2

6.2K 480 12
                                    

2

Acara ulang tahun Trey dan Kalila sudah selesai. Semua orang sudah pulang, kecuali Emily dan kedua orang tuanya. Kalila tidak suka pada Emily yang nakal. Satu tahun lalu, anak perempuan itu pernah diam-diam mencubit Kalila tanpa alasan dan membuat Kalila menangis terisak-isak dan lari ke pelukan ibunya sambil mengadu. Hanya saja, ketika Ibu menegur mamanya Emily, mamanya Emily justru menyalahkan Kalila karena berpikir bahwa Emily, anak tercintanya itu tak mungkin mencubit Kalila tanpa alasan dan mengatakan bahwa pasi Kalila telah menyakiti Emily lebih dulu.

Padahal kenyataannya tidak. Kalila tidak pernah menyentuh Emily sedikit pun. Entah kenapa, anak itu menyakitinya. Kalila jadi ikut membenci Emily saat itu. Kalila jadi punya dua musuh, yaitu Emily dan Trey. Namun, meski Emily dan Trey musuhnya, tetapi dua anak itu tidak menjadi kawan. Trey justru ikut memusuhi Emily padahal Emily tak melakukan apa pun pada Trey.

Mereka bertiga berada di halaman rumah dan bermain pistol air. Kalila menembaki Trey dan Emily dengan dua pistol yang dia pegang. Sementara dia diserang dari dua sisi.

"Ukh!" Kalila mengusap hidungnya yang kemasukan air dari tembakan Emily. Dia lalu membalas Emily dan tembakannya tak sengaja mengenai mata Emily dan membuat anak itu menangis dengan suara kencang.

"HUEEEE!"

Mamanya Emily datang dan berkacak pinggang, menatap Kalila kesal. "Kamu, ya! Kamu apain anak saya, huh?"

Kalila langsung menunduk dengan kedua tangan yang memegang pistol jadi terkulai lemas. "Kalila nggak sengaja nembak mata Emily. Maaf, Tante."

"Kita lagi main, ish! Tante nggak usah ikut campur atau aku tembak! Dor! Dor!" Trey menghujani tantenya dengan pistol air.

"Kamu! UTARI! ANAK KAMU ITU KURANG AJAR!" teriak mamanya Emily sambil menarik Trey, memasuki rumah. "Sini kamu. Ikut Tante."

Kalila ingin mengejar Trey yang ditarik paksa oleh mamanya Emily, tetapi Emily menahan tangan Kalila. "Apa?" tanya Kalila heran. "Aku mau masuk!"

"Nggak boleh, dasar anak pungut!" seru Emily, berbisik sambil tersenyum puas.

"Apa...?" tanya Kalila dengan mata berkaca-kaca.

"Iya, kamu anak pungut! Nggak tahu, ya?" Emily tersenyum pongah. "Tadi malam mama aku cerita kalau kamu tuh cuma anak pungut yang ditemuin di depan pintu rumah waktu tante lahirin Trey! Kamu cuma anak pungut, wle!"

Bibir Kalila bergetar dan matanya memanas. "Aku nggak percaya sama kamu!"

"Ya udah kalau nggak percaya, dasar anak pungut!"

"Hiks..." Kalila mengusap kedua matanya sambil terisak, lalu dia berlari memasuki rumah dan langsung ke kamarnya. Dia mengambil tas sekolahnya dan memasukkan beberapa baju kesayangan dan juga boneka beruang kecilnya.

"Kalila... kamu ngapain?"

Kalila menoleh dan terkejut melihat Adam. "Aku mau pergi!"

"Pergi ke mana?" tanya Adam heran, lalu menatap tas sekolah Kalila yang ritsletingnya sulit tertutup rapat.

Kalila terisak pelan. Dia mengusap kedua matanya. "Kata Emily, aku cuma anak pungut. Hiks... pantas aja Trey benci sama aku terus, hiks.... HUEEE!"

***

Utari tersentak mendengar suara tangis kencang Kalila. Perempuan itu langsung berlari meninggalkan teh yang sedang dia buat di dapur. Dia memasuki kamar Kalila dan melihat Kalila sedang dipeluk oleh Adam.

"KALILA TERNYATA BUKAN ANAK IBU!" seru Kalila sambil berontak di pelukan Adam. "KAKAK ADAM, KAKA JIRO, TREY! SEMUANYA BUKAN SAUDARA KALILA! BAPAK JUGA BUKAN BAPAK KALILA!"

Utari memegang kepalanya yang terasa berdenyut-denyut. Dia berjongkok di samping Kalila, lalu menarik Kalila dari pelukan Adam ke pelukannya. "Sayang, cup cup, kasih tahu Ibu, kamu dengar yang kamu bilang itu dari mana?

"Hiks..., Emily, Ibu...., hiks...."

Utari menghela napas panjang. Emily.... anak itu pasti mendapatkan pengaruh dari mamanya. Mamanya Emily adalah ipar Utari yang memang tak pernah saling suka sejak dulu. Mengenai Kalila yang bukan anak kandungnya dan merupakan anak yang ditemukan di teras rumah, itu memanglah cerita masa lalu yang tersebar tanpa Utari tutupi karena bagaimana pun tak baik menyembunyikan fakta yang ada.

Karena suatu saat Kalila akan pulang....

"Apa Kalila beneran anak pungut, Ibu?" bisik Kalila, menyembunyikan wajahnya di \ leher Utari. "Hiks...."

"Sayang...." Utari menatap Trey sambil meneguk ludah. Tak ada satu pun di antara anak-anaknya yang tahu fakta itu. Hanya orang-orang dewasa di keluarga besar yang tahu. Namun, akan ada hari di mana mereka tahu jelas kebenarannya. Seperti hari ini. "Kalila itu malaikat kecil yang diturunkan dari langit untuk menjadi bagian dari keluarga ini. Kalila bukan anak pungut, tapi Kalila itu anugerah yang Tuhan berikan untuk Ibu dan Bapak."

Kalila menjauh dan menatap Utari lekat-lekat. "Ja—jadi, Kalila bukan anak Ibu?"

"Kalila anak Ibu. Anak Bapak. Saudari Adam, Jiro, Trey. Kalila bagian dari keluarga ini. Jadi, nggak ada istilah anak pungut di dunia ini," kata Utari sambil mencium kening Kalila. "Ingat baik-baik, Nak. Kalila adalah anak Ibu dan Bapak, ya?"

Kalila mengangguk dan memeluk Utari.

Trey muncul dan menatap Utari dengan bingung. "Apa yang Emily bilang itu benar, Ibu?"

"Bohong!" seru Kalila dengan tegas. "Ibu bilang kalau aku bukan anak pungut!"

"Sini." Utari meraih tangan Trey dan menariknya pelan, lalu beralih menatap Adam. "Kamu juga Adam, sini, Nak."

Utari memeluk ketiga anaknya itu dengan penuh kasih sayang.

"Trey, kamu baik-baik ya sama kakak kamu."

Trey merenggut. "Kakak? Aku yang Kakak, Ibu!"

"Tapi Trey pendek," celutuk Kalila.

"Lihat aja nanti! Aku yang lebih tinggi dari kamu! Kalau aku paling tinggi, aku yang akan jadi Kakak!"

"Ssst, udah-udah," kata Adam, menengahi.

***

Jiro menjauh dari pemandangan yang menyesakkan. Apa Ibu lupa dengan keberadaannya di rumah ini? Hanya Adam, Trey, dan Kalila yang Ibu peluk. Sementara Ibu tidak mencarinya untuk dipeluk juga.

Jiro sudah tahu bahwa sejak dulu Ibu menantikan anak perempuan. Maka Jiro tak heran jika Ibu merelakan satu anak laki-lakinya pada Bibi dan Paman. Jiro tidak membenci Kalila dan bahkan menyayangi adik kecilnya itu, tetapi ketika suatu hari dia mendengar Bibi dan Paman membicarakan Kalila yang ternyata bukan bagian dari keluarga ini, kebencian Jiro pada Kalila tumbuh perlahan-lahan dan menumbuhkan pemahaman di hati Jiro bahwa Kalila menggantikan posisi Jiro di hati Ibu.

"Ayo pulang, Ibu, Ayah." Jiro memegang masing-masing tangan Bibi dan Paman. "Aku mau pulang."

Bibi mengusap rambutnya dengan penuh kasih sayang. Paman juga terlihat lebih menyayanginya dibanding Bapak.

"Loh, udah mau pulang?" tanya Ibu, yang muncul sambil menggandeng tangan Kalila.

Wajah anak perempuan itu terlihat sembab karena habis menangis, tetapi Jiro sama sekali tidak iba.

Dia semakin membenci Kalila sehingga tatapan bencinya tak bisa dia sembunyikan lagi dan membuat Kalila sepertinya menyadari itu dan hanya bisa menatap Jiro dengan tatapan sedih.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Ruang dan WaktuWhere stories live. Discover now