24

3.4K 293 10
                                    

24

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

24

Jiro tak bohong saat mengatakan bahwa dia sakit kepala.

Namun, situasi di mana hanya ada mereka berdua di rumah ini membuat Jiro berpikir dengan cepat, entah ini baik atau buruk, untuk segera membuat Kalila sadar bahwa dia tidak pernah bercanda saat mengatakan bahwa dia tidak sekalipun menganggap Kalila sebagai adiknya.

Jiro tak mau melepaskan pelukannya di pinggang kecil Kalila. Juga tak ingin menjauhkan tangannya yang memegang tengkuk cewek itu. Jiro juga tak mau berkedip sedetik pun dari sepasang mata bening yang kini berkaca-kaca karena perlakuan tiba-tibanya.

Mau bagaimana lagi, Kalila tak akan pernah percaya jika dia tidak melakukan ini. Cepat atau lambat, dia juga akan melakukan hal yang sama.

Mencium Kalila atau bahkan lebih dari itu.

"Sekarang lo percaya, kan?" Jiro menarik tangannya dari tengkuk Kalila untuk mengusap bibir Kalila yang lembab. "Sepertinya ada yang datang. Apa gue harus perlihatkan ke dia juga supaya lo percaya?"

Kalila tidak menjawab. Cewek itu memukul pelan dada Jiro. Jiro melepaskan Kalila untuk melihat apa yang akan Kalila lakukan. Kalila kemudian keluar dari kamarnya dengan berlari.

"KALILA!" Itu adalah suara Trey yang berteriak seperti mencari orang hilang.

Jiro tidak menyesal telah mencium Kalila. Setelah ini, Kalila akan terus memikirkan ciuman mereka. Jiro duduk di tepi tempat tidur sambil tersenyum, membayangkan hal menarik apa yang akan Kalila lakukan. Pikirannya itu teralihkan oleh ponselnya yang berdering.

ashana: gue boleh ke rumah lo buat bawain obat dan makanan?

me: ke sini aja. gue sendirian di rumah

***

Kalila masih shock. Kepalanya tiba-tiba pusing. Dia bahkan berkeringat padahal hanya berlari sebentar. Setelah berlari dari kamar Jiro, Trey yang masih di ruang tamu langsung berbalik dan mengikutinya hingga berhenti di teras. Kalila langsung terdiam saat di teras dan merasa linglung. Dia tak tahu harus melakukan apa. Seolah yang terjadi barusan adalah mimpi, tetapi ini nyata.

Jiro mencium bibirnya. Kalila memegang bibirnya. Bagaimana ini? Bagaimana dia hidup ke depannya di rumah ini? Jiro membuat hati Kalila terasa tak nyaman. Seperti ada gejolak aneh di dalam sana.

"Apa yang terjadi?" Kalila tersentak dan langsung menelah. Trey menaikkan alis dan menatapnya bingung. "Ayo ke rumah Nenek. Nggak usah tungguin Kak Jiro. Dia yang lo tungguin, kan?"

Kalila melihat ke depan pagar yang terbuka dan ada sebuah motor besar asing yang terparkir di sana. "Lo naik apa?"

"Motor. Tuh."

Kalila membelalak dan menatap Trey. "Heh! Lo mau dimarahin Bapak, ya! Itu motor siapa?"

"Motornya Zen." Zen adalah sepupu laki-laki yang sudah mahasiswa. Trey menarik lengan Kalila dan memaksanya turun dari tangga teras. "Ayo cepetan. Bareng gue. Nggak usah bareng Kak Jiro."

Kalila hanya terdiam. Bibirnya bergetar, ingin menangis. Rasa tak nyaman di hatinya membuatnya ingin menangis kencang. Dia terbayang perasaan aneh saat dicium oleh Jiro, seseorang yang sudah dia anggap sebagai kakak laki-laki.

"Lo kenapa, sih?" Trey memegang kedua pipi Kalila.

Jika menangis di sini, maka Jiro akan datang dan membuat perasaan Kalila menjadi semakin tidak nyaman. Dia berlari ke motor itu dan menatap Trey. "Ya udah, cepetan!" Trey lalu bergegas ke motor dan langsung naik. "Kala perlu ugak-ugalan aja."

"Tumben ngajak duluan. Lo mau mati?"

Kalila langsung menabok helm yang baru saja Trey pakai. Kalila mengambil helm yang diberikan Trey, memakainya, lalu naik ke atas motor itu. Trey belum boleh mengendarai kendaraan apa pun karena masih 16 tahun, tetapi anak itu bebal dan diam-diam belajar mengendarai motor dari teman-temannya dalam tim basket sejak SMP. Tubuh tinggi yang ideal dengan bobot tubuh, membuat Trey bisa mengendarai motor besar.

Trey benar-benar membawa motor dengan kecepatan tinggi dan membuat Kalila membelalak. Sejenak, Kalila lupa dengan masalahnya dengan Jiro. Hampir saja Kalila refleks memukul punggung Trey jika saja dia tidak segera berpikir jauh. Pukulannya akan mengagetkan Trey dan membuat cowok itu bisa kehilangan kendali dalam mengendara.

"PELAN-PELAN, DONG!" teriak Kalila karena tak tahan.

"KATANYA UGAL-UGALAN AJA!"

"AH, TERSERAH, LAH!" Kalila mencengkeram jaket Trey dan memeluk adiknya itu dari belakang. Apa yang Trey lakukan tak boleh ditiru oleh siapa pun. Kalila ingin menarik kata-katanya yang menyuruh Trey untuk ugal-ugalan. Trey ingin membawa mereka ke alam baka. "OI! PELAN-PELAN!"

***

Sesuai dugaan, Emily juga datang. Mereka tak sengaja saling pandang saat berada di halaman depan rumah Nenek, lalu Kalila memalingkan muka dengan cepat. Sekilas Kalila melihat Emily ikut memalingkan wajah.

Kalila sengaja ingin sendirian di halaman belakang bersama para sepupu kecilnya karena ada Emily di antara sepupu yang seumuran. Kalila berjongkok, memainkan daun kering yang baru saja jatuh di atas tanah.

"Awas hati-hati!" teriak Kalila pada anak berumur delapan tahun yang hampir terjatuh karena akar pohon yang besar.

"Lo kenapa?" Trey sejak tadi sudah mengikutinya, bahkan ikut berjongkok di sampingnya. "Kayak lagi ngegalau gitu."

Bayangan Jiro menciumnya kembali terlintas dan membuat Kalila menggeleng kencang, berharap momen itu segera menghilang. Sialnya, dia tidak bisa melupakan momen itu secepat dia membalikkan telapak tangan. Kalila menggigit bibir, menahan tangis dan matanya yang terasa perih itu sebentar lagi akan mengeluarkan air mata yang banyak.

Kalila tidak mau hubungan persaudaraannya dengan Jiro hancur, tetapi Kalila lebih tidak ingin jauh dari Jiro. Hubungan mereka sudah tidak bisa kembali seperti dulu. Jiro akan menjauh, kecuali Kalila menerima Jiro sebagai seorang cowok, bukan kakak.

"Hadeh!" Kalila tersentak mendengar suara Trey yang tiba-tiba. Dia lupa, Trey masih ada di sampingnya. "Masih banyak cowok di dunia ini. Lo nggak usah ngegalau karena putus dari si Arvin Arvin itu."

Kalila awalnya terkejut karena Jiro langsung terbayang di benaknya, tetapi ternyata Trey membahas Arvin. Rumor putusnya Kalila dan Arvin secepat rumor saat mereka berpacaran. Kalila membenamkan wajahnya di atas lutut. Dia tak mau pulang ke rumah. Bagaimana dia akan bertemu dengan Jiro setelah ini?

"Duh, kenapa, sih adik gue? Udah, udah. Besok gue datengin deh terus gue pukul biar dia tahu rasa!" seru Trey sambil memeluk Kalila dari samping. Cowok itu mengusap-usap rambut bagian samping Kalila. "Udah. Udah. Air mata lo terlalu berharga untuk cowok berengsek kayak dia. Awas aja Arvin Arvin itu!"

Masalahnya bukan Arvin! Namun, Kalila tak mungkin mengatakan bahwa cowok yang mengacaukan hati Kalila adalah Jiro.

Kalila langsung berdiri setelah sebuah pemikiran terlintas. Dia tak akan tenang jika masalah rumit ini tidak segera dia selesaikan hari ini juga. Dia dan Jiro harus bicara baik-baik tanpa menggunakan hati dan tetap berpegang pada logika.

Tidak ada siapa-siapa di rumah dan dia akan bebas berbicara hanya berdua dengan Jiro untuk membahas hal tak masuk akal di antara mereka berdua.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Ruang dan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang