Maut Senja Kala di Lubang Almiraj

45 9 2
                                    

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.


Sorot biru lampu neon menerpa rahang metalik Isidorus Pinkerton. Kedua matanya lebih mati daripada death in the afternoon; segelas koktail beralkohol tinggi yang baru ia minum.

Satu bulan berlalu sejak kematian istri dan anaknya dalam kecelakaan hovercraft. Hatinya belum tenang. Mengemudikan hovercraft memang bukan perkara gampang. Berbeda dengan mobil biasa yang hanya melaju di atas bidang datar, hovercraft butuh pemahaman medan tiga dimensi seperti pesawat terbang. Maraknya kasus kecelakaan membuat pemerintah Malaraya menggodok aturan yang lebih ketat, terkait penggunaan hoverbike dan hovercraft sebagai alat transportasi darat dan udara.

SIM hovercraft lamanya dicabut. Ia harus tes lagi untuk bisa lanjut bekerja di sektor tersebut. Namun, selama sebulan ia tak melakukan apa-apa selain makan, tidur, dan minum-minum di Ronde Bar-Bar. Raganya hidup, tetapi jiwanya dalam mode autopilot. Seakan-akan rohnya tertinggal dalam hovercraft, ikut terbakar bersama jasad anak dan istri tercinta.

"Do, pergilah ke psikolog atau psikiater," ucap Markum, bartender sekaligus teman curhat Ido. "Sebanyak apa pun kau minum, masalahmu takkan selesai."

"Heh, bukannya bagus buat bisnismu? Kenapa menyuruhku berhenti?"

"Aku bukan orang yang suka memanfaatkan penderitaan teman sendiri demi uang. Aku tak sebangsat itu."

Ido terkekeh. "Kau sama saja menyindir dokter. Mereka juga dapat duit dari orang sakit."

"Setidaknya mereka lebih bisa membantumu," balas Markum. "Lagi pula, sampai kapan kau begini terus? Apa yang akan kaulakukan kalau tabunganmu habis? Awas saja kalau nanti mengutang di sini."

"Santai. Paling sebentar lagi mati."

"Hus, jaga mulutmu."

"Aku serius," tegas Ido. "Pembunuh sepertiku tak boleh dibiarkan hidup lama-lama."

Kematian istri dan anaknya memang kecelakaan. Namun bagi Ido, itu bisa dicegah seandainya ia lebih hati-hati. Ia terlalu sombong hanya karena pernah menjadi sopir hovercraft artis dan pejabat. Sekarang yang tersisa tinggal penyesalan.

Bunyi harmonika terdengar dari layar besar di seberang jalan. Sesosok gadis kelinci bertanduk satu tengah menyanyi dan berdansa di atas panggung XR; perpaduan antara virtual dan augmented reality. Almira Truvelu, seleb virtual yang karakternya terinspirasi dari almiraj; makhluk mitologi dari jazirah Arab.

Lokasi panggung berada di Luminostation, studio XR terbesar di Metro Lumina. Acara tahunan NeoFest tengah berlangsung. Parade kostum dan makhluk-makhluk hologram memadati jalan di depan bar hingga pelataran studio, kira-kira seratus meter dari sini.

Ido terpana. Ini bukan kali pertama ia melihat Almira. Gadis itu terkenal hingga mancanegara. Selama menjadi sopir seleb, Ido sudah cukup paham dengan budaya pop, VR, gim, dan animasi jejepangan. Namun, ada semacam magnet yang menarik perhatiannya kali ini. Membuatnya ingin tahu lebih jauh soal Almira, dan menunda keinginannya untuk logout dari dunia nyata.

"Aku penasaran, apa yang membuat ribuan orang berbondong-bondong ingin melihatnya langsung," ujar Ido. "Dia gadis virtual, kan? Apa bedanya dengan melihat dari D-deck atau perangkat XR lain?"

"Entahlah," sahut Markum. "Kenapa tidak coba masuk ke sana?"

"Sekarang? Mana mungkin. Tiketnya pasti sudah di-booking semua."

"Kalau begitu, tunggu dia tampil lagi di NeoFest tahun depan. Atau waktu ultah dan konser solo."

Ido tertawa. "Kau mau membuatku jadi fans Almira?"

"Minimal dengan begitu, kau punya tujuan hidup," balas Markum. "Asal jangan kelewat halu. Bahaya. Aku sering dengar kasus seleb yang dibunuh fans, atau VStreamer yang dirundung  gara-gara berhubungan dengan cowok."

Ido skeptis semangat hidupnya bakal kembali. Sepertiga tubuhnya sudah jadi mesin berlapis logam gara-gara kecelakaan dan percobaan bunuh diri. Seluruh harta benda milik anak dan istri telah ia jual dan kembalikan ke mertua, membuatnya luntang-lantung sendirian di Metro Lumina. Ia tak percaya sesosok seleb virtual bisa mengangkatnya dari dasar jurang. Gadis yang bahkan tak tahu ia pernah ada.

Hingga ia menemukan sebuah potongan video. Sebuah klip Almira bermain gim horor sambil menggigit harmonika, meniupnya kencang-kencang setiap gadis itu kaget dan ketakutan. Seru juga melihat orang menderita, pikir Ido. Namun, ketika Almira benar-benar sedih dan menangis, lama-lama ia tak tega. Ia sampai mengirim donasi 100.000 rye demi menghibur Almira, meski jiwanya sendiri juga masih belum tertata.

Saat donasi dibaca, mood Ido berubah dari depresi ke mania. Ia menyadari betapa bahayanya Almira. Bukan cuma menarik orang dari jurang putus asa, tapi juga menceburkannya ke lubang kelinci yang tak seorang pun tahu di mana dasarnya.

Ia jadi ketagihan, ingin selalu up-to-date terhadap konten-konten Almira. Ia kembali melakukan ujian SIM dan mendaftar sebagai kurir Rajawali Express, demi melanjutkan hidup seraya membeli merch idolanya. Ia rela pindah ke Hive Five, apartemen termurah di dekat Luminostation yang hanya cukup untuk tiduran. Semua agar lebih dekat dengan tempat konser Almira dan mengamatinya dari jendela.

"Sekarang aku bingung," ucap Markum. "Harus ikut senang, atau menyesal pernah menyarankanmu menonton konser Almira."


***

719 kata


[A/N] Prequel Mirat lagi. Kali ini backstory dari Isidorus Pinkerton alias Ido. Ilustrasi gambar di atas adalah salah satu kartu dalam game Shadowverse bernama Moon Al-mi'raj, sekaligus inspirasi buat desain avatar Almira.

Fanart by 貴村よる@お仕事募集中 on Pixiv



Buku Belajar MenulisOù les histoires vivent. Découvrez maintenant