Bab 2 Lamaran

1.1K 151 43
                                    

Mohon maaf jika selama cerita ini berjalan akan banyak mengandung unsur kekerasan atau kalimat-kalimat kasar, pembaca dimohon untuk mengerti, ambil sisi positifnya dan sisi negatifnya tolong dijadikan pelajaran saja :), jangan lupa bintang dan kolom komentarnya ya, terima kasih. 

Happy reading :)

***

"HAH! HAH! HAH!"

Giana berjongkok dengan ritme napas yang tidak beraturan, jantungnya sudah ingin meledak. Merutuki diri sendiri, kenapa juga dia menerima tantangan dari Daffa untuk berlari mengelilingi stadion GBK. Sial! Giana terpancing karena tadi sempat diremehkan oleh Daffa.

"Minum dulu." Daffa menyodorkan satu botol air mineral ke hadapan Giana.

Melirik tajam laki-laki dihadapannya, Giana menegakkan tubuh, dengan wajah masih datar Giana berjalan meninggalkan Daffa. Langkahnya mendekati salah satu stand yang membagi-bagikan air minum gratis. Pantang bagi Giana menerima pemberian Daffa, lebih baik dia tidak minum.

Satu botol air minum yang Giana dapatkan langsung tandas, tenggorokannya benar-benar kering. Lari dua putaran mengelilingi GBK cukup membuat tubuh Giana mengeluarkan banyak keringat.

"Jadi membeli bubur?" tanya Daffa menghampiri Giana yang masih berdiri dengan kondisi masih menenangkan detak jantung.

Giana menatap tajam Daffa, laki-laki ini tidak lelah kah? Sejak tadi Giana memperlakukan Daffa tidak baik, bahkan tak jarang mengeluarkan kata umpatan. Giana katakan jika Daffa ini sinting! Iblis sinting yang tengah mengerecoki hidupnya.

"Gue alergi bubur."

Daffa justru tersenyum, dia menganggukkan kepala. "Kalau begitu gado-gado?" Kembali memberikan penawaran.

Fuck! Giana ingin meledak rasanya. Didekat Daffa membuat tingkat emosinya berada dipuncak.

"Miskin lo? Gado-gado? Yang bener aja," ucap Giana remeh, menatap Daffa dari bawah sampai atas, menelisik penampilan laki-laki itu. "Keliatan sih miskinnya."

Giana melangkah pergi setelah mengatakan hal yang amat sangat menyakitkan jika didengar oleh orang lain, tapi kali ini sayang sekali, kalimat pedas Giana tidak berarti karena yang mendengar kalimatnya adalah Daffa. Laki-laki itu bukannya marah, justru terkekeh karena dikatai miskin.

Memutar tubuh, mencoba menyusul Giana yang sudah agak menjauh. Katakan saja Daffa gila, iya dia real crazy boy. Sudah dikata-katai, masih saja tersenyum, masih saja mengejar Giana, apa tidak gila namanya. Oh tidak! Bukan gila, tapi sinting.

"Saya mau ajak makan steak tapi tidak cocok dimakan pagi-pagi, sarapan itu butuhnya nutrisi yang bisa membuat tubuh kuat," ucap Daffa setelah berhasil menyamakan langkah dengan Giana, melirik perempuan disampingnya.

Come on! Daffa lihat perempuan disamping kamu, wajahnya masih datar, tidak berubah ekspresi sama sekali. Mimik datar Giana sangat jelas terlihat enggan merespon Daffa dan itu adalah fakta. Bagi Giana, semua yang berhubungan dengan Daffa harus dia jauhi, laki-laki itu hanya akan membawa petaka dan kesialan.

"Jadi bagaimana Gi? Bubur, gado-gado, ketoprak? Atau steak?" tanya Daffa, dia masih berusaha.

Tap.

Giana menghentikan langkah, memutar tubuh agar berhadapan dengan Daffa.

"Gue bingung, lo gak ngerti nama menjauh? Atau otak lo goblok sampai gak ngerti maksud kalimat gue semalam?" Emosi, Giana benar-benar sudah tidak tahan.

"Dan saya sudah katakan bukan, saya tidak akan menyerah," sambut Daffa.

Kedua kelopak mata Giana memejam, mencoba mengatur emosi agar tidak meledak, ini ditempat umum. Giana masih sadar diri untuk tidak mempermalukan diri dihadapan banyak orang dengan marah-marah tidak jelas.

Found YouWhere stories live. Discover now