I Have No Mouse and I Must Stream

48 12 18
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***


Mouse-ku tak responsif lagi.

Berkali-kali kutekan kepalanya, sampai jemariku menembus tengkorak dan merusak otak. Kugeser kiri-kanan sampai perutnya koyak. Namun, pointer di layar monitor tetap tak bergerak.

Kulempar mouse itu ke tong sampah. Dasar penipu. Katanya tahan sampai lima puluh juta ketikan. Baru 49.876.543 kali tekan sudah mampus. Padahal masih ada stream gim FPS malam ini. Aku benar-benar butuh mouse yang akurat untuk menembak mulut kotor pemula-pemula keparat.

Akuarium penyimpan koleksi mouse-ku mulai mengeluarkan bau menyengat. Semuanya mati. Kuhubungi toko langganan untuk mengirimkan mouse pengganti.

Paketku datang sejam kemudian. Kubuka isinya. Seonggok tikus dengan badan penuh lubang dan berongga-rongga mengeluarkan bunyi klik-klik-klik-klik dan meloncat ke mukaku. Ia menggigit hidung dan hendak melilit leherku dengan ekornya yang panjang. Beruntung aku sempat menangkapnya dan membanting sampai pecah sebelum ia mencekikku.

Kulayangkan protes pada pengelola toko. Itu bukan mouse yang kumau. Namun, tak ada sambungan. Toko itu seenaknya saja menghilang dari platform maya dan nyata.

Zaman sudah canggih, masih saja tak ada yang bisa kupercaya. Report. Bintang satu.

Kuhubungi Mas Burhan, pacarku, untuk menemani membeli mouse. Kubuka sedikit tirai jendela. Para penguntitku sudah banyak menunggu. Beberapa cukup bernyali memanggil, "Kak Nia, Kak Nia," sebelum kabur dibentak Pak Satpam. Sudah kubilang stream-ku bukan untuk bocil sampai mulutku berbusa. Anak TK sekarang pun sudah sangean.

Matahari naik hampir di atas kepala, membentuk lubang besar di angkasa yang menampakkan potongan tulang belakang dan daging busuk penuh belatung hidup. Mirip seperti ... seperti lubang di punggung sundel bolong.

"Mas, lihat ada yang aneh nggak, sama matahari di luar?" tanyaku pada Mas Burhan via telepon.

"Enggak kok. Tetap busuk kayak biasa."

"Kok rasanya darah yang jatuh tambah banyak ya? Kasihan orang yang daerahnya kena hujan darah."

"Kamu lupa minum obat kali."

"Enak aja. Nia selalu minum obat ya .... Kemarin aja habis sebotol."

"Oke, oke. Omong-omong, stalker psikopatmu di situ lagi?" tanya Mas Burhan.

"Masih, Mas. Hati-hati ya waktu ke sini."

Mas Burhan terlambat. Sejam kemudian, ada paket lagi. Isinya seonggok jasad manusia yang diremuk dan dibentuk seperti kubus kardus.

Jasad Mas Burhan.

Darah dan cairan tubuhnya tercecer di lantai. Menyebalkan. Baru juga aku pel. Sambil menggerutu aku membawa kubus tersebut dan memasukkannya ke dalam microwave. Lima menit kemudian, kudinginkan di kulkas.

Buku Belajar MenulisWhere stories live. Discover now