Tricky manipulative

409 57 33
                                    

Minho membuka kunci pintu utama, dan mino langsung menyelinap masuk. Dia melepas sepatunya dan berjalan di lantai tanpa menggunakan alas kaki. Dia melompat ke atas sofa sambil terus menatap tajam ke arah ayahnya.

Minho menggelengkan kepalanya, mengganti sepatu dan masuk. Dia menggendong mino dan membawanya ke lantai dua.

Mino terus meronta dan menendang kakinya ke udara.

Melihat kelakuan anaknya, minho benar-benar takjub, bagaimana bisa anak ini sama seperti dirinya waktu kecil? Sama-sama keras kepala dan tidak mau mengalah.

Minho membawa anaknya ke kamar tamu di lantai dua, menurunkannya dan menunjuk ke arah pintu kamar tersebut, "Masuk dan lihat."

Mino mengerutkan kening, ini memang ruang tamu, tapi karena tidak pernah ada yang datang, ayahnya menggunakannya sebagai ruang penyimpanan, "Tidak mau! Kenapa aku harus masuk ke gudang?"

"Ini bukan gudang!" Minho berkata sambil memutar gagang pintu dan mendorongnya hingga terbuka.

Mino mengulurkan lehernya untuk melihat kedalam dan menemukan bahwa ruangan dengan banyak barang-barang sudah bersih.

Mino terkejut melihat ruangan itu sangat berbeda, semua bagian sudah di renovasi, bahkan ada tempat tidur besar dan perlengkapan lainnya.

Mino melihat sekeliling dengan mata terbelalak, dan akhirnya menoleh ke arah ayahnya, "Apakah seseorang akan tinggal disini?" Dia berhenti sejenak dan sesuatu terlintas di benaknya, "Jangan bilang orang itu yang akan tinggal disini?!" Seketika dia merasa ketakutan!! Bagaimana bisa dia lupa kalau ayahnya masih memiliki pacar?!!

Ekspresi mino berubah dengan cepat. Awalnya dia bingung, lalu penasaran, kemudian terkejut dan akhirnya marah. Dia menatap minho dengan penuh amarah, mengepalkan tangan kecilnya dan menekankan setiap kata yang keluar dari mulutnya, "Ayah!!! Jangan. Berani. Kau. Membawa. Orang. Itu. Untuk. Tinggal. Disini!!"

Minho dengan lembut menepuk kepala anaknya, "Siapa bilang itu dia?"

Mino, "Terus siapa? Paman dwaekki?"

"Berhenti memanggilnya seperti itu dan juga bukan dia." Minho duduk di tempat tidur, dan mendudukkan anaknya di pangkuannya, "Ngomong-ngomong, aku dan dia sudah berpisah."

"Uh?!!" Mino terkejut.

Minho, "Kita sudah berpisah. Ruangan ini di siapkan bukan untuk dia, tapi untuk jeruk besarmu."

Mino tercengang. Dia mengangkat kepalanya, matanya melebar dan perlahan ekspresinya berubah dari terkejut menjadi gembira.

"Benarkah?? Ini untuk papa?" Mino berteriak semakin keras. Dia turun dari pangkuan ayahnya dan melompat dengan gembira, "Yey.... kamar ini milik papa! Aku sangat senang..... Ayah, aku sangat senang!! Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?! Aku sangat senang sampai-sampai aku tidak tahu harus apa!!!"

Minho sangat terkejut melihat mino sehingga membuatnya terdiam. Ekspresi anak itu begitu jelas, seolah-seolah ekspresi ketidakpeduliannya yang dingin hanyalah ilusi belaka. Matanya bersinar terang karena kegembiraan. Ini pertama kalinya dia melihat putranya terlihat seperti anak-anak lain pada umumnya, tidak ada wajah tanpa ekspresi tapi senyum lembut seperti matahari.

Sepertinya, dia sangat beruntung bisa bertemu felix dalam kehidupan ini. Orang pertama yang bisa membuat hatinya berdebar. Tapi, dia harus melakukan sesuatu jika ingin mendapatkan felix.

Sementara anaknya masih bersemangat, minho mulai memikirkan rencana untuk membawa felix kesini.

Minho tahu bahwa felix adalah orang yang sangat berprinsip dalam hidup. Dia menandatangani kontrak sebelumnya dan berjanji bahwa dia tidak akan mengganggu kehidupan pribadi minho. Seperti yang di katakan, dia menepati janjinya. Bahkan jika bukan untuk pekerjaan dan putra mereka, felix sama sekali tidak menghiraukannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 24 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

White Rose /// Minlix Where stories live. Discover now