Bab 8 Agenda Daffa

626 102 23
                                    

Awas typo

Happy reading :)

***

Jam delapan pagi di hari minggu jelas saja Daffa tidak akan ke kantor karena memang libur. Namun, bukan karena hari libur lantas Daffa bisa santai-santai di rumah tidak mengerjakan apa-apa. Laki-laki itu justru tengah sibuk mendesain beberapa jenis sofa dan meja belajar pesanan customer.

Berbekal dua helai roti dan susu putih, Daffa duduk pada sofa dan sibuk mengerjakan pekerjaannya. Sebenarnya Daffa sedikit terganggu karena Giana yang sejak tadi mondar-mandir dari dapur ke kamar perempuan itu di lantai dua. Mau bertanya Daffa segan, takut nanti kalau ditanya Giana malah sewot dan mengacungkannya pisau lagi.

Dari yang didengar oleh telinga tajam Daffa, istrinya itu tengah melakukan panggilan, entah dengan siapa, tapi yang jelas terdengar sedang marah-marah.

"Ya gak bisa dong!" Giana berkacak pinggang didepan kulkas dengan ponsel menempel antara telinga dan pundak sebelah kanan. "Gak bisa main dimajuin gitu tanggalnya, enak aja mau nyerobot antrian, yang pesan di kita juga bukan cuma dia."

Daffa sedikit melirik Giana yang tengah mengeluarkan beberapa bahan masakan dari dalam kulkas, sepertinya Giana ingin membuat sarapan.

Brak!

Giana memukul keras meja makan dengan kotak susu yang dirinya pegang.

"Astagfirullah," lirih Daffa yang terkejut, memegang dada yang sudah dibuat smaput oleh tindakan Giana. Kali ini Daffa tidak bisa hanya melirik saja, dia dengan jelas menatap Giana yang sekarang mengomel panjang lebar.

"Kalau gak suka aturan butik kita, suruh buat gaun di butik lain! Gue gak suka kerja dikejer-kejer begini! Dia kira jahit gaun gampang apa! Dia juga janjinya mau ambil gaun itu akhir bulan depan!" Suara kencang Giana memenuhi seluruh area apartement.

"Artis sih artis, tapi manner itu nomor satu!" sentak Giana. "Jangan mau seenaknya nyuruh orang!"

"Batalin aja! Artis baru naik panggung aja gayanya belagu! Taylor Swift yang pernah pesen gaun di butik kita buat syuting MV nya aja legowo banget." Giana mendengus.

Bip.

"Sialan!" memaki ponsel yang sudah Giana matikan sambungan telponnya.

Mendudukkan diri pada kursi meja makan, Giana tidak jadi membuka penutup kotak susu, moodnya sudah terlanjur hilang padahal tadi sangat lapar. Memijat pelipis yang berdenyut, ini yang paling Giana tidak suka jika memiliki pelanggan yang moodnya setengah mampus tidak bisa ditebak.

"Saya mau buat sarapan, kamu mau juga?"

Daffa entah kapan berdiri didepan Giana yang tengah memijat pelipisnya. Laki-laki itu meninggalkan pekerjaannya, melihat Giana yang semrawut membuat Daffa tidak tega.

"Gue gak mood makan," balas Giana ketus setelah itu berlalu pergi dari dapur.

Kedua mata Daffa melihat Giana berjalan menuju kamarnya dengan kaki terhentak kesal, belum lagi bibir istrinya yang mengomel tidak jelas. Setelah tubuh Giana tidak terlihat, Daffa beralih menatap pantry, melihat bahan masakan yang sempat Giana keluarkan.

"Dia mau masak apa?" lirih Daffa saat melihat sayap ayam, beberapa bumbu halus dan kotak susu.

Tangan Daffa terangkat menggaruk belakang kepala yang tidak gatal, pengalaman Daffa didapur itu nol persen. Bukan tidak bisa memasak, Daffa bisa tapi sebatas hanya selera dia. Maksudnya ya Daffa masak sesuai rasa lidahnya, kalau menurutnya sudah enak ya enak, tapi kan tidak tahu menurut orang lain. Itu pun paling hanya makanan basic seperti nasi goreng, mie dan membuat telur ceplok.

Found YouWhere stories live. Discover now