31

2.3K 232 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


31

"Gue bakalan marah dan enggak ngomong sama Kak Jiro selama satu bulan!"

Jiro mengendurkan kedua tangannya dan Kalila langsung berdiri tepat saat Trey muncul. "Apa?" tanya Kalila pada Trey.

"Makan." Trey berdiri di ambang pintu. Sebelah tangannya masih memegang kenop dengan erat. Pandangannya tertuju pada Jiro yang duduk di sofa, lalu beralih pada Kalila yang berdiri. Kening Trey berkerut samar. Kedua alisnya naik tinggi-tinggi. "Ngapain lo di sini?"

"Main." Kalila melangkahkan kakinya menuju Trey. Diputarnya tubuh Trey dengan susah payah. Dia dorong punggung tegap cowok itu agar segera pergi. "Ayo bareng turunnya." Kalila menoleh ke balakang, mengajak Jiro bicara meski terhalang dinding kamar. "Kak Jiro juga ayo makan malam!"

"Gue nyusul," balas Jiro yang sedikit berteriak.

"Sekarang lo lebih sering main di kamar Kak Jiro daripada kamar gue, ya." Trey merajuk ketika mereka mulai menuruni tangga. "Lo banyak berubah belakangan ini. ADUH!" teriak Trey karena Kalila mencubit lengan Trey. Cowok itu mengusap-usap lengan sambil meringis saat menatap Kalila di sampingnya. "Cubitan lo yang enggak berubah. Masih sama kayak dulu, kayak digigit semut merah."

"Habisnya lo ngomong enggak sesuai fakta. Memangnya gue sering main ke kamar lo? Enggak, tuh. Lo yang sering ke kamar gue. Itu pun semenjak kita SMA lo udah jarang ke kamar gue." Kalila menyambar lengan Trey, lalu berlari menuruni tangga. Dia tiba di ruang makan dan sudah ada Ibu dan Bapak di masing-masing kursi mereka. Kalila duduk di kursinya dan bertepuk tangan. Ada berbagai jenis sayur dan lauk yang tersedia dan semua itu ada campur tangan Ibu yang biasanya jarang memasak karena sudah ada asisten rumah tangga bagian memasak.

Trey datang dan duduk di samping Kalila. Dia mengangkat piringnya saat Ibu meminta. Ibu lalu menyendokkan nasi ke atas piring Trey seperti apa yang sebelumnya Ibu lakukan pada piring Kalila karena tempat nasi ada di dekat Ibu. Jiro baru muncul beberapa saat kemudian dan Ibu kembali melakukan hal yang sama. Momen seperti itu sudah sering terjadi seolah menjadi rutinitas yang tak mau Ibu lewatkan.

Ketika makan tak boleh bicara. Hal itu merupakan adab dasar dalam makan seperti yang biasanya Bapak katakan. Namun, ketika mengingat sebuah cerita, Kalila tak bisa mengerem bibirnya untuk bercerita.

"Ibuuu! Bapak! di kelas aku kan ada anak baru. Terus dia gampang bergaul. Dia bisa santai-santai aja sama Kak Jiro dan minta ditraktir sama Kak Jiro. Kak Jiro malah beliin anak baru itu beneran! Apa pun diminta sama anak baru itu dikasih."

"Anak baru?" Trey menoleh. Disudut bibirnya ada saus tomat yang tidak dia sadari. "Gue kok baru denger. Cowok? Cewek?" Trey memicingkan mata. "Lo dan Kak Jiro diam-diam makan bareng di kantin? Kantin yang mana? Kok enggak ajak-ajak gue dan malah traktir anak orang?"

"Cowok. Namanya Callahan. Terus dipanggilnya Kala."

"Mungkin dia anak yang kurang perhatian," balas Ibu setelah selesai menelan makanan yang sebelumnya dia kunyah dengan lama. "Biasanya kayak gitu. Jadi, Kalila, jangan terlalu cuek sama temen kamu, ya."

Ruang dan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang