14 | Praduga Tak Berakar

37 31 0
                                    

Di bawah sinar wulan yang temaram, pintu gerbang perumahan elit Kaanan Mandar telah menjadi saksi bisu atas insiden kecelakaan yang menimpa dua temanku. Sayup-menyayup terdengar suara sirine ambulans dari kejauhan yang melaju begitu cepat ke arah hiruk-pikuk manusia. Sorot lampu darurat yang benderang berhasil menyingkirkan kerumunan yang sedang asyik berkasak-kusuk dan mengitari tempat kejadian tersebut refleks menepi seketika. Walaupun orang-orang sibuk berkutat dengan ponsel untuk membagikannya ke media sosial, setidaknya hati nurani mereka tergerak untuk memberi akses kendaraan mobil yang dilengkapi oleh peralatan medis agar bisa mendekat ke arah korban yang membutuhkan pertolongan. Namun, tetap saja, mengabadikan gambar atau video lalu menyebarkannya ke media sosial tanpa adanya izin dari korban atau keluarga adalah bentuk dari pelanggaran privasi yang dianggap tidak etis untuk dilakukan.

Dengan langkah terkatung-katung dan napas yang megap-megap, aku memberanikan diri untuk menyeruak masuk menembus keramaian. Melihat dua pemuda yang terkapar di atas jalanan beraspal dengan kondisi mengkhawatirkan, membuat detak jantungku berdegup kencang tidak karuan seolah-olah melintas ke luar dari garis konstan begitu saja. Dalam jarak dekat, bisa kulihat atensi Suteja menatap gelap malam tanpa bintang dengan tatapan kosong. Sedangkan Hakim, pemuda itu berusaha merangkak dan menyeret tubuhnya mendekat ke arah Suteja dengan tubuh yang menggigil, rintihan kecil juga lolos dari mulutnya secara bersamaan ketika pahanya yang sudah terluka dan mengucurkan darah segar malah menggores aspal di setiap gerakannya. Belum sempat menghampiri Suteja, tubuh Hakim dipindahkan secara perlahan menggunakan tandu ke dalam mobil ambulans oleh petugas penyelamat. Suteja juga mendapatkan perlakuan serupa dan dibawa ke mobil ambulans satunya lagi.

"Apa sudah ada yang menghubungi keluarga korban?" tanya salah satu petugas. "Atau mungkin ada dari kalian yang mengenal baik keluarga atau korban dari kecelakaan ini? Jika iya, mohon untuk menghubungi pihak keluarga yang terkait agar segera pergi ke RSUD Dr. Saiful Anwar."

"Sebelum korban tidak sadarkan diri beberapa waktu lalu, dia meminta saya untuk menghubungi salah satu temannya yang tinggalnya tidak jauh dari sini. Sepertinya, sebentar lagi akan sampai, Pak!"

Petugas penyelamat mengedarkan pandangannya ke sekitar. Refleks saja kedua tungkaiku bergerak begitu lambat menghampiri beliau yang sudah bertugas. Tanpa basa-basi, petugas penyelamat tersebut menanyakan identitasku. Setelah dikonfirmasi, aku pun diizinkan untuk ikut serta ke dalam ambulans yang menangani kondisi Hakim. Setelah itu, mesin ambulans bergetar lembut dan melaju meninggalkan tempat kejadian perkara.

"Ambulans segera menuju ke RSUD Saiful Anwar. Tolong persiapkan tenaga medis untuk kedatangan kami segera," ucap salah satu dari bagian petugas penyelamat yang duduk di sebelah pengemudi.

Di bawah penerangan ambulans yang redup, aku bisa melihat petugas penyelamat yang sempat berkomunikasi singkat denganku tadi, begitu cekatan menangani kondisi Hakim dengan gerakan terkoordinasi mempersiapkan alat-alat medis. Dalam penanganan intensif yang dikerahkan, bisa kulihat atensi Hakim yang melemah tersebut mengitari sekitar berusaha mencari kepastian. Aku pun mencondongkan tubuhku mendekat ke arah Hakim.

"Hakim," panggilku yang membuat atensinya menatapku secara lambat. Aku berusaha tersenyum agar Hakim merasa tenang sambil mengusap lembut lengannta "Jangan khawatir, kamu bakalan baik-baik aja, Kim. Jangan takut ok? Aku gak bakalan ke mana-mana."

"Su-Suteja ... gimana, Vel?"

"Suteja sudah mendapatkan penanganan intensif, kita berdoa semoga dia baik-baik aja."

Hakim manggut-manggut lalu atensinya kembali melihat ke sana kemari seperti orang kebingungan.

"Kim, ada apa? Kamu cari apa?" tanyaku berusaha memastikan apa yang membuat Hakim tampak linglung.

Punca Anomali  |  ZEROBASEONE ✔️Where stories live. Discover now