Bab 9 Katanya Sayang

598 107 18
                                    

Awas typo!!

Jangan lupa like and komen ya guys, awas nanti di tar-tar Giana kalau kalian gak like hihi...

Happy reading :)

***

Kamar berantakan, kertas berserakan dimana-mana, pensil dan spidol warna tercecer, robekan kertas tak terpakai memenuhi tong sampah, selimut tidak pada tempatnya adalah gambaran bagaimana berantakannya kamar Giana saat ini. Belum lagi pemilik kamar yang duduk ndelosor diatas lantai samping ranjang dengan rambut urak-urakan, tarzan pun kalah bar-bar oleh penampilan Giana.

"Ini kenapa sih deadlinenya mepet semua!" rutuk Giana, menatap kesal seluruh sket gambaran miliknya. "OTAK GUE GAK BISA MIKIR!"

Mengacak-acak kasar rambutnya yang sudah sangat berantakan, otak Giana buntu tidak bisa memikirkan ide untuk rancangan gaun yang dipesan oleh customernya. Mana empat customernya meminta untuk dikirimkan sampel desain besok, makin ruwetlah otak Giana.

"Ayolah! Tolong kerja samanya otak." Giana mengusap kasar wajahnya.

"Ayo Gi, pasti bisa." Menyemangati diri sendiri.

"BISA GILA GUE!" Kaki kanan Giana menendang guling yang digunakan sebagai bantalan betis.

"Oke tenang, inhale exhale."

Giana mengatur pernapasannya, berusaha untuk tenang ditengah kepanikan dan buntunya otak dalam berpikir. Sebisa mungkin Giana untuk melenyapkan emosinya yang sudah memuncak, dia butuh otak dalam posisi dingin untuk berpikir.

"Kita coba ya otak, kali ini gue bener-bener mohon kerja samanya." Mengusap beberapa kali otaknya, Giana mulai meraih pensil 2B hitam dan sketch book miliknya. Menarik napas dalam-dalam dan mulai menggoreskan model sebuah gaun diatas putihnya sketch book.

Bibir bergerak monyong ke kiri dan ke kanan, alis mengerut rapat menjadi tanda bahwa kali ini fokus Giana bisa kembali dan otaknya juga bisa diajak kerja sama. Sekitar setengah jam Giana bergelut dengan pensil dan sketch booknya, saat ingin mewarnai bagian bawah gaun tangan Giana terhenti. Kepalanya miring ke kiri saat melihat Paduan warna biru muda dan biru tua pada bagian atas gaun.

"Kayaknya gue bawa sampel kain yang mirip sama warna ini," monolog Giana.

Melepas sketch booknya, bangun dari duduk dan berjalan menuju lemari pakaian miliknya. Giana mengobrak-abrik lemarinya mencari sampel kain yang dibawanya dari Paris.

"Ketemu!" tersenyum lebar saat menemukan dua potongan kain dengan warna biru tua dan biru muda.

Saat kakinya melangkah, tanpa melihat ke bawah Giana terus berjalan sampai dengan sialnya menginjak ceceran pensil warna yang dilapisi lembaran kertas.

Bugh!

"AKHH!"

Tubuh Giana menghantam kerasnya ubin lantai kamar, pergelangan kaki kanannya menekuk membuat Giana meringis kencang.

"DAFFAAAAA!"

Nama yang pertama kali Giana sebut saat merasakan teramat sakit pada pergelangan kaki kanan dan pinggangnya.

"DAFF-"

"Kenapa?" Daffa sudah seperti hantu, sekali panggil langsung muncul. "Astaga!" Berlari ke arah Giana yang terbaring di atas lantai dengan kondisi mengenaskan.

"Pergelangan kaki gue yang kanan gak bisa digerakin," ringis Giana, memegang pinggang yang terasa berdenyut.

"Kok bisa?" Daffa mengecek pergelangan kaki Giana.

"SAKIT WOY! JANGAN DIGERAKIN!" sembur Giana saat Daffa baru saja menyentuh telapak kaki kanannya.

Daffa menatap Giana yang terus meringis dan memijat area pinggang, sudah bisa dia tebak jika istrinya ini jatuh terpeleset. Ya lihat saja kamarnya, sudah seperti kapal pecah, bahkan ranjang Giana sudah dipenuhi oleh banyak sampah robekan kertas.

Found YouWhere stories live. Discover now