33

1.4K 218 44
                                    

Happy reading



"Aku hanya bercanda." Langit berdeham beberapa kali tatkala melihat lirikan sang ayah, sementara Jagad hanya mengembuskan napas panjang.

Meletakkan kembali remote AC ke atas meja, Jagad berjalan menuju kursi untuk mengerjakan pekerjaan kantornya. Namun, baru setengah jalan Langit sudah lebih dulu berkata, "Bukankah Ayah seharusnya menjelaskan semuanya?"

"Biarkan Ayah menyelesaikan pekerjaan kantor terlebih dahulu."

Jagad berhenti sejenak begitu mendengar Langit berdecak kesal.

"Pekerjaan Ayah enggak akan selesai dan terus bertambah. Bilang saja Ayah enggak mau membahasnya sama seperti waktu di rumah sakit dulu."

Astaga! Bagaimana bisa pikiran Langit bisa se-negatif itu padanya? Jagad tidak berbohong, ia memang harus menandatangani beberapa berkas kantor yang tersisa. Setelah itu selesai, maka ia akan menceritakan semuanya.

"Ayolah Ayah, lagi pula sebentar lagi jam istirahat makan siang."

Jagad mengembuskan napas panjang, berbalik dan memutuskan untuk duduk di sofa yang berhadapan dengan anaknya.

"Baiklah, baiklah ... jadi, apa yang mau kamu tahu?" tanya Jagad setelah duduk di sofa.

"Semuanya."

"Apa yang dia katakan padamu?" Jagad menaruh sikunya di dengkul dengan tangan saling bertautan. Menatap serius Langit yang menyadarkan punggungnya.

"Opa hanya memberitahu kalau mama membuat kesalahan lalu menghukumnya. Opa juga memberitahu kalau Ayah dan mama menyembunyikan ku dari Opa."

Jagad mengembuskan napas, menganggukkan kepala. "Hanya itu?"

"Opa bilang mama punya kakak laki-laki, tapi sudah meninggal waktu usianya 17 tahun." Langit berkata sangsi, bingung harus memberitahu atau tidak. Karena menurutnya itu bukan sesuatu yang menjadi alasan kenapa ayah dan mama menyembunyikan dirinya dari opa.

Jagad kembali mengangguk. "Benar, dan itu menjadi awal mula semuanya."

"Eh?" Langit mengerjapkan mata tak mengerti.

"Sejak awal pernikahan Ayah dan mama memang sudah ditentang sama dia. Perbedaan kasta yang membuat dia enggak suka sama Ayah. Bahkan di hari pernikahan kami, dia enggak datang."

Langit mengernyitkan dahi. "Tapi Ayah juga kaya."

Jagad tersenyum sumir. Sejujurnya ia tak pernah menyangka jika hari seperti ini akan tiba sangat cepat. Di mana ia berbicara serius dengan sang anak tanpa melibatkan emosi dan drama kekanak-kanakan seperti biasanya.

Melihat dahi Langit yang mengerut karena berpikir, Jagad kembali mengembuskan napasnya. Dalam hati ia berkata, Lihat Dita, anak kita sudah sangat dewasa.

"Ya, tapi enggak sekaya keluarga mama. Dulu perusahaan kakek belum seperti sekarang."

Langit menganggukkan kepala. "Tapi, apa hubungannya dengan kakak laki-laki mama?"

"Kakak laki-laki mama meninggal karena bunuh diri, Langit."

Perkataan Jagad membuat Langit terkejut bukan main, bahkan saat ini mulutnya sedikit terbuka dengan mata membelalak.

"Kakaknya mama bunuh diri karena enggak bisa memenuhi keinginan dari orang tuanya. Kakaknya mama dipaksa untuk menjadi sempurna, les ke sana kemari, jika nilai turun maka hukuman akan menanti, dan di hari libur mendapatkan les khusus bisnis. Kakaknya mama sangat tertekan dan mengakhiri hidupnya tepat di usia 17 tahun, di hari ulang tahunnya sendiri."

Langit Bercerita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang