak, kau sudah merasakannya, bukan?" Kemudian kembali berhadapan dengan meja dapur, terlihat memotong buah-buahan.

"Kau tak makan?" Jagad mulai memakan nasi gorengnya.

Tanpa menoleh, Dokter Megan menjawab, "Aku akan makan di rumah sakit, aku meminjam kotak bekal milik Langit."

Beberapa saat setelah Dokter Megan mengatakan itu, suara mesin blender terdengar memenuhi ruangan bertepatan dengan suara Langit yang kembali berbisik di telinga kiri Jagad. Mengatakan, "Ayah, bukankah kita seperti keluarga yang lengkap sekarang? Aku menyukainya."

Jagad hampir tersedak, buru-buru mengalihkan pandangan ke Langit yang tersenyum sangat lebar. Jagad hanya diam, kembali memakan sarapannya, membuat Langit mencibir pelan karena tak suka dengan responnya.

Beberapa menit berlalu, Langit sudah berada di teras rumah, memandangi Dokter Megan yang tengah memasukkan botol air mineral dan Tumbler berisi jus yang sudah ia buat.

"Minum secukupnya saja, oke? Ingat, kamu enggak boleh terlalu banyak minum air."

Langit mengangguk lalu berbalik, membiarkan Dokter Megan membantu memakaikan tasnya. Tanpa disadari, jika semua kegiatan mereka sedari tadi diperhatikan oleh Jagad yang hendak keluar, tetapi urung dan memilih berdiam diri di depan pintu.

"Dokter Mama enggak terlambat? Bukankah jam masuknya pukul tujuh?"

Dokter Megan mengangguk. "Aku meminta bantuan temanku."

Langit Bercerita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang