39.b|

1.3K 131 1
                                    


39.b

"Udah, nih." Kalila menunjuk bajunya. "Gue udah ganti baju. Udah mandi juga."

"Kenapa lo kayak belum mandi?" Trey mengernyit. "Eh..., lo nangis?"

Kalila dengan cepat bersikap santai. "Enggak. Tadi gue jadiin minyak biji bunga matahari di bulu mata gue biar panjang. Gue taruh di bawah mata juga biar mata panda ilang. Kayak sembab, ya?"

Trey menjulurkan telunjuknya, ingin menyentuh minyak di wajah itu, tetapi Kalila dengan cepat menepis lengan Trey.

"Mau apa lo?" tanya Kalila sambil mendelik tajam. "Lo habis main basket jangan-jangan? Berdebu."

Trey berdecak, lalu dia menarik paksa lengan Kalila hingga Kalila mengikut sambil mengaduh. "Sini lo. Bangunin Kak Jiro!" seru Trey.

"Dia belum bangun juga?" Kalila langsung membuka pintu kamar Jiro tanpa mengetuk. Kebiasaan yang membuat Trey terkejut, tetapi Trey tak mengatakan apa-apa. Kalila sudah terbiasa sampai lupa menempatkan posisinya sebagai adik Jiro yang sopan.

Jiro membuka matanya yang menyipit karena baru bangun. Rambut tebalnya terlihat berantakan. Tanpa selimut yang menutupi tubuhnya, cowok itu hanya mengenakan kaos dan celana selutut dengan kamar yang suhunya dingin. Jiro sangat suka mengatur suhu kamarnya menjadi rendah. Kalila baru mengetahui kebiasaan Jiro itu saat mereka berpacaran. Padahal dia sudah mengenal Jiro dari kecil, tetapi kebiasaan ini malah baru dia ketahui.

Kalila menarik lengan Jiro ketika cowok itu tidak segera bangun, tetapi malah telungkup dan menyembunyikan wajahnya di atas bantal. "Kak! Bangun, terus mandi, terus kita berangkat ke rumah Nenek. Lo enggak ada rencana main bareng temen-temen lo, kan?" Kalila berdecak. Sekuat apa pun usahanya untuk menarik Jiro, tetapi cowok itu tak berpindah posisi. Hanya wajahnya yang tertoleh, lalu dengan mata yang menyipit, dia tersenyum. "Ngejek, ya? Ayo banguuun! Udah sore. Nanti bodoh kata Ibu."

Trey tidak ikut membangunkan Jiro. Cowok itu sibuk melihat-lihat. Tangan nakalnya mulai naik di rak berisi barang-barang milik Jiro yang menarik perhatiannya.

"Ayo bangun!" seru Kalila.

Akhirnya Jiro mulai bergerak. Cowok itu duduk perlahan hingga kedua telapak kakinya menyentuh lantai. Dia masih menunduk dengan masing-masing tangan yang menggenggam kedua tangan Kalila. Jiro mengangkat sedikit wajahnya dan mata yang belum sepenuhnya terbuka itu membuat Kalila gemas ingin memeluk, tetapi ada Trey di sini. Pintu kamar juga terbuka lebar. Semoga saja Jiro bisa paham situasi bahwa Jiro tak boleh memeluknya secara berlebihan apalagi menciumnya.

Namun, apa yang Kalila harapkan dari seseorang yang baru saja bangun tidur? Jiro menarik Kalila hingga wajah cowok itu menubruk perut Kalila. Kedua tangan Jiro pun tak diam. Kedua tangan cowok itu melingkar di pinggang Kalila dan menyandarkan pipinya di perut Kalila dengan nyaman.

Setelah Kalila pikir lagi, dia merasa situasi ini masih wajar-wajar saja. Tak apa dipeluk Jiro seperti ini. Toh, masih batas wajar. Kalila tak perlu panik karena keberadaan Trey di kamar ini juga.

"Udah jam berapa?" bisik Jiro dengan suara sedikit parau.

Kalila melihat jam dinding sembari berusaha mendorong Jiro agar menjauh. "Eum, jam empat. Cepet mandi sana."

"Mandiin, dong."

Kalila refleks menampar pelan pipi Jiro dan fokusnya tertuju pada Trey yang langsung melihat ke arah tempat tidur Jiro dengan mata melotot tajam setelah mendengar perkataan kakaknya barusan.

"Heh!" Trey menaruh kembali barang yang dia ambil. Kemudian bergegas menarik Kalila dari Jiro. Dia berhasil memisahkan mereka berdua. Kalila segera menjauh sementara Jiro kembali berbaring di tempat tidurnya dengan mata tertutup. Trey berdiri di samping tempat tidur Jiro, menatap kakaknya itu sambil bicara dengan suara tinggi. "Siapa yang ngajarin lo ngomong b*ngsat ke Kalila?"

Ruang dan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang