Roasted Milk Tea, Mirrored Variety

68 13 7
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Robot penjaga apartemen membawakan paket minuman ke kamar Rinai. Dua gelas plastik teh susu varian panggang.

Rinai berbagi minuman dengan Almira, klon hibrida biomesin yang baru ia kembangkan. Dari kaki hingga kepala, mereka bagai bayangan cermin satu sama lain. Tangan kanan Rinai mirip tangan kiri Almira, kaki kiri Almira  mirip kaki kanan Rinai.  Pun sebaliknya.

Almira juga nama panggung Rinai sebagai virtual idol. Sebagai ilmuwan sibernetik sekaligus streamer korporat, Rinai tahu dirinya bakal supersibuk. Ia mengembangkan Almira berbasis AI canggih dari Nekopi—perangkat motion capture untuk memasuki dunia virtual dan augmented reality—agar meringankan tugasnya sehari-hari.

Belum lagi, akhir-akhir ini kasus Sindrom Piksel makin marak. Banyak yang kulitnya rusak penuh kotak-kotak kecil mirip sensor video porno. Para ilmuwan, termasuk Rinai, sepakat itu akibat penyalahgunaan Mirat; losion kulit artifisial untuk mempercantik penampilan secara instan. Rinai salah satu ilmuwan yang aktif mencari penawarnya.

Usai meminum teh susu, beberapa artefak piksel muncul di tubuh Almira. Penampilan yang awalnya 3D hiperrealistis kini agak turun grafis.

"Ada masalah?" tanya Rinai.

"Aku tidak bisa mencerna gula dan protein di minuman ini," ucap Almira.

Rinai tertegun. Ia segera memeriksa kandungan dalam teh susu dan membandingkannya dengan sampel sel Almira. Ternyata, bukan hanya penampilan mereka yang terbalik seperti cermin. Molekul penyusun selnya juga.

Dengan kata lain, Almira tak bisa langsung memproses makanan alami menjadi energi. Gula alami umumnya tersusun atas varian isomer kanan (d-glukosa), dan kebanyakan asam amino penyusun protein di alam tersusun atas varian kiri (l-asam amino). Untuk mendapatkan isomer kebalikannya (l-glukosa dan d-asam amino) senyawa tersebut harus disintesis sendiri.

Walaupun bisa, Rinai tak punya cukup waktu dan biaya untuk membuat dalam jumlah besar. Paling tidak sampai Almira tak perlu khawatir kelaparan. Dalam kondisi ekonomi saat ini, produksi l-glukosa jauh lebih mahal daripada emas murni. Apalagi senyawa lain yang lebih kompleks. Sebagian besar tabungan Rinai telah habis demi pengembangan Almira.

Rinai membenturkan kepala ke meja kerja berkali-kali. Selama ini ia terlalu fokus pada desain, perilaku, dan proses mental, tapi melupakan hal yang lebih fundamental. Kebutuhan fisiologis. Apa gara-gara ia keseringan berinteraksi dengan pasien Sindrom Piksel, sehingga ikut terobsesi pada penampilan?

Haruskah "kubunuh" Almira lagi?  Haruskah kuprogram ulang dari awal, sampai susunan molekulnya sama sepertiku? Tapi ... butuh berapa lama?

Entah berapa banyak tikus dan babi yang jadi korban eksperimen Rinai. Tak mudah pula mengarang alasan untuk mendapat perangkat Nekopi baru dari atasan.

Ia keluar ruang kerja. Menemui Almira, penuh rasa bersalah. Batinnya terkoyak antara membunuhnya sekarang, atau membiarkannya menderita hingga mati kelaparan. Walau hanya makhluk hidup buatan, ia menganggap Almira seperti saudara kembar yang baru kemarin dipertemukan.

"Kenapa menangis, Rinai?" tanya Almira. Tangannya memegang teh susu sisa tadi siang.

"Maaf, Mira. Aku sudah gagal sebagai temanmu," balas Rinai. "Aku sudah gagal sebagai penciptamu."

Almira memiringkan kepala. Tak mengerti.

Rinai memeluk Almira. Ia bercerita soal temuannya, menyampaikan bahwa kemungkinan besar, hidup Almira takkan berlangsung lama.

"Oh, soal teh susu ini, ya?" ujar Almira. "Aku sudah bisa mencernanya, kok. Barusan kutambah dengan susu kental manis untuk menambah rasa. Ternyata bisa."

Rinai melepas pelukan. "Susu kental manis? Aku tak punya susu kental manis."

Almira menunjukkan botol ukuran setengah liter berisi cairan kental berwarna putih.

"Itu bukan susu kental manis, itu losion Mirat—"

Tunggu, batin Rinai. Mirat memang punya efek yang merusak apabila dikonsumsi manusia. Namun, untuk entitas terbalik seperti Almira, efeknya bisa jadi lebih menguntungkan.

Ia belum pernah bereksperimen soal ini, tapi jika benar Almira mampu mencerna makanan yang dicampur Mirat, berarti Mirat memiliki efek untuk membalikkan struktur senyawa isomer. Terutama setelah berinteraksi dengan sistem pencernaan Almira.

Bukan tidak mungkin, ini juga petunjuk untuk membalikkan kondisi pasien Sindrom Piksel. Betapa pun tingkat keparahannya.

Rinai merebut teh susu campur Mirat dari tangan Almira, lalu kembali ke ruang kerja.


***


[A/N] Secara teknis, ini cerpen scifi kedua dalam DWC-ku setelah cerpen tema apokalips. Mungkin yang ini lebih "hard" karena menyangkut kimia organik & stereokimia (aka mirror chemistry). Maaf kalau penjelasannya bikin bingung.

Rinai dan Almira adalah tokoh di novelku yang berjudul Mirat. Cerpen ini berlatar sebelum kisah di novel utama terjadi. Penasaran? Silakan baca. Atau tunggu kalau udah tamat. Untuk sementara, Mirat lagi break demi fokus ke event DWC. Nggak sanggup update rutin dua karya dalam satu waktu.

Tema minuman yang kupakai adalah roasted milk tea. Aku suka aromanya. Bikin keinget masa-masa kecil pas masih tinggal di pegunungan. Kadang dikasih sebungkus daun teh sama petani-petani sekitar, fresh baru mentas dari panggangan. Ahhh ... bau me—

Maaf, curcol kepanjangan.

600 kata

DF Rost, 9 Februari 2024

Credit to moehitsu on Instagram &  Watson Amelia from Hololive




Buku Belajar MenulisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang