6

2.7K 270 18
                                    

Happy reading

Sekitar pukul empat lebih lima menit sore, Langit sampai di gedung kantor milik sang ayah. Keluar dari taksi yang ditumpangi setelah membayar dan mengucapkan terima kasih, Langit segera melangkahkan kaki ke dalam gedung.

Begitu tiba di dalam, Langit terus melangkah, melewati lobi menuju lift, sesekali tersenyum ketika ada yang menyapa. Beberapa karyawan memang mengenalinya, tetapi tidak semua, hanya karyawan lama saja. Langit jarang pergi ke kantor sang ayah, ia hanya akan datang kemari ketika diminta sebab Langit tidak terlalu menyukai suasana sibuk di dalamnya.

Menatap sekitar, lagi-lagi Langit tersenyum ketika ada yang menyapa. Kantor terlihat lengang, tidak banyak karyawan seperti biasanya, mungkin karena ini hari libur sehingga tidak banyak karyawan yang bekerja, hanya dari mereka yang mengambil jam lembur saja.

Menekan tombol, Langit langsung memasuki lift. Begitu pintu terbuka, Langit menekan tombol kembali pada lantai paling atas, di mana ruangan milik ayah berada.

Lift berdenting, tak lama terbuka. Langit telah sampai di lantai paling atas. Tanpa berlama-lama lagi ia segera melangkah, menuju ruangan ayah.

Begitu hampir sampai, Langit menatap meja yang berada di seberang ruangan milik ayah, meja itu hanya dibatasi oleh tembok pendek membentuk ruangan kecil, khusus untuk sekretaris.

Melihat siapa yang duduk di sana dan tengah mengoleskan sesuatu berwarna merah terang di bibir, Langit bergidik, mempercepat langkah, jangan sampai wanita itu tahu Langit datang kemari

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Melihat siapa yang duduk di sana dan tengah mengoleskan sesuatu berwarna merah terang di bibir, Langit bergidik, mempercepat langkah, jangan sampai wanita itu tahu Langit datang kemari. Namun, sepertinya keberuntungan tidak menghampirinya hari ini. Sebab baru saja satu langkah melewati, wanita itu sudah berseru,"Langit!!" dengan suara mendayu-dayu. Langit hanya bisa berhenti, memejamkan mata.

Tak mau menghiraukan Donita—wanita yang baru saja memanggilnya, Langit kembali melanjutkan langkah. Namun, ketika tangan kanan baru saja memegang kenop pintu, tangan kirinya justru ditarik cukup keras sehingga Langit langsung berbalik dan berhadapan dengan Donita.

Seketika Langit menghela napas, melihat wajah Donita yang tebal karena make-up, belum lagi lipstik merah terang di bibirnya. Langit hanya bisa menggelengkan kepala pelan.

"Kok baru datang ke sini, sih? Tante udah kangen banget, loh!" Donita memegang erat kedua lengan Langit dengan mata berbinar-binar, membuat Langit meringis—bukan karena sakit, tetapi merasa ngeri membayangkan bagaimana jika wanita di hadapannya ini menjadi mama sambungnya. Ah, membayangkannya saja Langit tidak bisa, ia harus memperingatkan ayah untuk menjauhi wanita ini.

Langit tahu, Donita menyukai ayah. Langit juga tahu kalau Donita adalah wanita yang baik. Akan tetapi, selalu mendapat perlakuan aneh setiap kali datang kemari dari Donita, membuat Langit sepertinya terkena mental. Seperti saat ini contohnya, Donita memegang kedua pipi Langit sembari berkata, "Kamu kenapa gemesin banget, sih?!" dengan bibir yang dimonyong-monyongkan.

Oh astaga, jika sudah seperti ini Langit tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ciuman. Langit benci mengatakannya, tetapi ia yakin sebentar lagi akan mendapatkan setidaknya dua ciuman di pipi kiri dan kanan. Tidak ingin merasakan bibir merah terang itu menempel di pipi, Langit segera melepaskan tangan Donita yang memegang erat lengannya.

Langit Bercerita (End)Where stories live. Discover now