Bab 10 Realisasi Agenda Daffa

599 91 14
                                    

Awas typo!

Happy reading :)

***

Wajah datar Giana tidak pernah hilang, garis datar bibir perempuan itu semakin memperlihat semrawut dari sang puan. Kamar Daffa yang tadinya bersih, sekarang mulai terlihat beberapa sampah dari remasan kertas yang dibuang sembarang dan sudah pasti itu adalah ulah Giana. Tangan perempuan itu sejak tadi tak berhenti membuat sketsa pada sketch booknya, tapi belum menemukan kepuasan atas design gaun yang diinginkan.

Daffa sendiri sejak tadi membiarkan apa yang dilakukan Giana. Sabar! Hanya itu yang Daffa tengah lakukan. Membiarkan sang istri membuat habis berantakan ranjang miliknya. Sebisa mungkin Daffa untuk tetap fokus pada layar ipad yang digunakan merancang beberapa jenis furniture.

"Hah..." Daffa menghela napas kasar, otaknya juga entah kenapa tiba-tiba buntu, padahal hanya memilih tone warna untuk desain sofa yang baru saja selesai.

"Shit!" Disahut oleh umpatan Giana yang lagi-lagi merobek kertas sketch booknya.

Tanpa sadar, sepasang suami istri itu kompak sama-sama menutup kelopak mata, menarik napas dalam-dalam, mencoba mengurangi kinerja otak yang sudah dipaksa berpikir ditengah indahnya hari Minggu untuk bersantai.

"Aw!" ringis Giana saat tak sengaja menyentuhkan mata kaki kanannya dengan guling.

"Kenapa?" Suara serak Daffa terdengar.

Daffa tolong diam dulu, itu istri kamu tengah bad mood sekarang bertambah rusak moodnya karena kondisi tubuh yang sakit disana-sini.

"Ada yang sakit selain di area pergelangan kaki kanan kamu?" Suara Daffa terdengar khawatir, menatap istrinya yang justru mengacak-acak rambut dengan kasar. Daffa menjadi semakin khawatir, dengan perlahan beranjak dari kursi kerjanya, melangkah mendekati Giana.

"Gi..." panggil Daffa lembut, sangat sopan masuk ke dalam telinga.

"Shut up!" Dingin Giana membalas, dia juga menatap tajam Daffa yang berdiri disamping ranjang.

Salah lagi, hadeh... Niat Daffa yang ingin tahu kondisi Giana berujung mendapat tatapan maut. Ini Daffa jadi bingung mau bagaimana, dia diam malah gelisah karena Giana meringis, tapi kalau bertanya lagi bisa-bisa kena lemparan bantal atau guling.

"Argh!" Lagi, Giana mengacak kasar rambutnya.

Oke, Daffa tidak tahan. "Ada yang bisa aku bantu?"

"Otak gue buntu! Gak ada ide!"

Suara melengking Giana membuat mata kiri Daffa tertutup, suara yang cukup sakit saat masuk telinga.

"Sial!" umpat Giana, menatap datar banyaknya remasan kertas yang berserakan. Terang saja Giana merasa gondok di hati, sudah berjam-jam bergelut dengan design gaun tapi tidak juga menemukan titik terang.

Bungkam, Daffa hanya diam dengan mata menatap Giana yang sedang menatap datar beberapa kertas yang berserakan di atas ranjang. Dia juga bingung, mau memberikan saran tapi Daffa sama sekali tidak mengerti dengan dunia design pakaian, kalau design interior sih dia hatam.

Bola mata Daffa bergerak, menatap jam duduk di atas nakas, sebentar lagi masuk waktu ashar. Daffa juga menatap ke arah balkon kamar, panas matahari terlihat tidak seterik siang hari.

Jujur, Daffa mendapatkan sebuah ide untuk membantu agar otak Giana bisa kembali berpikir untuk melanjutkan design gaunnya, tapi Daffa ragu. Lebih tepatnya Daffa bingung bagaimana mengatakannya dengan baik agar Giana tidak marah? Haruskan dia mencoba? Tapi kalau nanti dapat hadiah lemparan bantal atau guling bagaimana? Ya sudah, namanya nasib. Daffa akan mencoba.

Found YouWhere stories live. Discover now