40

1.3K 134 6
                                    

happy reading

love,

sirhayani

40

Kata Bapak, ban mobil bagian belakang tak sengaja terkena tahi sapi, hanya sedikit, sehingga meminta tolong kepada Kalila dan Trey yang senang bermain air untuk menyemprotnya dengan air berlaju deras dari selang.

Mereka berakhir saling berebut selang itu. Merasa ada yang melihat dari atas, Kalila mendongak. Jiro sedang melihat dari jendela kamarnya. Cowok itu mengedipkan sebelah mata dan membuat Kalila segera memalingkan pandangannya dari Jiro. Kini, dia jadi lebih kalem dan terkesan mengalah dari Trey. Dia mengendurkan pegangannya dari selang itu.

"Ya udah bareng aja," kata Trey sambil mendorong bahu Kalila ke bawah. Kalila berjongkok. Trey ikut berjongkok di sampingnya sambil memegang tangan Kalila yang memegang ujung selang. "Eh, eh, jangan kenceng-kenceng. Nanti sisa tahinya keciprat ke mana-mana."

"Iyuuuh!" seru Kalila, jijik, saat tahi sapi itu berjatuhan di paving block yang dekat dengan saluran air.

Sebuah taksi berhenti di tepi jalan depan pagar. Kalila dan Trey menoleh bersamaan. "Siapa?" tanya mereka serentak, masih mengarahkan air ke ban mobil dengan tepat sasaran.

Seorang cowok berkacamata yang mengenakan kaos berwarna navy dan celana jeans hitam baru saja turun dari taksi tersebut. Kalila mengerjap dan menghentakkan selang. Dia berlari menghampiri Adam yang hanya datang bersama sebuah tas ransel di punggungnya.

"Kak Adam!" Kalila merentangkan tangan untuk memeluk kakak pertamanya itu, tetapi Trey mendahuluinya. "Heh! Gue duluan!"

Satu tangan Trey mendorong wajah Kalila yang ingin bergabung sementara satu tangannya yang lain menepuk-nepuk punggung kakaknya itu. "Kok enggak bilang mau datang?"

"Biar pada kaget." Adam terkekeh, lalu memandang ke jendela di mana Jiro sedang memperhatikan tanpa ekspresi. Adam kembali menatap Kalila dan Trey.

"Tangan lo bau tahi!" seru Kalila asal sambil mengusap wajahnya. Dia menginjak kaki telanjang Trey dengan sandal jepitnya dengan mengeluarkan seluruh tenaganya. Trey menyingkir sambil mengaduh. Kalila kembali fokus pada Adam. "Kak Adam ke rumah Nenek, kan, nanti?"

Adam mengangguk. "Iya. Besok gue langsung balik, sih."

"Kok cepet banget, Kak?" Kalila memeluk erat lengan Adam saat mereka melangkah ke teras rumah. Trey buru-buru sedang mematikan keran. "Kenapa enggak beberapa hari aja? Masa cuma sehari semalam."

"Gue belum libur, Kal. Tunggu aja sampai Kakak libur semester." Adam berhenti tak jauh dari Ibu yang sedang membelalak. Kalila segera melepaskan rangkulannya, membiarkan anak dan Ibu itu bertemu melepas rindu. Ibu mendekat. Pun dengan Adam yang melangkah buru-buru. "Assalamu'alaikum, Bu." Cowok itu menunduk dan meraih tangan Ibu, lalu mencium punggung tangan Ibu selama beberapa detik.

"Wa'alaikumussalam, Nak. Kenapa enggak bilang-bilang biar Ibu dan yang lain bisa jemput di stasiun?"

"Ah, masalah sepele, kok."

Kalila tersenyum. Ibu dan Adam berpelukan melepas rindu. Ibu mengusap-usap punggung Adam. Mata Ibu berkaca-kaca. Ah, meskipun masih satu negara, tetapi tetap saja panggilan video tidak apa-apanya dibanding bertemu langsung. Apalagi hidup serumah selama belasan tahun, tetapi berakhir pergi ke kota lain untuk menuntut ilmu.

Bapak datang dari belakang dan meghampiri Adam yang sudah lama tidak ke rumah. Adam memeluk Bapak sementara Bapak mengusap-usap punggung Adam. Kalila mengedarkan pandangan. Trey sedang duduk di sofa sambil menikmati camilan. Tidak ada Jiro. Mungkin cowok itu sedang mandi. Namun, Kalila memutuskan untuk ke kamar Jiro untuk memastikan.

Ruang dan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang