2 | Satu Tahun Silam

96 53 49
                                    

Rupanya keinginanku untuk kembali ke rumah adalah hal yang sulit untuk dikabulkan oleh pihak rumah sakit. Walaupun sudah lolos dan dinyatakan sehat setelah melewati berbagai pemeriksaan fisik dan neourologis, dokter yang menanganiku masih ingin melakukan observasi lebih jauh terhadap tubuhku. Melihat kondisiku yang normal layaknya tubuh manusia sehat pada umumnya-ketimbang korban kecelakaan, jelas menimbulkan tanda tanya besar dalam dunia medis. Pasalnya, bagaimana bisa tubuh manusia yang pernah berada di fase dalam keadaan tidak sadar sepenuhnya dan tidak mampu memberi reaksi terhadap suatu rangsangan selama kurang lebih 9 bulan lamanya, bisa sadar dalam kondisi baik-baik saja layaknya manusia yang baru saja terjaga dari alam mimpi? Tidak hanya itu, bagaimana bisa seorang pasien yang terbujur kaku di atas ranjang rumah sakit dalam waktu lama, bisa berdiri kokoh dan bergerak bebas di hari pertama ia sadar? Jangankan untuk bergerak bebas, harusnya tubuh pasien yang baru sadar dari koma akan mengalami kesulitan untuk menggerakkan tubuh mereka, mengingat persendian mereka masing-masing sudah tidak pernah digerakkan untuk beraktivitas sama sekali dalam jangka waktu panjang. Untuk beraktivitas normal lagi, memerlukan pelatihan dalam proses pemulihan yang intensif agar bisa kembali seperti sedia kala. Anehnya lagi, tubuh polosku begitu bersih, tidak ada lebam atau luka jahitan sama sekali tertinggal di sana. Jika memang aku adalah korban dari kecelakaan tunggal, harusnya ada bekas luka yang tertinggal, kan? Memikirkannya saja sudah membuatku kepalang pening, tapi setidaknya, aku bersyukur atas keajaiban Tuhan yang memberiku kesempatan berharga untuk tetap hidup.

Atensiku masih sibuk memandangi dirgantara lembayung senja yang perlahan mulai diselimuti oleh mega mendung. Sekon berlalu, rintik hujan menyusul untuk jatuh membasahi bumi pertiwi, diiringi dengan sepoi-sepoi pawana yang menyelinap masuk melalui celah jendela yang dibiarkan terbuka sedikit agar sirkulasi udara berputar dengan baik. Akibatnya, beberapa anak rambutku yang mulai panjang itu menari-nari kecil di udara, sesekali menggelitik pipiku dengan helainya yang tipis dan lembut. Namun, hal itu tidak mengusikku sama sekali. Pikiranku masih melanglang buana atas kejadian naas yang menimpaku beberapa silam. Dari sekian banyaknya hal-hal ganjil yang terjadi di luar dunia medis, hanya ada satu hal yang bisa diterima karena dianggap wajar sebagai pasien penyintas yang berhasil melewati fase koma. Amnesia retrograd¹, dokter memvonisku seperti itu.

"Aku bersyukur memori ingatanku tentang keluarga tidak hilang, terutama memori tentang ibu. Aku pun juga tidak lupa tentang hal-hal lainnya, seperti pertemanan, dunia kampus, tempat-tempat tongkrongan, dan hal-hal kecil atau bahkan hal-hal sepele lainnya. Namun, mengapa aku tidak bisa mengingat sama sekali perihal kecelakaan tunggal yang nyaris merenggut nyawaku kala itu?" Aku berdecak kesal lalu memainkan benda mini berbentuk piramida segitiga dengan jemari tangan kananku tanpa lelah dan jenuh. "Bukankah ini aneh?"

Atensiku lantas beralih ke arah simbol-simbol aneh yang terukir pada benda berbentuk piramida segitiga. "Aku tidak merasa pernah membeli benda ini atau bahkan memilikinya, bagaimana bisa benda ini menjadi milikku?"

Krieet

Terdengar suara pintu berderit. Di ambang pintu, terlihat bunda tengah berjalan masuk ke dalam kamar inap sambil menjinjing tas anyaman berwarna biru laut.

"Selamat sore, Marvel," sapa bunda lalu mengecup puncak kepalaku dan mengusap surai hitamku begitu lembut. "Maaf bunda membuatmu menunggu terlalu lama sendirian."

Aku menggeleng singkat lalu tersenyum simpul ke arah bunda. "Nggak apa-apa, Bun."

Bunda mengamatiku dari ujung kepala hingga ujung kaki, kecemasan mulai menyelimuti raut wajahnya. "Kamu beneran baik-baik saja, kan, Vel? Kalau ada yang sakit bilang ke bunda, ya, Sayang? Bunda khawatir kalau kamu diem aja kayak gini."

"Aku beneran baik-baik saja, Bun. Bukankah tadi pagi hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter sudah keluar dan aku dinyatakan baik-baik saja?"

Bunda menghela napas panjang, rupanya jawabanku sama sekali tidak berhasil menepikan kecemasan pada sosok wanita yang begitu aku sayangi. "Namun, tetap saja ... bunda khawatir, Marvel. Bukannya bunda tidak bersyukur atau bagaimana, tapi bagaimana bisa kamu baik-baik saja padahal kamu tidak sadarkan diri begitu lama?"

Punca Anomali  |  ZEROBASEONE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang