42

1.7K 139 0
                                    

happy reading!

love,

sirhayani

42

Jiro tak nyaman dan ingin muntah sejak tadi karena keramaian, makanya dia sudah menyiapkan satu batang rokok herbal untuk jaga-jaga dan membawa pemantik favoritnya.

Benar. Dia merokok, tetapi rokok herbal. Makanya saat Kalila bertanya apakah dia merokok, Jiro tidak menjawab iya karena pasti maksud Kalila adalah rokok berisi tembakau, bukan teh hijau seperti yang disesapi Jiro saat ini. Ah, Jiro hanya berusaha denial. Toh, sama-sama merokok. Jiro hanya tak ingin Kalila menyuruhnya berhenti karena Jiro masih butuh rokok herbal jika merasa tidak nyaman seperti sekarang.

Lagipula sejak mengetahui bahwa kalila tidak suka kalau dia merokok, Jiro sudah berusaha untuk tidak memakainya disaat butuh karena Jiro juga tahu betul bahwa rokok herbal juga tak baik karena menghasilkan racun. Bedanya dengan rokok pada umumnya hanya tak ada nikotin yang membuat candu. Hanya beberapa kali dia mengisap rokok sejak Kalila melarangnya. Dia mengisap rokok benar-benar hanya saat butuh dan akan berhenti total suatu saat nanti.

Jiro melirik Adam yang masih saja diam sejak terakhir kali dengan bercanda Jiro ajak untuk bergabung. "Oh, gue lupa. Gue cuma bawa satu."

"Lo kalau ketahuan ngerokok pasti dimarahin Bapak," kata Adam.

"Gue udah dewasa. Lo enggak lihat?" Jiro menggoyangkan rokok yang terjepit di antara telunjuk dan jari tengahnya. "Ini rokok herbal. Nggak bikin kecanduan."

"Tetap aja rokok, kan. Asapnya bahaya."

"Makanya, mending lo enggak usah ke sini kalau enggak mau kehirup asapnya." Jiro berdecak, kembali dia selipkan rokok itu ke bibirnya. Diliriknya Adam yang masih tak bergerak pergi. Ekspresi kakaknya itu menandakan bahwa dia ingin mengatakan sesuatu. "Apa...?"

Adam menghela napas, lalu berbalik pergi. "Jangan sampai ketahuan yang lain."

***

Meskipun Emily terlahir dari Mama yang suka selingkuh, tetapi dia tetaplah anak Papa dan cucu Nenek. Walau kehadirannya sudah diremehkan karena wajahnya mirip dengan sang Mama, tetapi Emily berusaha untuk bersikap baik dan tahu diri walau posisinya sebagai cucu di mata Nenek tak sebaik Kalila.

Emily iri dan merasa tak adil. Kalila yang faktanya tak memiliki darah murni keluarga ini malah lebih disayang Nenek dibanding dirinya. Apa karena perilaku Mama? Haha. Tentu saja karena Mama. Dulu Emily selalu sadar dirinya di diskriminasi oleh beberapa sepupu, tetapi saat itu justru Kalila yang paling pertama mengulurkan tangan padanya. Sekarang, dia bersusah payah mencari muka pada sepupu perempuan seumuran dan tak ada yang responsnya sebaik Kalila. Meskipun sepupu perempuan yang dia dekati terlihat menerima di depan, tetapi Emily tahu bahwa di belakang mereka menggunjing.

Kini, tak ada lagi yang bisa diselamatkan dari dirinya.

Cewek itu berdiam diri di salah satu toilet. Duduk di atas kloset duduk sambil menutup mulut dengan tangan. Matanya berkaca-kaca sembari terus memandang tulisan yang masih tak dia percayai dalam percakapan grup sekolah.

Cewek dalam dalam video itu ternyata senior kelas sebelas

Riwayatnya tamat. Emily tertawa dengan air mata yang mengenang di pelupuk mata. Wajahnya terpampang jelas di video tak senonoh yang direkam oleh seorang laki-laki yang merupakan mantan Emily. Dia sudah putus asa. Cepat atau lambat, orang-orang yang tidak melihat grup karena sibuk menikmati malam tahun baru pasti akan tahu juga. Entah malam ini. Entah besok.

Ruang dan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang