sebuah keputusan

329 48 68
                                    

Minho membungkukkan punggungnya dan membiarkan air dingin mengguyur tubuhnya tapi dia merasa semakin panas. Dia menggunakan lengan kirinya untuk menopang seluruh berat badannya di dinding dan tangan kanannya yang terus bergerak di penisnya.

Sial!!!! Kenapa masih tidak mau keluar???

Dia sudah melakukannya hampir sepuluh menit, dan masih belum klimaks. Dia memejamkan matanya dan mulai membayangkan, bagaimana kalau aku memasukkan penisku ke dalam mulut felix, menjambak rambut halusnya dan mendorong penisku semakin dalam... sangat dalam dan membuatnya memohon sambil menangis dengan nikmat.

"Ugh..!!"

Air dingin terus mengguyur tubuhnya. Meskipun dia sudah berhasil klimaks, itu masih belum cukup.

Sialan!!! Tidak biasanya dia seperti ini.

Minho perlahan menegakkan tubuhnya, keramas dan mandi. Ketika dia menyentuh bagian bawahnya lagi, dia bisa merasakan bahwa miliknya masih sangat keras. Dia mengambil handuk kering dan melilitkan di pinggangnya.

Minho menghela napas dalam-dalam, menekuk lengannya dan menundukan kepalanya di atas wastafel. Butuh waktu lama baginya untuk  memandang bayangan dirinya di cermin. Setelah merasa lebih baik, dia menegakkan kembali tubuhnya, dan akhirnya tersenyum konyol pada orang di cermin, Lee minho, ternyata ada beberapa pikiran yang tidak bisa kamu kendalikan.

Minho menyeka tubuhnya hingga bersih, membuka pintu dan keluar.

Dia tidak mengenakan pakaian apapun, hanya handuk mandi yang melilit di pinggangnya, dan rambut yang masih basah.

Dia berjalan ke arah kamarnya, tapi saat melewati kamar anaknya, dia berubah pikiran dan pergi ke ruang tamu.

Minho turun kebawah, membuka jendela di balkon dan membiarkan angin tengah malam bertiup menyegarkan tubuhnya. Minho mematikan semua lampu di lantai bawah dan duduk di sofa.

Dia mengambil sebatang rokok, meletakannya di bibirnya. Dalam kegelapan, hanya cahaya biru dari pemantik yang menyala.

Minho memiringkan kakinya kesamping sambil merokok. Angin bertiup dari ambang jendela, menghilangkan bau asap di dalam ruangan, tapi dia masih tidak bisa menghilangkan perasaan tidak nyamannya.

Dia tidak tahu jam berapa sekarang, seharusnya dia harus tidur karena besok akan ada pertemuan penting, tapi dia sama sekali tidak berniat kembali ke kamarnya.

Entah sejak kapan.... ingatannya sudah menyimpan wajah felix dengan rapat. Dia selalu terbiasa menggunakan akal sehatnya untuk menyelesaikan masalah, tapi kali ini dia benar-benar tidak tahu harus apa.



......

Felix masuk ke kamar mino dan berjalan dengan pelan ke tempat tidur. Dia menyentuh kepala mino sambil berbisik di telinganya, "Mino..."

Mino sedikit menggeliat sambil bergumam tidak jelas. Bulu matanya bergetar, dan tangan kecilnya setengah mengepal, lalu dia mengangkatnya dan menggosokkannya ke sprei.

Felix mencium pipi mino. Dia mengulurkan tangannya dan dengan lembut mengangkat salah satu lengan anak itu untuk melepas jaket luarnya.

Mino membuka matanya dan melihat orang di depannya. Tiba-tiba dia bangkit dan melemparkan dirinya ke pelukan felix sambil menggumamkan sesuatu.

Felix tidak mendengar dengan jelas, tapi dia merasa sangat lucu sehingga membuatnya terus tersenyum seperti orang bodoh. Dia juga membaringkan tubuhnya dan menarik selimut untuk menutupi keduanya. Tempat tidur mino tidak besar, tapi pas untuk dirinya membawa mino kedalam pelukannya.

White Rose /// Minlix Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang