13

1.9K 220 17
                                    

Happy reading


Langit mengeluh, mengelus dahinya yang terlihat memar karena tak sengaja terbentur oleh pintu. Sementara Yara yang saat ini tengah duduk di sofa, menatap Langit sengit sembari memakan keripik singkong yang ia bawa dari kamar.

Saat ini mereka berada di ruang tengah, ada Kaindra juga di sana, masih sibuk dengan laptopnya, sedangkan Tiara serta Nenek Dwi berada di dapur menyiapkan makan siang.

Tadi, tepatnya ketika Yara berteriak kesal sebab Langit ketahuan memberikan nomor ponselnya kepada Jimmy, Langit langsung melompat dari ranjang dan berlari untuk keluar—menghindari amukan dari Yara. Namun, begitu hendak membuka pintu, itu justru bertepatan dengan Jagad yang masuk. Jadilah dahi Langit terbentur.

Saat itu Yara hanya bisa meringis, melihat adik sepupunya langsung sempoyongan dan jatuh terduduk sembari memegangi dahi. Sementara Jagad segera membantu Langit dan menggendongnya sampai ke ruang tengah.

Melihat sang ayah yang baru saja datang dari dapur membawa baskom, Langit hanya diam, masih mengelus pelan dahinya yang terasa lebih menonjol dari biasanya.

Jagad sendiri hanya bisa mengembuskan napas kasar, meletakkan baskom berisi es batu yang sudah dibalut dengan handuk di atas meja. Kemudian duduk di samping sang anak.

Begitu menyibak rambut Langit, Jagad kembali mengembuskan napas kasar melihat wajah Langit yang masih terlihat pucat. "Pinjam jepit rambutmu, Yar," ucap Jagad, masih memegangi rambut depan Langit.

Tanpa diminta dua kali, Yara segera menyerahkan jepit rambut warna pink yang sedang ia pakai kepada Jagad.

Melihat Langit yang diam saja saat dipakaikan jepit rambut, Yara terkekeh pelan. "Apa tadinya kamu akan menjadi seorang perempuan, Langit? Kamu terlihat cantik dan manis."

Mendengar celetukan Yara, Langit melotot, melirik kesal. Bahkan, Kaindra yang sedari tadi tak menghiraukan pun mengalihkan pandangan dari laptopnya. Tersenyum tipis melihat keponakan satu-satunya hanya diam saja dipakaikan jepit rambut oleh sang ayah.

Melihat lirikan tajam Langit, Yara semakin semangat menggodanya. "Kenapa? Bisa saja, kan? Banyak kasusnya. Saat di USG dokter mengatakan bayinya perempuan. Tapi begitu lahir, justru yang muncul malah berbatang. Itu bukan hal yang aneh."

"Ayah!" Langit berseru kesal membuat Jagad yang sedari tadi mengompres dengan pelan justru tak sengaja menekannya lebih keras.

"Ayah sakit!"

"Makanya diam." Jagad berseru tertahan, kembali mengompresnya dengan hati-hati.

Yara yang melihat keduanya tak bisa untuk tidak tertawa. Wajah kesal adik sepupunya itu lucu sekali dan Yara menyukainya. Sementara Kaindra hanya menggeleng, terkekeh pelan.

"Aku sangat yakin, Langit. Kamu sebenernya akan dijadikan sebagai perempuan. Tapi karena Uncle berdoa ingin mempunyai anak laki-laki, jadi Tuhan mengabulkan doanya."

"Mana ada! Ayah dia menyebalkan!" Langit menunjuk Yara sengit. Sementara yang ditunjuk hanya tertawa senang, bahkan sampai tersedak membuatnya segera bangkit dari duduk dan berlari menuju dapur, mengambil minum.

"Rasain ...." Langit bergumam kesal dengan bibir dimonyong-monyongkan.

Jagad yang melihat itu langsung menepuk pelan bibir sang anak. "Ngga boleh begitu."

Langit mendengus, menggaruk kepalanya.

Melihat Yara yang berlari menuju dapur, Langit jadi teringat beberapa list cara mendekati perempuan yang diberikan oleh gadis itu. Membuka ponsel, Langit membaca ulang daftarnya.

Langit Bercerita (End)Where stories live. Discover now