Angkringan Rahasia

66 17 12
                                    

Saat masih sekolah dasar, saya sering diajak Bapak mampir ke warung angkringan Pak Suwadi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Saat masih sekolah dasar, saya sering diajak Bapak mampir ke warung angkringan Pak Suwadi. Bapak bilang ceker setannya nomor satu. Namun, buat saya yang tidak tahan pedas, gorengan dan nasi kucing adalah menu favorit saya.

Banyak cerita yang saya baca dari bungkus-bungkus nasi. Bila beruntung, bisa dapat cerbung. Pernah saya menemukan lanjutan kisah Asal Usul Kota Salatiga. Tentang nasib Kiai dan Nyai Pandanarang serta begal yang merampok mereka. Begal itu diazab sehingga punya kepala kambing. Ia bertobat, menjadi murid Sunan Kalijaga, lalu mendapat gelar Syekh Domba.

Kisahnya menggantung. Saya cari lanjutannya di bungkus-bungkus lain. Tak ketemu. Saya tanya ke Pak Suwadi, tapi beliau menolak. Katanya rahasia.

Bicara rahasia, banyak juga kertas pembungkus di angkringan Pak Suwadi yang memuat bermacam-macam rahasia. Dari rahasia pribadi seperti fotokopi kartu keluarga, sampai dokumen-dokumen berlabel rahasia negara.

Terkadang, sehabis ujian sekolah saya ikut menyumbang rahasia. Saya pilah kertas hasil ulangan pemberian guru. Yang bagus saya simpan, yang jelek saya kirim ke Pak Suwadi sambil berpesan:

"Pak, jangan kasih tahu orang tua saya, ya. Nggak papa kalau orang lain tahu."

Teman-teman saya ternyata punya pemikiran sama. Mereka berbondong-bondong memajang nilai di bungkus angkringan. Hebatnya, Bapak tidak pernah sekali pun melihat rahasia saya. Padahal beliau juga langganan di sana.

Saya tak pernah mengunjungi angkringan Pak Suwadi semasa kuliah. Empat tahun berlalu, saya pun kangen gorengan racikan beliau. Saya cek di lokasi dan jam-jam biasa. Namun, warungnya tutup. Menurut pedagang martabak, aparat ketidakamanan telah menggerebek dan melarang Pak Suwadi berjualan.

Saya telusuri rumah Pak Suwadi sekalian bersilaturahmi. Beliau sudah kempot dan ubanan, tetapi jalannya masih tegap. Saya tanya alasan beliau tak boleh buka warung. Padahal banyak pedagang kaki lima di tempatnya biasa berjualan dan tidak ada masalah.

Rupanya, anak Pak Suwadi tengah bermasalah dengan oknum pejabat. Ia seorang aktivis yang mengungkap rahasia kasus suap penerimaan mahasiswa baru, tetapi oknum tersebut balik menuntut. Usaha sang bapak ikut kena batunya. Ke mana pun beliau buka warung, selalu dipersulit dan diganggu orang tak dikenal.

Sungguh sayang. Padahal gorengannya enak sekali.

"Begini saja, Pak. Biar saya yang melanjutkan usaha Bapak. Bapak istirahat saja di rumah sambil menunggu hasil. Nanti detailnya bisa kita diskusikan lagi dalam kontrak resmi," saran saya.

"Percuma, Mas. Kalau mereka tahu Mas ada kaitannya sama saya, Mas juga bakal dilabrak."

"Saya akan menjaga rahasia Bapak baik-baik, sebagai tanda terima kasih karena Bapak telah menjaga rahasia saya sampai sekarang," janji saya. "Paling saya butuh tips. Lagi pula, Bapak lebih tahu rahasia menjaga rahasia."

Akhirnya, Pak Suwadi bersedia membeberkan resep rahasia masakan-masakan angkringan. Saya mulai beroperasi secepatnya sesuai kesepakatan.

Sejak saya menjadi CEO warung angkringan Pak Suwadi, manusia-manusia berkepala kambing dan domba sering nongkrong di angkringan kami. Ada yang berseragam, bersorban, berpakaian preman, ada pula yang cuma pakai kutang. Tidak semua sih, cuma oknum. Walaupun saya sering bingung. Kok oknumnya banyak sekali, ya?

Akan tetapi, dari semua manusia berkepala kambing yang pernah mampir, tak seorang pun tahu siapa Syekh Domba. Pak Suwadi telah membeberkan banyak rahasia pada saya, kecuali kisah itu.

Padahal saya masih penasaran dengan kelanjutan ceritanya.

***


DF Rost, 3 Februari 2024

Buku Belajar MenulisWhere stories live. Discover now