Bab 4 Beginning

740 110 20
                                    

Awass typo 

Happy reading

***

Giana menatap seluruh penjuru dari apartemen Daffa, cukup futuristic untuk ukuran tempat tinggal seorang laki-laki. Kakinya yang masih berdiri di dekat pintu masuk menelisik seluruh isi ruangan.

"Tidak ingin masuk?" tanya Daffa yang tengah mendorong koper barang-barang Giana ke tengah ruangan.

"Lo mau ajak gue tinggal disini?" Giana menatap Daffa.

Acara pernikahan dan resepsi mereka telah selesai tiga jam yang lalu, harusnya Giana dan Daffa menginap semalam di hotel tempat mereka melangsungkan pernikahan. Namun, pasangan new suami istri ini memilih kembali ke Jakarta dengan alasan ingin memindahkan semua barang-barang Giana dari rumah kedua orang tua perempuan itu ke apartemen Daffa.

Nyatanya, mereka berdua lebih tepatnya Giana menghindari untuk berlama-lama dalam satu ruangan sempit. Menginap semalam di hotel dalam satu kamar yang sama? Holly shit! Itu bukan ide yang bagus.

"Saya tidak punya tempat tinggal lain selain apartemen ini di Jakarta," balas Daffa, jujur akan kondisinya yang hanya mampu membeli hunian apartemen, bukan rumah tapak.

"Gue udah bilang kan sebelum lo maksa buat nikah, jangan barani nikahin gue kalau lo tahu kondisi lo sendiri dibawah kondisi keluarga gue," tukas Giana dengan kalimat sarkas.

Daffa menganggukkan kepala, dia mengangguk membenarkan kalimat Giana. Sakit hati? Tidak, karena apa yang Giana katakan nyatanya adalah fakta. Bisa dikatakan Daffa sudah kebal dengan semua kalimat sarkas yang keluar dari bibir Giana.

"Untuk sementara kita tinggal disini," sambung Daffa mencoba melakukan negosiasi.

"Sementara lo itu berapa lama?" balas Giana, kakinya mulai melangkah memasuki apartemen Daffa lebih dalam. Tanpa izin pada pemilik apartemen Giana langsung mendudukkan diri di sofa, melipat kaki dengan nyaman seolah hunian ini adalah miliknya pribadi.

RIP sikap sopan santun Giana.

Daffa menyusul Giana untuk duduk, posisi mereka berhadapan, Daffa duduk pada sofa single sementara Giana pada sofa panjang. Secara tiba-tiba Daffa mengeluarkan buku tabungan dan beberapa kertas dari dalam tas hitam ke atas meja yang menjadi pemisah mereka.

"Ini beberapa aset milik saya." Daffa menyodorkan tiga amplop coklat disertai buku tabungan pribadi milik mereka.

Alis Giana terangkat, menatap tajam wajah Daffa, laki-laki dihadapannya ini sedang apa? Tiba-tiba memberitahu harta apa saja yang dimiliki. Well, Giana tidak tertarik untuk mengetahui bagaimana kondisi keuangan Daffa, dia tidak perlu juga. Giana masih sangat mampu untuk membiayai hidupnya sendiri.

"Lo ini ceritanya mau adu tanding kekayaan sama gue?" tanya Giana, kalau memang Daffa ingin melakukan itu Giana siap mengeluarkan buku Tabungan miliknya dan memperlihatkan isinya.

Terkekeh, Daffa menggelengkan kepala, entah bagaimana dia harus membawa diri agar Giana tidak terus berburuk sangka.

"Jika dibandingkan, sudah pasti apa yang saya punya tidak sebanyak yang kamu punya, Gi." Daffa menatap perempuan yang saat ini sudah resmi menjadi istrinya.

Ah terkait pernikahan mereka, Daffa berhasil membawa Giana menjadi istrinya itu penuh perjuangan. Daffa sampai harus berlutut lima jam lebih di depan Giana dan kedua orang tuanya. Orang tua Giana sudah memberikan restu, tapi tidak dengan Giana yang terus menolak. Sampai Daffa harus mengucap beribu terima kasih pada Bunda Giana yang berhasil membuat anak perempuannya mengiyakan lamaran Daffa.

"Saya hanya ingin kamu mengetahui kondisi keuangan suami kamu," jelas Daffa menuturkan niatnya. "Bagaimana pun juga, seorang istri harus mengetahui kondisi keuangan suaminya."

Found YouOnde histórias criam vida. Descubra agora