Hans dan Greta: After Story

44 10 4
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***


Bunyi mesin tik membangunkanku dan Wilhelm tengah malam. Saat kuperiksa, tak ada siapa-siapa.

Secarik kertas masih terjepit pada mesin tik di atas meja. Di situ, tertera lanjutan kisah Hans dan Greta yang pernah singgah dalam mimpi kami berdua.

Entah siapa yang menulis. Wilhelm dan aku tak mau mengaku. Mungkin ada hantu usil yang diam-diam menyimak kisah-kisah kami.

*

Usai menyantap habis daging si nenek tua, Hans dan Greta kembali ke pantai. Tempat mereka piknik bersama ibu dan ayah.

Sudah berhari-hari Hans dan Greta menghilang. Orang tua mereka tak lagi di sana. Mereka menyusuri pantai, berharap menemukan orang yang mau mengantar pulang. Hingga akhirnya, mereka tiba di pelabuhan.

Ratusan orang berbondong-bondong menaiki kapal dengan berbagai barang, seperti hendak bermigrasi. Wajah mereka pucat, tubuh mereka kering kerontang. Greta yang baru makan usai seminggu menahan lapar pun tampak lebih berisi.

Wabah kelaparan melanda seluruh penjuru negeri. Bahkan para nelayan tak lagi punya tenaga untuk menangkap ikan. Tak seorang pun mengabulkan permintaan Hans dan Greta. Mereka kapok berkelana ke pedalaman, tempat keduanya tinggal.

Hans dan Greta terpaksa jalan kaki. Rute menuju kampung penuh dengan orang-orang sekarat dan jasad-jasad yang tergeletak di tepi jalan. Yang masih sanggup berjalan, kebanyakan cuma mengemis, meminta belas kasih pada karavan pedagang yang kebetulan lewat. Beberapa nekat mencuri. Para balita dipaksa masuk gorong-gorong sempit untuk menangkap tikus parit. Segala upaya dilakukan agar perut terisi.

Sejauh mata memandang, ribuan hektar ladang gandum meranggas seperti diserang jutaan belalang. Ladang kentang dan sayuran berubah fungsi menjadi kuburan massal. Nyaris tak ada orang yang tersisa di desa. Anjing dan kucing yang katanya sahabat manusia, telah menjelma sebagai burung nasar; memakan bangkai majikannya sendiri. Lagi pula, mereka juga tak punya pilihan.

Semakin dekat ke rumah, Hans dan Greta semakin was-was. Orang tuanya bukan orang berada. Sang ayah hanya penebang kayu, sedangkan sang ibu cuma ibu rumah tangga. Jangan-jangan, mereka sudah tiada.

Tak aneh pula seandainya mereka menelantarkan Hans dan Greta demi meringankan beban. Jika ayah dan ibu masih peduli, harusnya mereka tetap mencari anaknya, menyebar poster, atau minimal memberi tahu otoritas pantai. Namun, mereka tak melakukannya. Tak seorang pun mendengar kabar anak hilang bernama Hans dan Greta.

Rerumputan dan tanaman rambat menghiasi rumah kayu Hans dan Greta. Dinding kayu yang dulu rutin diganti, kini mulai lapuk digerogoti rayap. Keduanya masuk, menemukan sang ayah terbaring lemas di ranjang. Badannya tinggal kulit dan tulang. Jantungnya masih berdetak, kedua matanya berkedip sesekali. Namun, jiwanya tak lebih nyalang daripada sebuah ungkapan: hidup segan mati tak mau.

Benarkah Hans dan Greta menghilang selama seminggu? Semua perubahan ini, seolah mengatakan bahwa mereka telah pergi berbulan-bulan. Atau waktu di pondok nenek tua berputar lebih lambat daripada di dunia nyata?

Hans dan Greta mencari ibu, hingga keduanya tiba di dapur. Seonggok tungkai manusia tergantung di dekat tungku perapian. Beberapa bagian mulai membusuk. Namun, berdasarkan letak tahi lalat, mereka tahu bahwa itu adalah potongan betis sang ibu.

Perut Greta keroncongan. Perjalanan jauh begitu menguras energi, apalagi untuk anak seusia mereka. Hans mengambil kapak, lalu pergi ke kamar orang tuanya. Ia menetak leher sang ayah tanpa ragu, mengakhiri penderitaan sekaligus mendapat makan malam, walau dagingnya tak seberapa.

*

"Apa-apaan ini?" protes Wilhelm. "Siapa yang mau membaca kisah seperti ini?"

Aku pun tertegun. Terlalu gelap, sampai telingaku hampir tak bisa mendengar. Selain itu, apa pesan moral yang bisa didapat? Memakan atau dimakan? Itu lebih mirip naluri hewani daripada sebuah amanat.


***


573 kata

[A/N] Ini adalah lanjutan kisah DWC hari ke-2, Hans dan Greta, yang dituturkan oleh dreaminblue_ dalam karya beliau yang berjudul FOLKLOR. Buat yang tertarik, silakan mampir ke lapak beliau juga. Mohon maaf kalau ada kesalahan interpretasi, atau malah jadi terlalu menyimpang. xD

DF Rost, 18 Februari 2024

Image by Lian from Pixabay


Buku Belajar MenulisWhere stories live. Discover now