Ceker Ayam Pak Suwadi

50 11 11
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Sebagai CEO angkringan Pak Suwadi, saya sering melihat pelanggan berkepala kambing. Namun, pelanggan malam ini lain daripada yang lain.

Sekilas, penampilannya normal. Namun, ada sesuatu yang begitu gelap, luas, dan dalam. Di sisi lain, aura yang ia pancarkan sangat ramai dan berwarna, seolah tiap-tiap partikel penyusun tubuhnya adalah individu yang berkesadaran dan berkesinambungan; membentuk mikrokosmos yang mirip manusia biasa.

Pikiran saya melantur. Mungkin saya kurang tidur.

Ia terbelalak melihat tumpukan ceker di atas nampan. Lalu ia bertanya, "Anda jualan kaki?"

"Itu ceker, Mas," balas saya.

"Ceker bukan kaki?"

"Ya ... ceker emang kaki ayam sih."

"Bukannya ilegal ya, jualan kaki?"

Saya pun bingung. "Sejak kapan ceker ayam ilegal?"

"Saya pernah mau ngambil kaki orang, tapi diteriakin. Katanya forum pemuja kaki juga forum laknat."

Saya tidak tahu ini orang serius atau bercanda. Namun, segala jenis pelanggan harus saya layani. Betapa pun anehnya.

"Di sini legal, Mas. Beli aja banyak-banyak."

Pria itu semringah. Ia memesan es teh, mengambil sebungkus nasi kucing dan beberapa ceker. Sambil berbincang-bincang, ia bilang namanya Budi. Ia pelancong yang baru mengunjungi kota ini atas rekomendasi forum pemuja kaki. Saya tak tahu forum apa itu. Mungkin lebih baik tak perlu tahu.

Akan tetapi, bukan itu saja keanehan Budi. Ia hanya mencium, menjilat, dan mengulum ceker-ceker yang ada di hadapannya. Ia sama sekali tak memakan kulit maupun dagingnya. Ia cuma membersihkan bumbu-bumbu yang menempel di ceker-ceker tersebut.

"Mas, kok nggak dimakan dagingnya?"

Bukan saya menghakimi cara makan pelanggan, tapi mubazir kalau ceker sebanyak itu tidak dimakan.

"Huh? Saya boleh makan? Beneran? Nggak bakal ditangkap polisi, kan?" tanya Budi.

"Itu kan cuma ceker ayam. Kalau ceker manusia, baru saya nggak ikut-ikutan."

Ia pun antusias melahap semuanya. Dari kulit, daging, hingga ke tulang-tulang. Mulutnya mengunyah ceker segampang mengunyah kacang. Sungguh pribadi yang unik.

Selesai makan, ia membayar kontan sambil mengucapkan terima kasih berkali-kali. Ia bahkan menawarkan diri untuk mengabulkan satu permintaan. Awalnya saya tolak, tapi ia mendesak. Katanya jarang-jarang ada orang baik yang tahan meladeni orang seaneh dia.

"Sebenarnya sudah lama saya penasaran," ujar saya. "Bagaimana kelanjutan kisah Syekh Domba."

Saya menyodorkan potongan majalah yang memuat cerbung Ki Ageng Tembayat, kelanjutan dari Asal Usul Kota Salatiga. Di situlah kali pertama saya mengenal sosok Syekh Domba.

Budi menyanggupi, tapi dengan satu syarat: saya harus pergi ke kediamannya. Saya rasa, tak ada salahnya datang. Toh ia tampak lebih tulus daripada orang-orang berkepala kambing yang sering saya temui.

Usai menutup angkringan, saya bertamu ke apartemen Budi. Ia kemudian membentuk lingkaran hitam di potongan cerbung, semacam portal pembelah multidimensi. Dari situ, muncul tiga sumber cahaya yang membutakan mata.

Saya kembali membuka mata begitu cahaya meredup. Muncul tiga pria yang tak pernah saya temui, tapi tak asing. Yang tengah memakai blangkon dan baju adat Jawa, yang kanan memakai sorban, dan yang kiri adalah pria berkepala kambing dengan jenggot panjang.

Mereka Sunan Kalijaga, Ki Ageng Pandanarang alias Sunan Bayat, dan Syekh Domba. Entah bagaimana Budi melakukannya, tapi itu bisa didiskusikan nanti. Saya ingin sungkem dan bertanya-tanya perihal perjalanan spiritual mereka bertiga.

Selepas mengobati rasa penasaran saya, keempat pria itu menghilang. Termasuk Budi dan apartemennya. Mendadak saya kembali ke angkringan yang harusnya sudah saya tutup malam ini.

Rasanya seperti mimpi. Jangan-jangan Budi adalah malaikat atau jin baik yang diutus untuk menguji keimanan saya. Siapa pun dia, saya doakan agar selamat sehingga kami bisa bertemu lagi suatu saat.

***

559 kata

[A/N] Setelah beberapa hari mengusung tema yang dark dan depressing, hari ini kita rehat sejenak dengan komedi absurd yang lebih wholesome. Semoga terhibur.

Ini pertemuan antara dua tokoh yang aku sendiri nggak nyangka bakal ketemu. MC hari ke-3, CEO angkringan yang bisa melihat "sisi lain" manusia, bersama MC hari ke-15, alien debu kosmik pemuja kaki dari galaksi lain. Many thanks buat panitia!

DF Rost, 19 Februari 2024

Image by Dina Kristina on https://cookpad.com/id/resep/12929600-ceker-bacem-angkringan

Buku Belajar MenulisWhere stories live. Discover now