EKSTRA PART

7.4K 256 17
                                    


⚠️WARNING⚠️
SEBELUM BACA HARAP PENCET
TERLEBIH DAHULU LOGO
BINTANG DI SAMPING KANAN
BAWAH⭐

1. Sudah ibadah apa belum?
Kalau belum, ibadah dulu ya. Dengerin
Omongan aku tuh. Ya... walaupun aku aja
Kadang belum full 5 waktu, setidaknya
Saling mengingatkan lah ya.

لا يختل حياتنا بسبب لا يضطرب عبادتنا
"Tidak teraturnya hidup kita disebabkan tidak teraturnya ibadah kita"

"Sholatlah agar hatimu tenang, Istighfarlah
agar kecewamu hilang dan berdoalah agar
bahagiamu segera datang"

-Quotes islami 1:01

"Seorang pendosa pun butuh Allah."

-Quotesislam

☁️💠☁️🔹

Pemakaman telah selesai dilaksanakan, namun Hamka sama sekali belum beranjak dari tempat nya, yang duduk di antara 2 nisan sebelah kiri dan kanannya. Makam Faya dan Faizar bersebelahan, dengan makam Kakek Fauzan, Ummi Ziana, Kyai Zafran, serta Alex, yang juga berdekatan.

Hamka menatap kosong kedua nisan di samping kiri dan kanannya. Demi Allah, dia belum siap menghadapi situasi ini. Namun dia tidak bisa apa-apa, ini sudah menjadi takdirnya.

"Nak," panggil seseorang yang berasal dari belakang Hamka. Panggilan itu sama sekali tidak dihiraukan oleh Hamka, dia seakan tidak memiliki jiwa lagi. Hanya raga yang tersisa, namun tidak dengan jiwa. Dia benar-benar syok dan merasa trauma dengan kejadian ini.

Tidak ada air mata yang keluar dari pelupuk mata Hamka, saking dia trauma nya. Dia merasa kehilangan dunianya. Dia baru saja merasakan kebahagiaan selama beberapa bulan, tapi Tuhan telah mengambil kebahagiaannya. Umma nya, Abi nya telah dipanggil oleh sang pencipta.

"Abi sama Umma cuman tidur bentar kan, Nek?" tanya Hamka dengan tatapan kosong yang masih menatap kedua nisan orang tuanya tanpa mengalihkan pandangannya terhadap Liza yang berada di belakangnya.

Mendengar ucapan lirih dan melihat tatapan kosong itu, Liza yang mati-matian menahan tangisnya kini mulai terisak pilu. Dia juga belum dapat menerima ini semua, tapi dia harus terlihat kuat untuk cucunya.

"Ikhlas nak, ikhlas. Abi sama Umma kamu udah nggak ada sayang. Kamu harus ikhlas." Percayalah Liza saat ini berusaha tersenyum dengan air mata yang terus menerus mengalir dari matanya.

"Enggak kok Nek, kata Umma sama Abi mereka cuman pergi bentar." Lagi-lagi perkataan itu, ucapan itu, lirihan itu, kembali terdengar dari cucunya yang terus memandang kosong.

Liza terisak dengan kencang, dia rapuh, dia rapuh, tapi Hamka lebih rapuh darinya.

"Hari ini, hari ulang tahun Hamka, Nek, tapi kenapa Abi sama Umma ngasih kejutan yang luar biasa? Hamka nggak mau ini, Nek, Hamka maunya Umma sama Abi, bukan kejutan ini." Mata itu masih menatap kosong kedua nisan itu. Tidak mungkin kan, itu Abi dan Umma nya.

"Bilang ini bohong Nek. Umma sama Abi masih di turki kan, Nek? Iya kan Nek? Jawab Hamka Nek."

"ITU ABI SAMA UMMA KAMU HAMKA! MEREKA UDAH NGGAK ADA! IKHLAS NAK." Liza menyalurkan seluruh kesesakannya dengan berteriak kencang menyadarkan cucunya. Dia tidak ingin cucunya memiliki trauma dengan ini semua, tidak, cucunya jangan sampai trauma dengan ini semua.

"Hamka boleh ikut Abi sama Umma?"

Jderrr

Pertanyaan itu seketika membuat jantung Liza berdetak kencang.

"Tidak nak, tidak boleh. Kamu jangan berpikir begitu nak, dosa nak, dosa." Liza tidak ingin Cucunya berpikiran seperti itu. Liza memeluk erat Hamka kedalam dekapannya. Seakan langit mendukung kesedihan Hamka, hujan seketika turun dengan deras membasahi gundukkan tanah di sebelah kiri, kanannya.

"Kita pulang nak. Ikhlas nak, ikhlas, kamu harus ikhlas." Liza membantu cucunya berdiri, tanpa penolakan sedikit pun dan tatapan yang masih kosong, Hamka berdiri. Dia berjalan gontai, layaknya raga tanpa jiwa. Liza mengusap kasar air matanya.

"Ya Allah, hamba tau ini adalah takdir dari-Mu. Namun hamba memohon kepadamu ya Allah, kuatkan keluarga kami. Kuatkan cucu hamba, Hamka. Aamiin ya rabbal alamin."

Liza berdoa dalam hatinya sambil memapah Hamka masuk ke dalam mobil. Sementara supir di dalam mobil, juga baru saja menangis mendengar pembicaraan antara Hamka dan Liza. Dia tidak menyangka jika nona nya, dan suami dari nona nya sudah tidak ada lagi.

🔹☁️💠☁️🔹

Jam telah menunjukkan pukul 12.00 siang, Hamka yang sedari tadi hanya duduk sambil menatap sebuah kado dari kedua orang tuanya, tanpa berniat membukanya. Mendengar adzan berkumandang, dia berdiri. Dia berjalan menuju kamar mandi, untuk berwudhu.

Sesedih apapun dirinya, dia tidak boleh meninggalkan kewajiban sebagai umat Islam. Di dalam sholatnya dia meminta agar kedua orang tuanya ditempatkan di sisi paling indah, oleh Allah. Hamka berusaha ikhlas, walau ini sulit.

Di lain tempat pula, Malaikaya masih merutuki kebodohannya, dia menyesal, benar-benar menyesal. Bahkan sangat menyesal.

"Aku minta maaf Faya," gumam Malaikaya yang matanya sudah bengkak. Hari ini adalah hari yang sangat sesak dan akan terkenang selamanya. Di mana hari ini seluruh keluarga besar Smith, beserta AttaQi berduka cita dengan kepergian sosok yang bagi mereka berharga.

Kepergian Faya dan Faizar adalah sebuah luka yang tidak dapat diobati, namun sebanyak apapun mereka menangis, Faizar dan Faya tidak akan bisa kembali hidup. Hanya ikhlas, ikhlas yang harus mereka lakukan.

"Sampai bertemu di Jannah nya Allah,
Abi, Umma."
--Maulana Hamka Imam AttaQi

🌷

"Saya menyesal, maaf, maaf, maaf beribu maaf Faya. Aku minta maaf Faya."
--Malaikaya Ayyaza Lenara

Mualafnya Seorang Gadis Nakal (End-Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang