23

3.5K 303 8
                                    


23

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

23

Setelah sarapan, orang-orang di rumah bersiap-siap untuk pergi ke rumah Nenek. Perkumpulan keluarga besar biasanya direncanakan di akhir-akhir bulan dan bertepatan dengan akhir pekan. Terkadang malam sebelum acara kumpul keluarga, para sepupu akan menginap di rumah Nenek. Terutama sepupu-sepupu laki-laki Kalila. Mereka begadang karena bermain dan pagi harinya mereka akan bangun tepat saat camilan-camilan dihidangkan.

Trey masuk dalam salah satu bagian dari mereka, tetapi tidak dengan Jiro karena cowok itu memilih di rumah dan mengatakan akan pergi bersama Ibu, Bapak, dan Kalila pagi ini. Dua asisten rumah tangga juga akan ikut seperti biasanya sehingga rumah akan dibiarkan kosong.

Adam tak akan datang karena kesibukan tahun pertamanya di universitas. Sementara Kalila sedang berpikir keras sejak semalam. Pasti Emily akan datang. Tak mungkin cewek itu absen dalam acara kumpul keluarga yang selalu jadi acara favoritnya. Kalila malas untuk bertemu cewek itu. Sudah berhari-hari sejak Kalila memergoki Emily dan Arvin dan sampai detik ini Kalila tak pernah bertegur sapa dengan Emily. Kalila bertukar tempat duduk dengan siswi lain yang mau-mau saja duduk di tempatnya karena lokasi tempat duduk Kalila yang strategis.

Kalau dipikir-pikir kembali, Kalila tidak patah hati karena melihat pacar yag sudah menjadi mantan pacarnya itu berciuman dengan cewek lain. Kalila menangis har itu karena dikhianati. Kalila sampai berpikir bahwa tidak ada sedikit perasaannya yang tumbuh untuk Arvin. Syukurlah, sifat asli Arvin langsung terlihat sebelum Kalila menaruh hati pada cowok itu.

Kalila mengambil tasnya dengan gerakan malas, lalu dia menghela napas saat mulai melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Ibu, Bapak, dan dua pekerja rumah tangga sudah bersiap-siap di luar rumah. Juga sopir yang sudah siap di kursi pengemudinya.

"Kak Jiro mana, Bu?" tanya Kalila setelah tiba di beranda rumah dan tak melihat keberadaan Jiro.

"Tadi katanya dia belakangan karena mau tidur lagi. Coba kamu bangunin lagi." Ibu menaikkan beberapa tupperware berisi kue yang dibuat sejak kemarin untuk dimakan bersama-sama saat di rumah Nenek.

"Ya, udah. Ibu sama Bapak duluan aja. Biar aku sama Kak Jiro nyusul." Lagipula, mobil juga sudah terlalu sesak untuk ditambah dirinya. Kalila mengangkat tangan kanannya, lalu melambai. "Nanti aku nyusul bareng Jiro, Bu, Pak!"

"Ya udah. Kabarin Ibu aja kalau ada apa-apa," balas Ibu, membalas lambaikan tangan Kalila dari dalam mobil.

Klakson berbunyi satu kali. Mobil pun keluar dari halaman, melewati pagar yang terbuka lebar. Kalila menuju pagar dan menutupnya karena masih butuh waktu untuk membangunkan Jiro dan menunggu cowok itu bersiap-siap.

Kalila menutup pintu utama dan segera berlari ke kamar Jiro yang tidak tertutup rapat. Dilihatnya Jiro yang sedang berbaring di atas tempat tidur, tertutupi oleh selimut tebal di ruangan yang dingin karena pengaturan suhu yang rendah. Kalila mengambil remote AC dan menaikkan suhunya, lalu menggeleng pelan pada Jiro.

"Kak! Kok dingin banget, sih, di sini?"

Jiro membuka matanya. "Gue sakit. Jadi, gue nggak akan pergi."

"APA?" Kalila mendekati Jiro dan menarik tangan dingin cowok itu setelah menyingkap selimut. "Bohong! Mana ada orang sakit malah rendahin suhu. Ayo bangun!"

"Gue serius." Jiro menggeram pelan. "Gue sakit kepala."

Kalila berhenti dalam usahanya menarik Jiro untuk bangun. Cewek itu duduk di tepi tempat tidur dan memegang kening Jiro dengan punggung tangannya.

"Gue nggak demam." Jiro menangkap pergelangan tangan Kalila. "Tapi sakit kepala, Kalila."

"Kalau gitu, gue ambilin obat sakit kepala." Kalila menyerongkan tubuhnya dan gagal bangkit karena Jiro masih memegang pergelangan tangannya dengan erat. "Lepasin dulu!"

"Nggak usah." Jiro bangkit dan duduk, membuat Kalila jadi mendongak. "Ada hal penting yang pengin gue omongin."

Kalila mengernyit. "Apa ngomongin yang lain itu penting sekarang? Kak Jiro harus minum obat dulu."

"Itu nggak penting," kata Jiro pelan. "Kata-kata gue setelah ini yang penting."

Kalila terdiam. Intonasi suara Jiro dan tatapannya berbeda dari biasanya, membuat Kalila refleks memalingkan wajah. "Apa...?"

"Gue suka sama lo."

Kalila mengerjap. Sedikit terkejut, tetapi dia tertawa dan mengusap pelan pipi Jiro saat menatap kembali cowok itu. "Gue juga suka sama Kak Jiro."

Jiro menatapnya lebih serius lagi. "Gue suka sama lo sebagai cewek, bukan adik cewek."

Ah, lagi-lagi Jiro bercanda. Sudah ribuan kali Kalila mendengar kata yang sama dan Kalila tak akan mempan. Sebentar lagi Jiro akan tersenyum padanya seperti yang sudah-sudah. "Kak, sekarang bukan waktunya untuk bercanda."

"Apa gue terlihat bercanda?" Jiro menatap manik matanya. "Apa gue harus nyium bibir lo supaya lo nggak anggap gue bercanda lagi?"

Bibir Kalila seolah terkunci. Dia tak mampu berkata-kata saat melihat ekspresi serius dan intonasi suara Jiro.

"Gue nggak bisa dekat-dekat lo sebagai Kakak. Jadi, kalau lo nggak terima perasaan gue, gue akan menjauh."

Kalila memalingkan pandangannya dari tatapan Jiro yang seolah menghunusnya. Situasi ini terlalu tiba-tiba. Dia yakin Jiro hanya bercanda dan sebentar lagi Jiro akan tertawa karena telah membuat Kalila memperlihatkan ekspresi bodoh.

"Udah, ya, Kak. Gue mau ambil obat." Kalila berusaha menarik tangannya dari Jiro hingga akhirnya terlepas dari jangkauan Jiro. Kalila berdiri dan refleks melihat ke jendela saat mendengar suara motor, lalu tak lama kemudian terdengar suara gerbang rumah yang dibuka. Siapa yang datang? "Bukan waktunya bercanda di situasi ini, Kak."

Tangannya ditarik oleh Jiro, membuat Kalila berbalik ke arah cowok itu yang tengah berdiri. Jiro memperpendek jarak di antara mereka, menarik pinggang Kalila dengan tangan kekarnya, dan tangannya yang lain naik ke tengkuk Kalila. Jiro menunduk. Sesuatu yang dingin menempel di bibir Kalila tiba-tiba.

Jiro benar-benar menyatukan bibir mereka.

Kedua tangan Kalila memegang dada cowok itu, mendorongnya dengan tenaga yang menghilang dalam sekejap. Jiro menjauh, hanya sedikit, dan berbisik di depan bibir Kalila sambil menatap Kalila dengan sendu. "Gue bisa aja masukin lidah gue ke mulut lo supaya lo lebih percaya lagi, tapi gue nggak mau lo makin kaget. Apa sekarang gue masih terlihat bercanda, Kalila?"

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Ruang dan WaktuWhere stories live. Discover now