Senja Hipersomnia

161 22 13
                                    

Pagi ini, aku dibangunkan oleh Senja

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Pagi ini, aku dibangunkan oleh Senja. Ia cemberut. Kecutnya terasa sampai lubang celana.

Ia Senja yang sama dengan yang pernah kulihat di pelabuhan kecil. Aneh. Coba kuingat-ingat. Perasaan aku tak ketiduran di puisi Chairil. Ia tak seharusnya muncul pagi-pagi, menerobos gudang, rumah tua, lalu duduk di atas selimutku seperti gadis centil.

"Bangun, pemalas. Ayo jalan-jalan," ucap Senja.

Aku kembali memejamkan mata dan berkata, "Bunuh aku."

"Kenapa?"

"Kalau kau datang sepagi ini, berarti kiamat tinggal sebentar lagi. Apa gunanya melanjutkan hidup?"

Senja menamparku. Sakitnya bak disekak rindu.

"Pagi, katamu? Jauh-jauh aku datang dari pelabuhan, eh, kamu malah molor sepanjang hari. Dari kemarin ditelepon nggak diangkat. Chat-ku pun cuma di-read. Sebenarnya aku pacarmu apa bukan, sih? Apa kamu puas, selalu menggantung perasaanku seperti lukisan? Apa kamu puas, Fajar?"

Aku makin bingung. Sejak kapan aku jadi pacar Senja?

"Masih nggak mau jawab? Oke! Tidur aja terus. Nanti kukasih salam ke Kiamat biar cepat-cepat datang. Toh kamu lebih kangen sama dia daripada aku."

Senja melenggang ke cakrawala. Gerimis ikut turun menghapus jejaknya.

Jam dinding menunjukkan pukul enam. Langit bertambah kelam. Mataku yang sejak tadi berat menahan kantuk jadi makin temaram.

Hipersomniaku kambuh lagi. Kurasa ini cuma mimpi. Mana mungkin Senja seseksi itu mau jadi pacarku. Apalagi dia dan aku terpisah oleh jarak dan waktu.

Malamku kembali hanya ditemani butir-butir pil. Membuatku terjaga, meski tak lama. Mengingatkanku pada tali tambang yang terlambat kuambil. Tali yang menggantung leher mantan kekasihku di pohon belakang sekolah, memberiku kado ultah berupa sebotol kiamat kecil.

***

DF Rost, 1 Februari 2024

Image by wixin lubhon from pixabay

Buku Belajar Menulisحيث تعيش القصص. اكتشف الآن