41

1.7K 203 56
                                    

Happy reading


Sekitar pukul tujuh malam, Jagad menunduk dengan tangan saling bertautan, menatap cemas lantai rumah sakit. Di sampingnya ada nenek Dwi yang sedari tadi bergumam, mendoakan Langit. Di seberang mereka ada Kaindra, menyandar pada tembok dengan tangan bersedekap dada, memejamkan mata seraya terus berdoa dalam hati.

Di kursi lainnya ada opa Harry dan Dokter Megan—yang sengaja datang lebih awal, menunggu operasi Langit selesai.

Benar, hari ini operasi Langit dilakukan. Mereka sempat berbicara dengan anak itu sebelum masuk ke ruang operasi. Langit tampak tersenyum dan terus mengatakan kalau dirinya akan segera kembali, yang mana itu jutsru membuat Jagad takut bukan main.

Tak lama suara langkah kaki mendekat. Namun, itu tak membuat semua orang di sana menoleh, kecuali Kaindra yang langsung membuka mata dan menegakkan kembali tubuhnya, untuk menyambut istri serta anak semata wayangnya.

"Apa operasinya sudah selesai?" Tiara bertanya kepada Kaindra.

"Belum, mungkin sebentar lagi. Pulanglah dulu, istirahat di rumah. Yara juga terlihat kelelahan," jawab Kaindra. Istrinya itu baru sampai hari ini bersama sang anak. Kaindra sengaja tak memberitahu mereka agar Tiara fokus menjaga ayah mertuanya terlebih dahulu.

Namun, begitu mendengar Langit harus menjalani operasi dan kabar jika mertuanya sudah membaik, Kaindra segera memberitahu keadaan Langit kepada sang istri.

"Aku baik-baik saja, Pa. Aku akan menunggu Langit dulu, aku pulang nanti saja." Yara memberitahu. Dia khawatir sekali ketika mendengar jika sepupunya harus dioperasi. Yara bahkan tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya.

Yara memang selalu menjaili adik sepupunya, membuat anak itu kesal dan marah. Akan tetapi, dibalik itu semua Yara sangat menyayanginya. Yara bahkan tidak bisa jika harus melihat Langit kesakitan.

Mendengar itu, Kaindra hanya mampu menghela napas panjang. Tidak ada gunanya membujuk Yara jika suda seperti ini. Jadi alih-alih menyuruh Yara untuk pulang, Kaindra lebih meminta Yara agar duduk di samping Dokter Megan, begitu juga dengan Tiara.

Keduanya mengiakan, sementara Kaindra pergi sebentar karena harus mengangkat panggilan telepon.

Yara menghempaskan tubuhnya di samping Dokter Megan, membuat dokter itu menoleh dan menyapa. Yara meringis, ikut menyapa. Hingga tatapannya beralih pada pria tua di samping Dokter Megan, membuat Yara tidak bisa untuk tak bertanya kepada sang mama.

"Ma, itu siapa?" bisik Yara.

Tiara mengernyitkan dahi, ikut menoleh untuk melihat siapa yang Yara maksud. Begitu melihatnya, Tiara menganggukkan kepala pelan. "Kakeknya Langit, ayahnya almarhumah aunty Dita."

"Loh, masih hidup!" Yara refleks sedikit mengencangkan suara, membuat opa Harry menoleh dan menatapnya tajam.

Yara hanya bisa terkekeh canggung, mengucapkan maaf berulang kali. Merutuki dirinya yang tak bisa menjaga lisannya sendiri.

Tiga puluh menit berlalu sejak kedatangan Yara, pintu ruangan akhirnya terbuka bertepatan dengan Kaindra yang baru saja kembali. Jagad segera berdiri dan menatap Dokter Cahya, menuntut kabar baik yang ingin dia dengar. Begitu juga dengan yang lainnya.

"Operasinya berjalan dengan lancar. Langit akan dipantau selama beberapa jam ke depan. Jika tidak ada masalah, maka Langit akan segera dipindahkan ke ruang rawat."

Jagad memejamkan mata, mengembuskan napas lega seraya terus mengatakan terima kasih kepada Dokter Cahya.

Nenek Dwi bahkan sudah memegang tangan dokter laki-laki itu, matanya berkaca-kaca dan terus mengatakan terima kasih.

Langit Bercerita (End)Where stories live. Discover now