37

491 52 0
                                    

Manusia hanya bisa berencana dan sekuat apapun kamu meminta atau sebanyak apapun usaha mu kalau memang tuhan tidak berkehendak ya apapun bisa terjadi.

Ningning paham konsep dunia memang begini, saat apa yang sangat kau harapkan dan sudah kau bayangkan akan menjadi momen terindah, malah dihancurkan begitu saja oleh realita yang lagi-lagi memang tak bisa kau kendalikan.

Ningning sudah punya firasat kalau sesuatu akan terjadi, dilihat dari mulusnya jalan yang dia tempuh beberapa minggu belakangan ya meskipun semua masih dalam tanda kutip tapi memang perasaannya sudah tidak nyaman beberapa hari ini, dan meski sudah sekuat tenaga mengabaikan, namun ternyata semua memang banar terjadi dan dia hanya bisa meratap dengan pikiran-pikiran mengutuk dirinya sendiri.

Alih-alih marah dan menyalahkan semua pada Jay, Ningning hanya duduk diam dan menyalahkan dirinya atas keegoisannya. Harusnya dia sedikit lebih peduli pada perasaan Jay dibanding hanya memikirkan lomba saja, harusnya dia bisa memperlakukan Jay sedikit lebih baik alih-alih terus mencercanya agar menyisihkan waktu lebih banyak untuk latihan, tapi semua kata harusnya itu kini tak ada artinya lagi.

Mungkin saja kalau cara yang dia ambil sejak awal benar dan tanpa ancaman, siapa tau dia bisa berdiri disana, menerima penghargaan dari kepala sekolah dan menyematkan ekskul terbaik di depan nama Music club.

....

Sekali lagi Jeno memastikan penampilannya di depan kaca, senyum tipis tertarik di bibirnya kala memikirkan bagaimana pendapat Karina jika dia melihatnya dengan penampilan seperti ini.

Meski belum ada hal baik yang terjadi, Jeno tetap tidak akan membiarkan kalau Karina sedikit saja melirik laki-laki lain selain dia, ya bilang saja dia egois tapi semua ini bukanlah keinginannya dan dia hanya melakukan apa yang bisa dia lakukan.

Bukankah semua akan sama saja kalau sempat Karina berpacaran dengan laki-laki lain, sementara dia memutus hubungan kan untuk menjaga perempuan itu? Jadi apapun akan dia lakukan agar tidak kehilangan dirinya.

Tak ingin berlama-lama lagi, Jeno melangkahkan kakinya ke luar toilet dan kembali memasuki area tempat acara di adakan.

Di depan sana ada Jihoon yang sedang berbincang dengan beberapa orang yang Jeno kenali sebagai alumni sekolah ini. Satu tarikan nafas berat Jeno keluarkan saat menyadari siapa orang-orang itu, jas-jas licin yang memberi kesan pengusaha sukses yang mereka kenakan itu nyatanya hanya sampul, padahal sebenarnya mereka hanya kumpulan ayam-ayam kampus yang sudah belasan semester namun berlagak sebagai alumni paling sukses yang pernah ada.

Jeno melangkahkan kakinya mendekati mereka dan dia terpaksa tersenyum saat pandangan para alumni itu kini berpindah padanya

“Nah ini dia wakilnya, halo Jeno”
Jeno mengangguk, balas menyapa dengan masih tersenyum paksa

“di dengerin lho yang kita bilang tadi, bilangin juga nih ke wakilnya, kamu itu kan ketua harusnya kamu bisa lebih mengayomi bawahan kamu, kita tunggu ya karya kalian untuk pelepasan jabatan nanti”

Salah satu alumni yang berdiri paling dekat dengan Jihoon merangkul bahu ketua osisnya itu, dan meski keadaan agak sedikit gelap tapi Jeno masih bisa menangkap raut tidak suka darinya

“iya kak, saya pastikan akan lebih baik lagi” Jihoon membalas dengan sopan dan menundukkan kepalanya, di depan mereka dia hanya bisa patuh kalau tidak ingin punya urusan yang lebih panjang

“harus itu, pokoknya kita nggak mau ya acara lain konsepnya kayak gini juga, malu-maluin tau nggak, mana saya denger kalian juga gak dapet sponsor, masih jauh dari jaman kita dulu tau nggak”

Diam-diam Jeno mengepalkan kedua tangannya, kata-kata template dengan embel-embel ‘jaman kami’ yang sudah terlalu sering dia dengar itu entah kenapa terdengar semakin menyebalkan malam ini

4WallsWhere stories live. Discover now