10

2.4K 229 33
                                    

Happy reading


Langit menerima suapan buah strawberry yang telah dipotong dari sang nenek, dengan mata sibuk menatap televisi yang terpasang di dinding kamar. Menayangkan sinetron khas Indonesia, di mana pemeran utamanya akan mendapatkan karma setelah melakukan kejahatan.

Jagad yang duduk di sofa sembari memangku laptop hanya menggeleng pelan, melihat Langit yang menonton televisi tanpa berkedip. Entah sejak kapan anak itu mulai menyukai sinetron seperti ini, tetapi Jagad seratus persen yakin jika itu karena virus dari bi Inem. Sebab hanya bi Inem yang suka menyalakan televisi di rumah setiap kali selesai beres-beres dan Langit akan bergabung menemani wanita tua itu duduk berlama-lama di sana.

Kembali menatap laptop, memeriksa beberapa file yang Donita kirimkan, Jagad mengembuskan napas pelan. Sudah hampir empat hari Jagad tidak masuk kantor, hanya datang beberapa menit untuk mengambil berkas lalu pergi.

Beruntung, ada kakak dan kakak iparnya yang menghandle beberapa pekerjaan. Jagad juga beruntung karena tidak ada klien yang mendesak ingin bertemu secara langsung, tidak tahu jika besok dan besoknya lagi. Entah akan sesibuk apa ia nanti, yang jelas Jagad yakin bahwa ia akan sering pulang terlambat lagi nanti. Sebab ada beberapa pertemuan yang Jagad undur hanya agar bisa terus mengawasi Langit.

Ketika Jagad mulai larut kembali dalam pekerjaan, tiba-tiba saja Langit berteriak—membuat Jagad tersentak dan segera meletakkan laptopnya di atas meja.

"Ada apa?" Jagad bertanya khawatir, mendekati Langit yang terus menatap ke arah depan. Nenek Dwi yang sedari tadi duduk di kursi samping ranjang hanya mengelus punggung anak itu pelan.

"Ayah! Aku pernah melihatnya!"

Jagad mengernyit, mendengar penuturan Langit barusan. Beralih menatap nenek Dwi, bertanya lewat tatapan mata yang hanya dijawab gelengan.

"Apa yang pernah kamu lihat?"

"Itu!"

Seketika Jagad mengikuti arah telunjuk Langit yang menunjuk pada televisi, menayangkan adegan kekerasan. Di mana satu orang wanita tengah menjambak wanita lainnya. Jagad melotot, mengambil remot di atas ranjang Langit dan segera mengganti saluran.

"Ya ... kenapa diganti?"

"Itu ngga baik, Langit. Itu kekerasan, kamu ngga boleh menontonnya." Jagad berkata tegas, membuat Langit mengembuskan napas pelan.

"Tonton yang lain saja, ya." Nenek Dwi yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara. Mencari saluran yang pas untuk ditonton cucunya. Langit hanya mengangguk, memiringkan tubuh menghadap sang nenek dan mengambil potongan strawberry pada mangkuk yang dipegang oleh nenek Dwi sedari tadi.

"Tapi Nenek, aku pernah melihat seperti itu secara langsung." Langit berkata, setelah memasukkan potongan buah pada mulutnya.

Jagad yang baru saja duduk kembali di tempat semula hanya menghela napas. "Di mana kamu melihatnya? Itu pasti hanya halusinasimu saja karena terlalu sering menonton tayangan seperti itu, Langit."

Mendengar itu, Langit menatap ayah sengit. "Ayah ini menyebalkan sekali," gumam Langit, yang mana masih bisa terdengar oleh Jagad terlebih lagi neneknya.

Tak ingin ada pertengkaran kecil lagi, nenek Dwi akhirnya kembali menengahi dengan bertanya, "Di mana kamu melihatnya?" Yang mana itu membuat Langit tersenyum, menatap sang nenek. Memang, hanya nenek seorang yang mampu mengerti dirinya.

"Aku melihatnya di parkiran mobil ketika ayah mengajak ke mal beberapa hari lalu."

"Benarkah? Apa yang terjadi?" Nenek Dwi bertanya lagi, sehingga Langit bercerita—suatu hal yang justru membuat Jagad meringis, karena yakin bahwa dirinya akan mendapatkan wejangan lagi setelah ini.

Langit Bercerita (End)Where stories live. Discover now